Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Matius 23:23

Ada berbagai jenis humanisme di dunia, dan karena itu ada baiknya mengetahui perbedaan di antara mereka. Humanisme klasik, yang dikaitkan dengan Renaisans, menekankan estetika, kebebasan, dan studi tentang “humaniora” (sastra, seni, filsafat, dan bahasa klasik Yunani dan Latin). Humanisme sekuler menekankan potensi manusia dan pemenuhan diri sampai mengesampingkan semua kebutuhan akan Tuhan; itu adalah filosofi naturalistik yang didasarkan pada akal, sains, dan pemikiran pembenaran hasil akhir dari cara-cara. Humanisme semacam ini adalah bertentangan dengan iman Kristen.
Secara umum, humanisme adalah sistem pemikiran yang berpusat pada nilai, potensi, dan nilai kemanusiaan; humanisme berkaitan dengan kebutuhan dan kesejahteraan umat manusia, menekankan nilai intrinsik individu, dan melihat manusia sebagai agen otonom, rasional, dan moral. Sejauh mana sudut pandang yang luas ini diintegrasikan dengan kepercayaan Kristen yang menekankan bahwa Tuhan adalah sumber dari segala sesuatu yang baik akan menentukan apakah humanisme dapat digolongkan sebagai salah satu ajaran Kristen.
Humanisme Kristen yang benar mengajarkan bahwa kebebasan hati nurani individu, dan kebebasan intelektual adalah sesuai dengan prinsip-prinsip Kristen dan bahwa Alkitab sendiri mempromosikan pemenuhan manusia- berdasarkan keselamatan Allah di dalam Kristus, dan tunduk pada kendali kedaulatan Allah atas alam semesta. Humanisme Kristen memberikan pedoman lebih lanjut bagi kita dalam membangun kekristenan kita identitas sebagai warga dunia ini yang berkomitmen untuk mengikuti Yesus Kristus; pedoman yang memungkinkan kita untuk menghindari penerapan iman yang buruk di satu sisi, dan racun sekularisme yang sama buruknya di sisi lain.
Arti humanisme Kristen bagi mereka yang menerima kemanusiaan yang benar dari Kristus, dan berusaha untuk menjadi murid-murid-Nya yang baik di dunia, bisa diperjelas dalam beberapa hal:
- Kaum humanis Kristen selalu menekankan pentingnya pendidikan, bukan sekadar memperoleh keterampilan tetapi untuk memperoleh kebijaksanaan.
- Kaum humanis Kristen selalu menghormati perbedaan, namun mereka juga memiliki komitmen yang sama mencari dan mempertahankan kebenaran.
- Humanis Kristen selalu berkomitmen untuk kesejahteraan negara mereka, tetapi mereka melakukannya telah menjadi orang yang kritis, yang bisa menempatkan keadilan masyarakat di atas kepentingan kelompok sendiiri atau kepentingan politik.
- Humanis Kristen selalu mendorong kreativitas manusia dan menghargai keindahan.
- Humanis Kristen selalu peduli untuk memastikan bahwa ilmiah dan teknologi pembangunan melayani kepentingan bersama.
- Humanis Kristen selalu ingat bahwa semua manusia mempunyai hak yang sama dalam hal keadilan sosial dan hak azasi.
Jika kita melihat semua itu, sebagai bangsa Indonesia kita harus bersyukur bahwa negara kita mempunyai dasar negara yang menyokong prinsip humanisme yang sesuai dengan iman Kristen. Tetapi, bagi kita orang percaya, semua itu bergantung pada cara pelaksanaannya, bukan seperti yang diyakini orang Farisi.
Yesus mengatakan beberapa hal yang kasar kepada dan tentang orang Farisi. Konfrontasi paling terkenal antara Yesus dan orang Farisi ditemukan dalam Injil dan disebabkan oleh perselisihan tentang bagaimana menjalani kehidupan yang murni, persepuluhan, dan hukum Sabat (Mat 12:2, 12-14: 15:1-12; Markus 2 :16; Lukas 11:32-54). Jika kita meneliti apa yang dilalkukan orang Farisi pada saat itu adalah bersangkutan dengan “anti humanisme”. Mereka selalu memikirkan hasil akhir, tetapi memakai cara-cara yang tidak benar.
Matius mencatat salah satu contoh Yesus berbicara tentang orang Farisi. Yesus memberi tahu orang banyak itu karena para ahli Taurat dan orang Farisi “telah menduduki kursi Musa” dalam arti kursi kepemimpinan. “Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” (Mat 23:3). Intinya, Yesus berkata bahwa beberapa hal yang mereka ajarkan tentang Tuhan dan Kitab Suci adalah baik dan benar. Jadi, dengarkan pengajaran mereka. Tetapi karena orang Farisi tidak hidup secara benar seperti yang mereka khotbahkan, Yesus memperingatkan, jangan hidup seperti mereka.
