Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Amsal 30: 8

Bersediakah anda untuk berbohong? Pertanyaan ini lebih sulit untuk dijawab daripada pertanyaan “Apakah anda pernah berbohong”. Setiap orang tentunya pernah berbohong, baik itu bohong kecil ataupun bohong besar, dan setiap orang bisa mengakuinya. Memang manusia tidak ada yang sempurna. Walaupun demikian, pertanyaan apakah kita mau berbohong tidaklah mudah dijawab. Dengan sejujurnya kita pernah berbohong di masa lalu karena suatu sebab; dan jika ada sebab yang kuat di masa depan, mungkin saja kita tidak ragu-ragu untuk berbohong lagi.
Dalam kegiatan apa pun, terutama dalam bidang politik dan bisnis, kita bisa melihat banyak orang yang mampu dan mau untuk berbohong pada saat tertentu. Berbohong memang adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia sejak awalnya, dan yang bisa dikembangkan sesuai dengan keadaan yang sering dihadapinya. Selain dari kemampuan untuk berbohong, orang juga mampu membuat alasan untuk berbohong. Sudah tentu semua ini harus dibedakan dari kemampuan dan kebijaksanaan yang datang sebagai karunia Tuhan.
“Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.” Yohanes 8: 44
Pada waktu penciptaan manusia, Allah telah memperlengkapi kehendak manusia dengan kebebasan kodrati yang tidak dipaksa dan tidak ditentukan oleh keharusan alamiah apa pun untuk berbuat baik atau jahat. Ketika masih berada dalam kedudukan tidak berdosa, Adam dan Hawa memiliki kebebasan dan kuasa yang membuatnya mampu menghendaki dan melakukan apa yang baik dan berkenan dan kepada Allah. Akan tetapi, dalam hal itu mereka bisa dipengaruhi keadaan di sekitarnya, sehingga bisa jatuh. Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa karena perbuatan mereka sendiri, dan sejak itu kebohongan manusia dan iblis adalah bagian dari kehidupan sehari-hari msnusia.
Berbohong terkadang dihubungkan dengan pekerjaan atau kedudukan seseorang di masyarakat. Menurut survey di Australia, penjual mobil (car salesmen) adalah orang yang paling tidak bisa dipercaya. Sebaliknya. mereka yang bekerja sebagai jururawat, apoteker dan dokter dianggap sebagai orang yang paling bisa dipercaya. Ini berbeda dengan keadaan di Indonesia, dimana banyak orang yang kurang bisa mempercayai dokter karena adanya anggapan bahwa mereka adalah orang kaya yang mata duitan. Tidaklah mengherankan bahwa ada orang yang tidak mau ke dokter sekalipun sudah sakit parah.
Memang orang sering jatuh ke dalam dosa kebohongan karena soal harta. Alkitab sendiri mengatakan karena cinta uang (alias cinta kedudukan) orang bisa jatuh ke dalam pencobaan.
“Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” 1 Timotius 6: 9 – 10
Walaupun demikian, setiap orang dalam kenyataannya sering berbohong bukan saja sewaktu butuh uang, tetapi juga sewaktu kelebihan uang. Kebohongan di zaman ini agaknya sudah menjadi norma kehidupan manusia dari segala tingkatan, jika mereka ingin sukses dan ingin selalu menang bersaing dengan orang lain. Mereka yang ingin jujur terus, justru dianggap orang bodoh yang tidak mau memanfaatkan kesempatan. Ini bahkan bisa terlihat juga di banyak negara, dimana mereka yang ingin berkuasa mungkin harus bisa melakukan berbagai tipu daya dan menutupi ketidak-jujuran. Sebaliknya, rakyat yang hidup dalam penderitaan seringkali juga terdesak untuk melalui jalan yang curang agar bisa tetap hidup.
Dalam ayat pembukaan di atas, Agur bin Yake memohon kepada Tuhan untuk menjauhkan dirinya dari kecurangan dan kebohongan. Ia lebih lanjut meminta agar ia tidak mengalami kemiskinan atau kekayaan, karena keduanya bisa mendorongnya untuk berlaku curang dan melakukan kebohongan. Apa yang diharapkannya adalah kesempatan untuk menikmati apa yang ada, yang sudah menjadi bagian hidupnya. Ini tidak mudah, karena banyak orang yang justru tidak merasa puas dengan apa yang sudah dipunyainya. Lebih parah lagi, di zaman ini banyak “guru” yang mengajarkan agar kita tidak puas dengan prestasi kita.
Dalam hidup di dunia ini, selalu ada saja ketidakadilan yang kita jumpai. Hal-hal semacam itu bisa membuat kita berpikir mengapa Tuhan seolah membiarkan mereka yang tidak jujur untuk menduduki posisi tinggi, dan mereka yang jahat untuk berkuasa dan bertindak dengan sewenang-wenang. Mungkin seperti itu jugalah perasaan penulis Mazmur ketika ia melihat orang-orang jahat yang hidupnya terlihat nyaman:
“Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain.” Mazmur 73: 2 – 5.
Kejadian dimana orang yang jahat, curang dan tidak jujur seolah hidup jaya dan membuat Tuhan seolah tidak ada, memang seringkali muncul dalam hidup kita sehari-hari dengan berbagai bentuk dan ukuran. Mungkin jika hal-hal itu tidak terlalu mencolok mata, kita bisa mengabaikannya. Lain halnya jika kita melihat mereka yang jelas-jelas melakukan hal-hal yang jahat, justru bangga atas “keberhasilan” mereka. Tetapi pemazmur berkata bahwa bagaimanapun juga, kita tidak boleh sakit hati karena adanya orang yang berbuat jahat, atau iri hati kepada orang yang berbuat curang. Kejayaan mereka, yang kita lihat dari luar, belum tentu seperti apa yang kita bayangkan; dan apa yang mereka nikmati sekarang ini, tidaklah akan abadi.
“Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.” Matius 13: 30.
Jika kita mempunyai rasa iri hati atas keberhasilan orang-orang yang tidak jujur di sekeliling kita, marilah kita menenangkan diri dan mencari kedamaian dalam Tuhan. Tuhan memang sering membiarkan mereka yang jahat dan curang hidup bersama-sama dengan pengikut-Nya, seperti lalang yang hidup diantara gandum. Tuhan bisa memakai apapun yang ada di dunia untuk memenuhi rancangan-Nya, dan karena itu kita tidak perlu hidup dalam keresahan dengan adanya orang-orang yang kelihatannya jaya dalam kecurangan mereka. Tetapi sebagai orang beriman, kita tidak perlu meragukan bahwa Tuhan yang maha adil pada akhirnya pasti bertindak tegas.
Pagi ini, marilah kita memikirkan apa saja yang masih kita ingini dalam hidup ini. Tidak ada salahnya jika kita memohon apa yang kita butuhkan dalam hidup kita. Tuhan yang mahakasih selalu mau mendengarkan doa-doa kita. Walaupun demikian, pernahkah kita memohon agar kita diberi kemampuan untuk merasa cukup dengan apa yang sudah kita terima? Rasa cukup atas apa yang ada akan menjauhkan kita dari dosa kebohongan dan kecurangan. Rasa cukup juga akan menghindarkan kita dari hidup Kristen yang penuh kepalsuan.