Apakah orang Kristen selalu berwajah cerah?

“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!” Roma 12: 12

Apakah orang Kristen selalu berwajah cerah dan murah senyum? Pertanyaan ini terdengar aneh, tetapi berhubungan dengan kritik atau pergunjingan yang muncul di belakang orang Kristen yang selalu atau sering terlihat murung. Katanya sudah mendapat anugerah keselamatan, mengapa wajahnya selalu muram? Jika anugerah Tuhan sudah cukup bagi orang itu, mengapa kelihatannya hidupnya masih terlihat merana? Mungkin ia belum benar-benar beriman?

Mungkin orang sering tidak sadar bahwa selama hidup di dunia, orang beriman belum tentu orang yang berkecukupan atau berkelebihan, sekalipun ada pendeta Kristen yang mengajarkan bahwa orang Kristen sejati akan menerima berkat Tuhan yang berkelimpahan karena Tuhan mahakaya dan mahapemurah. Dalam kenyataaannya raul-rasul pada zaman Perjanjian Baru kebanyakan adalah orang yang miskin yang menerima sumbangan dari jemaat gereja untuk bisa hidup. Mereka seudah tentu tidak selalu bisa merasa nyaman dan senang dalam hidup sehari-hari. Mereka merasa lapar dan haus, telanjang, dipukuli dan hidup mengembara (1 Korintus 4:11). Jelas, mereka tidak selalu berwajah cerah dan murah senyum. Tuhan Yesus sendiri ketika mengalami penderitaan di taman Getsemani dan di bukit Golgota tentunya berwajah muram dan sedih.

Ada pula orang yang mengira bahwa iman Kristen yang benar bisa membuat orang menjadi stoik. Stoikisme adalah ketahanan di tengah rasa sakit dan kesulitan tanpa menunjukkan keluhan. Dalam istilah awam, makna stoikisme adalah kemampuan menderita dalam kesunyian. Stoikisme populer hingga kurang lebih lima abad (3 SM-3 M), selanjutnya mempengaruhi banyak pemikir Kristen, baik dalam dunia akademis maupun sikap hidup. Stoikisme berbeda dengan iman Kristen karena tidak mempunyai iman untuk apa yang akan terjadi di masa depan, sesudah manusia meninggalkan dunia ini. Stoikisme berpusat pada diri manusia, sedangkan iman Kristen berpusat pada Tuhan. Jika orang Stoik diharapkan tetap membisu dalam penderitaan, orang Kristen justru berseru kepada Tuhan untuk memohon pertolongan.

Mengapa ada anggapan bahwa orang Kristen seharusnya adalah orang yang selalu terlihat cerah? Beberapa kata dipakai dalam Alkitab untuk menyatakan rasa senang. Kata-kata seperti girang, gembira, senang dan sukacita dapat ditemukan dalam kitab Perjanjian Lama maupun kitab Perjanjian Baru. Diantara kata-kata itu, kata sukacita (joy) adalah yang paling sering dipakai, sebanyak 87 dalam kedua kitab.  Sekalipun semua kata-kata ini menyatakan keadaan emosi seseorang, kata sukacita berbeda artinya dengan kata gembira (happy) atau kata-kata yang lain. Biasanya kata sukacita dihubungkan dengan keadaan damai dan bahagia yang muncul dari dalam hati, sedangkan kata-kata yang lain dihubungkan dengan reaksi manusia atas apa yang terlihat sebagai sesuatu yang menyenangkan. Walaupun demikian, dalam Alkitab kata-kata diatas sering dipakai secara silih berganti untuk menunjukkan hal yang serupa.

Sudah tentu orang bisa saja merasa girang, gembira, senang atau bersukacita karena berhasil memperoleh sesuatu yang berharga seperti mobil baru, rumah ataupun ijazah, sekalipun rasa senang itu mungkin tidak berlangsung lama. Orang juga bisa merasakan adanya rasa senang yang dicapai dengan melakukan perbuatan tercela seperti mencuri, pesta-pora ataupun menggunakan narkoba, sekalipun rasa senang itu hanya untuk sementara, sebelum akibat buruknya terasa. Selain itu, orang juga bisa bersukaria karena adanya keberhasilan dalam mencapai suatu target, sekalipun itu akan disusul dengan munculnya berbagai keluhan karena tugas kewajiban yang semakin berat. Jika semua itu bukanlah sesuatu yang abadi, adakah rasa gembira atau sukacita yang langgeng dan tidak bisa hilang? Yang bisa terlihat selama orang Kristen hidup di dunia?

Bagi umat Kristen, rasa sukacita yang pasti bisa dirasakan adalah karena kita yang berdosa dan seharusnya menemui kebinasaan, telah ditebus dengan darah Kristus dan menjadi anak-anak Allah. Ini bukan sekedar rasa gembira karena kita yang berhasil memperoleh sesuatu, tetapi rasa sukacita yang luar biasa karena kasih Tuhan yang luar biasa yang sudah dilimpahkan kepada kita. Bahwa dengan kemurahan Tuhan kita menerima keselamatan. Ini adalah hadiah yang sebenarnya tidak pantas kita terima tetapi kita peroleh secara cuma-cuma melalui karuniaNya semata-mata. Apa saja yang kita punyai dan alami di dunia tidak akan kekal, tetapi keselamatan yang kita terima adalah kekal dan tidak dapat dicuri oleh siapapun dan apapun.

Jika sukacita kita adalah karena kita menjadi anak-anak Allah, adalah suatu kenyataan bahwa selama hidup di dunia kita sering mengalami penderitaan dan masalah. Bagaimana kita bisa tetap bersukacita jika apa yang kita alami terasa begitu berat? Tentu saja jika kita mengalami hal-hal itu, sebagai manusia kita akan terlihat dari luar sebagai orang yang menderita. Sebagai orang percaya kita yakin bahwa jika kita harus menderita, penderitaan jasmani kita hanyalah untuk sementara. Lebih dari itu, dalam kesusahan kita justru bisa merasakan adanya penyertaan Tuhan dan kedamaian dalam segi rohani. Kita bersyukur bahwa Tuhan memberikan kita kemampuan untuk menyatakan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan kepada-Nya melalui pertolongan Roh Kudus.


“Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus.” Roma 8:26-27

Kita harus bersyukur bahwa sebagai manusia kita bisa melihat penderitaan sesama kita yang dicerminkan pada wajah dan tubuh mereka. Adalah panggilan setiap orang Kristen untuk bisa memiliki mata dan hati yang peduli akan keadaan orang lain.

Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! Roma 12:15


Kita juga bersukacita karena kasih Tuhan kepada kita selalu ada dalam situasi bagaimanapun, dari dulu, sampai sekarang dan untuk selamanya. Karena itu, kita tentunya dapat memahami ayat diatas yang mengatakan bahwa dalam semua keadaan, kita harus bisa bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, dan bertekun dalam doa. Biarlah kita sadar bahwa di dunia ini, wajah gembira belum tentu menunjukkan hati yang berbahagia, tetapi hati yang bahagia dalam Kristus tidak akan dapat dipengaruhi oleh tubuh yang lelah dan menderita.


“Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” 2 Korintus 4: 16 – 18

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s