“Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.” 2 Petrus 1: 5-7

Untuk menjadi anggota sebuah gereja, pada umumnya seseorang harus menerima semacam kursus dasar teologi yang dinamakan katekese atau catechesis. Katekese suatu bentuk pengajaran agama yang biasanya melibatkan pembacaan informasi dalam bentuk lisan. Instruksi biasanya didasarkan pada buku atau dokumen yang dikenal sebagai katekismus, yang berisi ringkasan prinsip-prinsip, terutama ajaran agama, seringkali dalam bentuk tanya jawab. Sementara katekismus adalah isi pengajaran, orang yang diajar disebut katekumen (dari bahasa Yunani untuk “orang yang diinstruksikan”) dan katekis adalah orang yang melakukan pengajaran. Jika instruksi itu disebut katekese, prosesnya disebut katekisasi.
Katekese merupakan salah satu bentuk pelaksanaan tugas mewartakan Injil yang diamanatkan Yesus Kristus (Matius 28:19-20; Markus 16:15). Katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang dewasa dalam iman, khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara sistemastis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen. Diambil dalam arti “tindakan pengajaran” dan “pengetahuan yang diberikan oleh pengajar”, istilah ini identik dengan katekismus.
Hampir semua katekismus mengandung empat unsur utama yang sama. Sekalipun isi doktrin katekismus sangat bervariasi dari gereja mula-mula hingga hari ini, sebagian besar katekese memasukkan empat pokok: Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, Sepuluh Perintah, dan ajaran tentang sakramen misalnya, Perjamuan Kudus dan baptisan. Dalam aliran Reformed, bahan katekisasi yang paling sering dipakai adalah singkatan dari Pengakuan Westminster (dari abad 17). Sayang sekali, apa yang disampaikan dalam program katekisasi gereja di Indonesia agaknya tidak mencakup keseluruhan pengakuan ini.
Orang Kristen sering mendefinisikan iman hanya sebatas yakin atau percaya kepada Tuhan dan firman-Nya. Jika ada orang yang kenal atau hafal beberapa ayat-ayat Alkitab di luar kepala, itu mungkin sudah dianggap beriman. Tetapi Rasul Yakobus sangat tidak setuju dengan definisi yang demikian. Melalui Ilham Roh, dengan keras Rasul Yakobus mengingatkan keduabelas suku Israel di perantauan lewat suratnya dalam Yakobus 2:19:
“Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.”
Iman ternyata tidak hanya sekedar “perasaan” percaya atau yakin saja. Hal tersebut terlalu abstrak dan sangat bias. Yang terpenting adalah bukti nyata yang dapat dilihat dari pengertian dan pelaksanaan yang benar, yang menggambarkan iman yang sesungguhnya. Tetapi, bagaimana kita tahu apa yang benar dan apa yang salah? Tentu kita memerlukan pengetahuan, seperti yang diingatkan oleh rasul Petrus dalam 2 Petrus 1:5-7:
“Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.”
Dengan demikian, sebagai orang Kristen kta harus tetap mau belajar teologi dengan tujuan berikut ini:
- Perdalam Pengetahuan Anda tentang Tuhan
Pengejaran utama teologi adalah untuk lebih memahami sifat Allah dan bagaimana Dia bekerja di dunia. Yesus memanggil kita untuk “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” (Matius 22:37). Anda tidak dapat benar-benar mencintai seseorang tanpa mengenalnya, sehingga proses belajar teologi akan memperdalam cinta Anda kepada Tuhan dan mempererat hubungan Anda dengan-Nya. - Pertahankan Iman Anda
Setiap hari, di seluruh dunia, orang Kristen ditantang oleh orang lain untuk membela iman mereka. Inilah mengapa sangat penting bagi orang Kristen untuk mengetahui tidak hanya apa yang mereka percayai, tetapi juga mengapa mereka mempercayainya. Teologi berusaha untuk memahami kepercayaan sentral Kekristenan dari semua sudut, menggunakan contoh-contoh dunia nyata dan mempersiapkan Anda untuk secara cerdas mempertahankan kepercayaan Anda ketika diperlukan. - Dapatkan Pengetahuan tentang Disiplin Lain
Untuk menjawab pertanyaan sulit tentang keberadaan dan sifat Tuhan, teologi harus menggunakan disiplin ilmu lain seperti sejarah dan filsafat. Ini mungkin sering ditentang oleh golongan tertentu karena dianggap antroposentris. Antroposentris adalah sebuah pandangan bahwa manusia sebagai pusat dari semuanya. Tetapi ini bukanlah apa yang benar. Mempelajari teologi justru memberikan kesempatan untuk mempelajari sejarah Yesus dan kekristenan mula-mula serta filosofi di balik apologetika, yaitu cabang teologi yang membela kebenaran Alkitab dari penolakan orang lain. - Memperkuat Ikatan Komunitas
Anda tidak dapat mempelajari teologi dalam ruang hampa. Anda membutuhkan guru dan mentor yang berpengalaman untuk membantu membimbing Anda sepanjang jalan. Mempelajari teologi dengan orang lain dalam kelompok atau lingkungan akademis akan membantu Anda menjalin hubungan jangka panjang dengan sesama orang Kristen. Dalam hal ini ada banyak ulasan teologi di berbagai situs internet di Indonesia; dan jika Anda bisa berbahasa Inggris, beberapa situs ini bisa saya rekomendasikan: Monergism, Desiring God, The Gospel Coalition, GotQuestions, dan Ligonier Ministries. - Belajarlah untuk Menjalankan Iman Anda
Karena teologi akan memperdalam pengetahuan Anda tentang iman Kristen dan menerapkannya pada situasi dunia nyata, itu akan mempersiapkan Anda untuk mengikuti jalan yang lebih berpusat pada Kristus. Perspektif filosofis dan historis yang ditawarkannya akan membantu menumbuhkan kepercayaan Anda pada Tuhan dan rencana-Nya bagi Anda. Jadi, Anda harus berhati-hati jika ada orang yang selalu mengumandangkan istilah “kembali ke Alkitab” atau “back to the Bible“, karena ada kemungkinan bahwa apa yang mereka sampaikan justru kurang benar. Mereka yang belajar teologi di seminari, bukan saja belajar ayat-ayat Alkitab, tetapi juga latar belakang kebudayaan, filsafat, humanisme dan sejarah manusia. Itu karena pelaksanaan iman kita selama hidup di dunia selalu bersangkutan dengan manusia dari berbagai latar belakang (Roma 3: 29).
Pagi ini, kita harus menyadari bahwa tanpa mempunyai pengetahuan yang benar, kita tidak akan tahu bagaimana kita dapat melakukan perbuatan baik yang menjadi ciri iman yang benar: penguasaan diri, ketekunan, kesalehan, kasih akan saudara-saudara seiman, dan kepada kasih akan semua orang. Semoga Anda selalu mau belajar teologi selama masih bisa!