Apa arti kaum yang lebih lemah?

Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang. 1 Petrus 3:7

Ayat di atas adalah salah satu ayat Alkitab yang sering menimbulkan kontroversi di kalangan orang Kristen. Ayat itu menyebutkan bahwa kaum wanita adalah kaum yang lebih lemah dari kaum pria. Dalam Alkitab berbahasa Inggris, kaum wanita disebutkan sebagai “bejana” yang lebih lemah, yang lebih mudah pecah.

Sampai saat ini banyak wanita anggota gereja yang merasa bahwa ayat ini agaknya berbunyi janggal, untuk tidak dikatakan merendahkan derajat kaum wanita secara keseluruhan. Memang di zaman sekarang, tidak ada yang menghalangi kaum wanita untuk memilih pekerjaan apa pun, dan dalam banyak hal lebih bisa diandalkan jika dibandingkan dengan kaum pria. Bahkan di negara maju, kaum wanita bisa menjadi CEO, Presiden, menteri ataupun jendral. Dalam bidang olahraga, mereka bisa bertanding dalam bidang apa pun, termasuk tinju, gulat, angkat besi dan sepakbola.

Seringkali, kaum wanita Kristen yang merasa tersinggung dengan bunyi tulisan rasul Petrus, dihibur dengan alasan bahwa pada zaman Alkitab PB ditulis, kebudayaan saat itu masih didominasi oleh kaum pria. Emansipasi kaum wanita belum terjadi, jadi rasul Petrus agaknya menulis berdasarkan keadaan dunia pada saat itu yang belum menyadari bahwa wanita bukanlah makhluk lemah. Mungkin pada zaman itu wanita memang pantas dianggap kaum lemah, dan karena itu harus tunduk kepada kaum pria. Sekalipun ini kelihatannya masuk akal, ini bukanlah penjelasan yang benar.

Sebenarnya, konteks 1 Petrus 3:7 adalah petunjuk Rasul Petrus tentang hidup sebagai orang percaya, dalam hubungan satu sama lain yang dimulai dari hubungan dalam keluarga (1 Petrus 3:1-12). Istri harus dikasihi dulu, dan kemdian istri menghormati suami. Ini adalah urutan yang sama yang digunakan Rasul Paulus dalam Efesus 5:22-33. Memang seperti Tuhan mengasihi manusia, suami harus mengasihi istrinya. Suami juga harus mengasihi istrinya seperti ia mengasihi dirinya sendiri (Efesus 5: 25-28).

Membandingkan pria dan wanita, mungkin tidak ada orang yang membantah bahwa pada umumnya pria lebih kuat fisiknya daripada wanita, sekalipun umur wanita secara umum lebih panjang dari kaum pria. Karena itulah, dalam olahraga, tim pria tidak bertanding melawan tim wanita. Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa tidaklah keliru jika Petrus menyebut kaum wanita sebagai kaum yang lebih lemah, yang perlu dibantu oleh kaum pria dalam hal-hal tertentu. Dalam kehidupan rumah tangga, ini memerlukan kebijaksanaan suami sebab dia tidak dapat menganggap sang istri tidak bisa berbuat apa-apa tanpa dukungannya, atau mengira istri selalu dapat menjalankan segala sesuatu tanpa perlu melibatkan sang suami. Pada pihak yang lain, adalah kenyataan bahwa banyak suami yang membutuhkan bantuan istrinya dalam berbagai hal.

Bahwa wanita biasanya lebih lemah secara fisik, tidak berarti dia kurang berharga (Efesus 1:6) atau bahwa dia tidak memiliki akses yang sama terhadap kasih karunia Tuhan (Galatia 3:28). Dalam hal kebijaksanaan, seorang istri membangun rumah tangganya (Amsal 14: 1). Dengan demikian, adalah penting bagi seorang suami untuk memperlakukan istrinya dengan pengertian, penghargaan, kelembutan, dan kesabaran. Ayat di atas menyatakan bahwa seorang suami harus menghormati istrinya sebagai teman pewaris dari kasih karunia Tuhan, yaitu kehidupan, supaya mereka dapat bersama-sama berdoa kepada Tuhan untuk bimbingan dan berkat-Nya.

