Haruskah kita memikirkan dosa-dosa kita?

“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Roma 3: 23-24

Di kalangan Kristen injili dewasa ini, sudah menjadi hal yang lumrah bagi kita untuk menyatakan bahwa adanya dosa membuat setiap manusia tidak berbeda di hadapan Allah. Semua orang sudah berdosa adalah kehilangan kemuliaan Allah.

Jika ada kebenaran dan ketidakbenaran, kebenaran (kesempurnaan) bagi Allah adalah mutlak. Dengan demikian, secara umum semua dosa adalah sama di hadapan Allah, dalam arti bahwa semua dosa menurut definisinya “tidak benar” dan “tidak sempurna”. Segala sesuatu yang kurang suci adalah tidaklah kudus bagi Allah yang mahakudus. Karena itu, banyak orang yang menolak perlunya penekanan moralitas dalam iman Kristen, sebab tidak ada seorang pun yang bisa diselamatkan karena kesucian hidupnya.

Kita dapat membayangkan upaya manusia untuk mencapai kebenaran sebagai sekelompok orang yang mencoba melompati jurang. Beberapa mulai berlari; beberapa mencoba lompat galah; yang lain mencoba untuk terbang dengan mengepakkan tangan mereka untuk menyeberang – tetapi tidak ada yang bisa mencapai sisi lain. Tidaklah ada bedanya jika mereka jatuh pada jarak dua centimeter, dua meter, atau dua kilometer dari sisi lain, mereka semua jatuh ke jurang. Serupa dengan itu, semua dosa adalah sama bagi Tuhan. Tidak ada bedanya berapa besar dosa kita, kita semua akan jatuh ke dalam kematian kekal jika tidak ditebus oleh darah Kristus.

Sekarang, setelah kita menetapkan bahwa secara umum semua dosa pada dasarnya sama di hadapan Tuhan, kita perlu menambahkan beberapa detil yang membuat dosa berbeda. Bukan dari segi hukum dunia atau etika sosial, tapi menurut pandangan Alkitab.

Kita tahu bahwa nafsu dan perzinahan adalah dosa (Matius 5: 28), ini bukan berarti keduanya sama dalam segala hal. Memiliki nafsu seksual di dalam hati akan mempunyai konsekuensi di dunia ini, tetapi konsekuensi itu tidak akan separah melakukan perbuatan zina secara fisik. Melakukan satu perzinahan tidaklah sama dengan berkali-kali berzinah. Hal yang sama berlaku untuk menyimpan dendam jika dibandingkan melakukan pembunuhan. Mengingini sesuatu memiliki efek yang lebih rendah daripada mencuri. Dosa adalah dosa, tetapi tidak semua dosa menanggung hukuman atau menyebabkan akibat yang sama dialam kehidupan orang Kristen selama di dunia. Dalam pengertian ini, beberapa dosa lebih buruk daripada yang lain karena bertalian dengan apa yang kemudian terjadi sebagai buahnya.

Adalah kenyataan bahwa banyak orang Kristen merasa segan untuk mengutik-utik masalah dosa, apalagi dosa lama, dalam hidupnya. Mereka lebih senang untuk tidak memikirkannya. Mungkin mereka pernah merasa tersinggung dengan kecenderungan generasi sebelumnya untuk mengidentifikasi satu atau dua dosa sebagai dosa yang sangat berat. Karena itu, sebagian gereja ingin mencari cara yang lunak untuk menarik anggota baru yang mungkin alergi terhadap gagasan dosa. Dengan demikian, banyak pendeta yang hanya menekankan kutukan universal Alkitab atas keberdosaan manusia. “Semua orang telah berbuat dosa dan gagal mencapai kemuliaan Allah” (Roma 3:23). Namun mereka tidak menyerukan perlunya pertobatan seperti apa yang dikumandangkan para penginjil dari abad yang lalu.

Semua dosa sama di hadapan Allah dan setiap dosa akan menjauhkan seseorang dari surga. Alkitab menyebutkan bahwa mereka yang hidup dalam kekudusan akan masuk ke surga. “Tetapi anjing-anjing dan tukang-tukang sihir, orang-orang sundal, orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai dusta dan yang melakukannya, tinggal di luar.” (Wahyu 22:15). Pada saat penghakiman terakhir, tampaknya ada tingkat hukuman di antara para “anjing”, yaitu orang yang tidak diselamatkan: “Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.”” (Lukas 12:48). Jadi tidak semua dosa manusia memiliki bobot hukuman yang sama di neraka.

