Apakah Tuhan penyebab dosa kita?

Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: ”Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut. Yakobus 1: 13-15

Dari manakah datangnya dosa manusia? Apakah Adam dan Hawa dibuat jatuh oleh Tuhan? Pengakuan Westminster Bab 3 Poin 1 menyatakan:

Allah, dari kekal, telah menetapkan segala sesuatu yang terjadi, melalui rencana kehendak-Nya sendiri yang berhikmat sempurna dan mahakudus, dengan bebas dan tidak dapat diubah-ubah. Namun, dengan demikian Allah tidak menjadi Penyebab dosa, kehendak makhluk tidak diperkosa, dan kebebasan atau sifat kebetulan sebab-sebab sekunder tidak dihapuskan, malah diteguhkan.

Dosa terjadi karena manusia mempunyai kemampuan dan kebebasan untuk memilih. Dosa terjadi bukan karena Tuhan yang membuat manusia jatuh. Hal ini karena Tuhan tidak mau melanggar kebebasan makhluk-Nya yang merupakan agen bebas. Tuhan tidak mau memanipulasi hati atau kehendak manusia. Manusia mempunyai tanggung jawab moral atas pilihan dan kehendaknya. Keputusan dan tindakan agen bebas tersebut bergantung pada penyebab sekunder, yang terkadang terlihat kebetulan, yang sudah ditetapkan oleh Tuhan.

Kehendak manusia tergantung pada penyebab sekunder yang ada di sekelilingnya, yang menentukan untuk menjadi apa yang paling menarik dan menentukan pada saat manusia mengambil keputusan. Tuhan tidak melanggar kehendak bebas manusia. Jadi, ketika seorang manusia bertindak sebagai agen bebas yang secara rasional berbuat dosa, dia bertanggung jawab penuh atas dosanya. Pengakuan Westminster ungkapkan gagasan ini dengan indah: “Allah tidak menjadi Penyebab dosa, kehendak makhluk tidak diperkosa, dan kebebasan atau sifat kebetulan sebab-sebab sekunder tidak dihapuskan, malah diteguhkan”.

Tuhan menetapkan segala sesuatu melalui rencana dan kehendak-Nya. Itu adalah sebuah kebenaran. Namun, pengakuan Westminster berhati-hati untuk memagari doktrin ini dari segala jenis fatalisme. Kita harus yakin bahwa Allah itu kudus dan suci pada saat memungkinkan adanya dosa. Dia yang mahasuci tidak bisa menciptakan dosa, berbuat dosa, juga tidak membujuk siapa pun untuk berbuat dosa (Yakobus 1:13). Tetapi Allah menggunakan orang-orang berdosa sebagai alat di tangan-Nya yang berdaulat untuk mencapai tujuan-Nya yang baik dan benar (Yesaya 10:5-7, 15).

Seperti yang tertulis di atas, penetapan mutlak Tuhan tidak berarti bahwa “kebebasan atau sifat kebetulan sebab-sebab sekunder dihapuskan, tetapi justru diteguhkan.” Apakah penyebab sekunder itu? Penyebab sekunder adalah ‘sarana’ atau kejadian-kejadian lain di dunia untuk mencapai suatu tujuan. Allah telah menetapkan segala sesuatu yang akan terjadi. Tapi secara umum, apalagi di alam fisik, Dia tidak langsung mewujudkan apa yang ditetapkan-Nya secara langsung melalui intervensi.

Pengakuan Westminster juga mengajarkan bahwa meskipun ketetapan Tuhan adalah penyebab primer atau utama mengapa segala sesuatu terjadi, masih ada penyebab sekunder atau kedua yang Tuhan gunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-Nya. Allah memutuskan bahwa Putra-Nya akan mati, namun Ia melakukannya melalui tangan orang-orang jahat. Bahkan dalam beberapa hal seperti hasil lemparan dadu yang benar-benar acak atau prediksi super komputer yang bergantung pada kemampuan manusia, Tuhan masih mengontrol hasilnya (Amsal 16:33).

Jika Tuhan mahakuasa, mengapa Ia tidak mau melakukan intervensi? Sesungguhnya mujizat adalah peristiwa atau perbuatan yang ditimbulkan langsung oleh kuasa Tuhan, yang bertentangan dengan hukum alam dan di luar pengaruh penyebab sekunder. Ini masih bisa terjadi sampai sekarang. Tetapi keajaiban yang asli jarang terjadi, karena Tuhan secara umum memilih untuk mewujudkan apa yang Dia kehendaki melalui sarana atau penyebab sekunder. Allah melakukan intervensi di alam spiritual dalam tindakan seperti kelahiran baru; tetapi secara fisik dan alami itu jarang dilakukan kecuali selama periode ketika Allah menunjukkan kuasa-Nya melalui mukjizat, seperti selama pelayanan Tuhan Yesus di bumi. Meskipun adanya penyebab sekunder juga telah ditetapkan Tuhan, kita harus melihat itu telah ditetapkan menurut kodratnya.

Pengakuan Westminster mengajarkan bahwa ketetapan Tuhan tidak meniadakan realitas kehendak manusia. Tuhan telah menentukan peristiwa sebelum terjadi, tetapi manusia tetap bertanggung jawab atas pilihan mereka (Lukas 22:22). Pilihan manusia mengalir dari hati mereka sendiri (Amsal 4:23; Markus 7:21). Tetapi Alkitab juga menyatakan bahwa kehendak Tuhan bisa mengatasi hati manusia sehingga pilihan mereka, baik apa yang baik maupun apa yang jahat, bisa dipakai-Nya untuk memenuhi tujuan-Nya. “Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini.” (Amsal 21: 1). “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.” (Amsal 19:21).

Rencana Allah selalu konsisten dengan hikmat dan kekudusan-Nya yang tak terbatas. Ini adalah seperti yang dikatakan dalam Alkitab “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28). Maka Yusuf menjelaskan kepada saudara-saudaranya: “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” (Kejadian 50:20).

Hari ini, kesadaran kita bahwa ketetapan Allah adalah kekal tidak boleh mendorong kita untuk malas dan ceroboh dalam menggunakan sarana yang tepat untuk berbuat baik. Penetapan mutlak Tuhan atas segala sesuatu yang terjadi tidak melanggar kebebasan dan tanggung jawab makhluk-Nya. Karena itu Yakobus berkata, “Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: ”Pencobaan ini datang dari Allah!” Begitu pula Yudas dikutuk meskipun telah ditetapkan bahwa Kristus akan diserahkan olehnya: “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.”” (Matius 26:24). Petrus, dalam khotbahnya pada hari Pentakosta, dengan cara yang sama menuduh orang-orang Yahudi atas kejahatan mereka dalam membunuh Tuhan: “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.” (Kisah 2 :23). Setiap orang percaya harus mau bertanggung jawab atas cara hidupnya.

Tinggalkan komentar