Seorang pria membutuhkan seorang wanita sebagai seorang pendamping, dan itu diketahui Allah sejak mulanya. Tuhan Allah berkata: ”Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Mengapa Allah mengatakan bahwa tidak baik bagi Adam untuk hidup seorang diri? Tentu Tuhan tahu bahwa Adam tidak mungkin menjadi manusia yang serba bisa dan sanggup mengelola segenap ciptaan Tuhan. Adam memerlukan seorang penolong yang sepadan. Apa arti kata sepadan? Sepadan bukan menunjuk kepada kesamaan dalam penampilan dan kemampuan, tetapi kecocokan dalam fungsi dan kedudukan. Pria dan wanita memang diciptakan untuk saling melengkapi.

Sebagai umat Kristen, kita memahami dinamika kehidupan orang percaya bertentangan dengan sudut pandang manusia dan “kebijaksanaan” duniawi. Dari segi emansipasi wanita, kata “kelemahan” ini dapat menyebabkan pertentangan besar padahal seharusnya tidak ada sama sekali. Justru karena wanita lebih lemah secara fisik, mereka perlu diperlakukan dalam masyarakat unum dengan pengertian dan rasa hormat. Dari situlah muncul istilah “ladies first” yakni memberi kesempatan pertama kepada kaum wanita untuk mengambil makanan, tempat duduk dll. Dalam lingkungan keluarga, seorang suami dapat menunjukkan kasihnya kepada sang istri dengan mengutamakan istrinya. Dengan demikian, jika seorang istri menolak perhatian yang penuh kasih dari suaminya, ia membuang kebahagiaan yang diberikan kepadanya. Serupa dengan itu, jika seorang wanita sering menolak mentah-mentah tawaran bantuan dari rekan-rekan prianya, ia menyia-nyiakan kesempatan untuk dihormati sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sepadan.

Cara seorang suami memberikan dirinya untuk istrinya adalah dengan menghormatinya secara khusus karena dia adalah istrinya. Tentu saja, ini idealnya dan bukan sesuatu yang bisa terjadi dalam semalam. Seorang pria dan seorang wanita memulai hubungan mereka ketika mereka menikah, tetapi apakah hubungan itu berhasil atau tidak berhubungan langsung dengan suami dan istri mengambil tempat mereka sesuai dengan perintah Tuhan dan ketundukan mereka dalam menaati Tuhan. Prinsip-prinsip di sini diberikan kepada orang percaya; namun, prinsip-prinsip ini berlaku baik pasangan itu beriman atau tidak atau bahkan jika hanya satu yang beriman.

Rasul Paulus menambahkan banyak bobot pada ide ini karena dia menulis bahwa suami adalah kepala keluarga seperti Kristus adalah kepala gereja (Efesus 5:23) dan karena itu suami harus mengasihi istrinya “seperti ” (membuat perbandingan) atau dengan cara yang sama Kristus mengasihi gereja dan memberikan diri-Nya untuk itu (Efesus 5:25). Itu berarti suami seharusnya mau memikul tanggung jawab yang lebih besar dalam pernikahan daripada sang istri. Dia adalah pemimpin, dan seperti seorang dirigen dia harus bisa mengatur nada hubungan dalam keluarga agar bisa terdengar harmonis.

Hari ini kita belajar bahwa baik pria dan wanita adalah ciptaan Tuhan yang sepadan dan yang saling melengkapi. Baik pria maupun wanita adalah sederajat di hadapan Tuhan dan keduanya dapat memperoleh berkat dan karunia Tuhan. Walaupun demikian, adalah baik jika pria dan wanita saling menyadari fungsi, kelemahan dan keistimewaan masing-masing, terutama dalam hidup berumah tangga. Selain itu, dalam hal pekerjaan dan jabatan, pria dan wanita bisa memegang kedudukan yang sesuai dengan kemampuan fisik mereka. Perbedaan kemampuan fisik antara pria dan wanita diciptakan oleh Tuhan agar mereka bisa saling melengkapi dan saling mengasihi dan saling menghormati.

Tinggalkan komentar