Kita tentu ingat bahwa Yesus pernah menjungkir balikkan begitu banyak meja di pelataran bait suci. Dia juga membalikkan pandangan kita bahwa semua dosa adalah sederajat. Meskipun Yesus memperingatkan kita untuk tidak membuat kesimpulan yang tergesa-gesa dan sederhana tentang siapa “orang-orang berdosa yang lebih buruk” (Lukas 13:1–5), dia juga memperingatkan kita bahwa beberapa orang berdosa, jika mereka tidak bertobat, akan menghadapi “hukuman yang lebih besar” ( Lukas 20:47). Dia mengajarkan bahwa sebagian orang akan menerima “pukulan ringan” pada hari terakhir sementara yang lain akan menerima “pukulan hebat” (Lukas 12:47–48). Dia berbicara tentang penghakiman terakhir yang “lebih dapat ditoleransi” untuk beberapa kelompok daripada yang lain, meskipun keduanya menuju ke neraka. Singkatnya, dia memberi tahu kita bahwa tidak semua dosa itu sama, dan neraka akan lebih buruk bagi sebagian orang.

Mungkin Anda berpendapat bahwa semua perbedaan derajat dosa hanya relevan untuk orang yang tidak dipilih Allah untuk ke surga. Itu benar. Dan untuk orang percaya, ada satu segi lain di mana semua dosa sama di mata Allah: semua dosa, tidak peduli seberapa besar atau kecilnya, dapat diampuni di dalam Kristus. Kitab Suci mengatakan bahwa “di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah” (Roma 5:20). Tidak ada satu dosa pun yang bisa mengalahkan anugerah Tuhan. Kita semua sama-sama berdosa di hadapan Allah. Tetapi, di dalam Kristus, kita dijadikan benar. Kita “oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus ” (Roma 3:24–25). Dengan iman kepada Kristus, kita dilahirkan kembali dan karena itu menang atas dosa: “sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita” (1 Yohanes 5:4). Masalahnya, siapakah orang yang sudah lahir dari Allah? Mereka yang benar-benar sudah lahir baru, pasti tidak akan tetap hidup dalam dosa yang lama, apa pun bentuknya.

Alkitab menyatakan dosa seksual sebagai apa yang memiliki konsekuensi yang lebih buruk daripada jenis dosa lainnya: “Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri.” (1 Korintus 6:18). Dalam hal ini, perbuatan maksiat dianggap terpisah dari dosa lain seperti ketidakjujuran, kesombongan, iri hati, dll. Semua dosa akan berdampak negatif pada pikiran dan jiwa seseorang, tetapi maksiat seksual akan segera dan langsung memengaruhi cara hidup seseorang. Jika tubuh umat percaya adalah rumah Roh Kudus, kehancuran yang ditimbulkan oleh percabulan akan berdampak secara nyata. Peringatan Tuhan terhadap dosa seksual dipeluas dalam peringatan ini: “Siapa melakukan zinah tidak berakal budi; orang yang berbuat demikian merusak diri.” (Amsal 6: 32). Tidak mengherankan, perzinahan bisa mengakibatkan timbulnya banyak dosa lain, seperti yang terjadi pada raja Daud yang menyebabkan kematian suami Batsyeba. Kehancuran seperti ini bisa terjadi pada hidup setiap orang Kristen.

Haruskah kita bersikeras bahwa beberapa orang yang kita kenal telah berbuat dosa lebih buruk dan jatuh lebih dalam? Dalam kenyataannya, semua orang memiliki tendensi untuk berpikir bahwa orang-orang tertentu “tidak pantas” untuk ke gereja mereka. Ini ada benarnya, dan karena itu banyak gereja mempunyai peraturan ekskomunikasi dan peringatan untuk jemaat yang hidup dalam dosa. Tetapi orang-orang yang bagaimana? Dan siapa yang ada dalam pikiran Yesus ketika dia memperingatkan tentang tingkat terendah di neraka? Mungkin kita berpikir tentang orang-orang yang kejam di abad-abad pertama atau pemimpin negara seperti Hitler dan Stalin. Tetapi, kita akan heran jika menyadari bahwa Yesus menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang religius yang terhormat. Pada zaman sekarang, orang-orang sedemikian mungkin menyukai kita dan kita berteman dengan mereka.

Di suatu tempat di tengah-tengah pelayanan-Nya, Yesus melihat kembali ke kota-kota Galilea “di mana sebagian besar pekerjaan hebat-Nya telah dilakukan” (Matius 11:20) – dan mulai mencela mereka. Mengapa begitu? Sejauh yang kita tahu, Khorazin, Betsaida, dan Kapernaum tidak terkenal karena kejahatannya. Ini adalah kota-kota kecil di Galilea, bertetangga dengan Nazaret. Kapernaum bahkan adalah “kota sendiri” Yesus selama pelayanannya (Matius 4:13; 9:1). Penduduk tempat-tempat ini kemungkinan besar adalah orang-orang Yahudi yang menghadiri sinagoga, menghafal Taurat, dan memelihara Sabat. Bagaimana mungkin mereka mengalahkan Sodom dalam hal dosa?

Para pendengar Yesus di Galilea memiliki rasa bersalah yang lebih besar bukan karena dosa-dosa mereka yang dianggap sangat keji. Orang-orang berdosa yang paling buruk di dunia ini, bukanlah mereka yang hidup dalam pesta pora, tetapi mereka yang terus berbuat dosa ketika mereka memiliki alasan dan kesempatan untuk bertobat. Tirus, Sidon, dan Sodom, dengan segala kejahatan mereka, hidup dan mati dalam kegelapan Injil. Chorazin, Bethsaida, dan Kapernaum melihat cahaya Injil yang menyala-nyala, tetapi mereka diam-diam menutupi dosa mereka. Para pendosa terburuk di dunia ini adalah mereka yang terus berbuat dosa ketika mereka memiliki alasan dan kesempatan untuk bertobat.

Tidak akan ada masalah pada hari terakhir jika kita telah hidup dekat Yesus sepanjang hidup kita. Warga Galilea dapat mengklaim hal yang sama: ” Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami”. Tetapi Yesus akan berkata kepada mereka: “Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan!” (Lukas 13:26–27). Pertobatan, bukan kedekatan, akan menjadi tanda para pengikut Yesus pada hari penghakiman.

Di sini Yesus tidak berbicara tentang orang-orang yang benar-benar percaya, benar-benar bertobat, namun iman mereka kecil, kekuatan mereka lemah, dan kebutuhan mereka akan belas kasihan sangat besar. Ia tidak akan mematahkan buluh yang terkulai seperti itu, ataupun memadamkan sumbu yang padam seperti itu (Matius 12:18-21). Dia berbicara tentang orang yang mengaku Kristen yang, meskipun akrab dengan Kristus dan mengenal Injil-Nya, belum mengikuti Yesus dengan sepenuh hati, belum membenci kejahatan mereka, belum meninggalkan dosa-dosa mereka yang tersembunyi.

Pagi ini, kita harus merenungkan sebuah pertanyaan penting. Apakah ada kemungkinan bahwa kita yang mendengar Injil Kristus, dan menyaksikan karya agung-Nya dalam kehidupan baru orang-orang di sekitar kita, dan mengucapkan pengakuan iman, dan dibasuh dalam air pembaptisan, dan mengambil bagian dalam Perjamuan Tuhan, dan menghadiri gereja sepanjang hidup kita – tetapi tidak benar-benar bertobat?

Iman yang suam-suam kuku, tanggapan setengah-setengah terhadap perintah Yesus akan memperburuk, bukan meredakan, murka Allah pada hari terakhir. Yesus sudah berkata bahwa lebih baik kita tersesat dalam api Sodom daripada mendengar, dan menyaksikan, dan mengulangi, dan mengambil bagian dalam hal-hal yang terlihat Kristen sepanjang hidup kita, namun tanpa pertobatan.

Mungkin beberapa dari kita membutuhkan dorongan untuk akhirnya bertobat dengan tulus, sementara yang lain membutuhkan bantuan untuk terus bertobat setiap hari. Jika demikian, kita hanya perlu terus percaya akan kasih Yesus. Kemarahan Yesus terhadap Khorazin, Betsaida, dan Kapernaum segera digantikan oleh salah satu undangan terhangat yang pernah Ia ucapkan.

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” Matius 11:28–30

Datanglah padaku. Tidak peduli berapa tahun seseorang hanya mencoba-coba Injil, tidak peduli berapa banyak kesempatan untuk bertobat yang telah mereka injak-injak, tidak peduli berapa banyak khotbah dan nasihat yang mereka hina, Yesus berkata, “Datanglah kepadaku.” Dia mengundang mereka yang terang-terangan membencinya sepanjang hidup mereka, dan Dia juga mengundang mereka yang secara diam-diam menolaknya. Yesus lemah lembut dan penuh kasih. Dia tidak senang dengan kematian orang fasik (Yehezkiel 33:11). Sebaliknya, Dia senang ketika orang jahat, setelah bertahun-tahun menolak dia, akhirnya datang, siap untuk bertobat dan menemukan peristirahatan mereka di dalam Dia.

Tidak semua dosa, dan tidak semua pendosa, adalah sama. Tetapi semua pendosa seperti kita memiliki obat yang sama: Juruselamat kita sudah datang, mati, dan bangkit sehingga tidak seorang pun yang mengakui dosa mereka dan bertobat akhirnya harus pergi ke neraka.

Tinggalkan komentar