Apakah semua orang Farisi buruk? Tidak semua orang Farisi adalah fanatik agama munafik, yang menyebabkan kesusahan bagi orang lain. Kita juga melihat dalam Alkitab bukti tentang orang Farisi yang tulus dan tulus dalam iman mereka. Simon orang Farisi mengadakan perjamuan untuk Yesus (Lukas 7:37). Orang-orang Farisi memperingatkan Yesus tentang rencana Herodes untuk membunuhnya (Lukas 13:31). Nikodemus (Yohanes 3) adalah seorang Farisi yang berkuasa dan anggota Sanhedrin. Nikodemus pergi bersama Yusuf dari Arimatea untuk mempersiapkan jenazah Yesus untuk penguburan (Yohanes 19:39). Mereka adalah orang Farisi yang mengenal prinsip humanisme.
Kebanyakan orang Farisi telah menjadi begitu terfokus pada banyak aturan kecil yang telah mereka ciptakan untuk menunjukkan kebaikan pribadi, sehingga mereka justru mengabaikan keinginan Tuhan untuk memiliki hubungan kasih berdasarkan kasih karunia. Ketika agama kita menjadi cara dan aturan, dan lebih terfokus pada apa yang benar dan salah, kita melupakan perintah Yesus untuk mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama (Mat 22:36-40). Kita dipanggil untuk menghasilkan buah, bukan menjadi pengawas buah. “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yohanes 13:35).
Sebagai manusia, kita juga memiliki kecenderungan alami untuk mengabaikan anugerah Tuhan, menjalankan kewajiban agama agar terlihat suci sekalipun tanpa ketulusan, dan terjebak dalam perbedaan teologi kecil yang membuat kita, seperti orang Farisi yang dicela Yesus, lupa untuk mencintai sesama kita dan menolak mentah-mentah prinsip-prinsip humanisme Kristen.
Humanisme Kristen berpendapat bahwa manusia memiliki martabat dan nilai karena manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 1:27). Sejauh mana manusia adalah agen yang otonom, rasional, dan bermoral itu sendiri merupakan cerminan dari keberadaan mereka yang diciptakan sebagai gambar Allah atau imago Dei. Nilai manusia diasumsikan di banyak tempat dalam Kitab Suci: dalam inkarnasi Yesus (Yohanes 1:14), belas kasihan-Nya kepada orang-orang (Matius 9:36), perintah-Nya untuk “mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri” (Markus 12:31), dan Perumpamaannya tentang orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:30–37). Kiasan Paulus terhadap tulisan-tulisan sekuler (Kis. 17:28; Titus 1:12) menunjukkan nilai pendidikan klasik dalam menyampaikan kebenaran.
“Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Matius 25:35-40
Kaum humanis Kristen memahami bahwa semua harta hikmat dan pengetahuan tersembunyi di dalam Kristus (Kolose 2:3) dan berusaha untuk bertumbuh menjadi pengetahuan penuh tentang segala hal yang baik untuk pelayanan Kristus (Filipi 1:9; 4:6; bandingkan Kolose 1 :9). Tidak seperti humanis sekuler yang menolak gagasan tentang kebenaran yang diwahyukan Tuhan, humanis Kristen berpegang pada Firman Tuhan sebagai standar untuk menguji kualitas segala sesuatu.
Humanis Kristen menghargai budaya manusia tetapi mengakui efek intelektual dari sifat kejatuhan manusia (1 Korintus 1:18-25) dan adanya dosa di setiap hati manusia (Yeremia 17:9). Humanisme Kristiani mengatakan bahwa manusia mencapai potensi penuhnya hanya ketika dia masuk ke dalam hubungan yang benar dengan Kristus. Saat diselamatkan, ia menjadi ciptaan baru dan dapat mengalami pertumbuhan di setiap bidang kehidupan (2 Korintus 5:17).
Tidak semua kaum Kristen memandang humanisme Kristen sebagai sesuatu yang baik, karena istilah humanisme sering berkaitan dengan usaha manusia untuk mencapai apa yang dingini menurut cara manusia dan berpusat pada manusia. Tetapi, humanisme Kristen yang benar harus mengakui bahwa setiap usaha dan pencapaian manusia harus berpusat pada Kristus. Kita harus menghindari sikap orang Farisi, dan karena itu segala sesuatu harus kita lakukan untuk kemuliaan Tuhan dan bukan untuk kesombongan atau promosi diri (1 Korintus 10:31). Kita harus berusaha untuk melakukan yang terbaik secara fisik, mental, dan rohani dalam segala hal yang Tuhan ingin kita lakukan agar kita menjadi umat-nya yang setia.
Pagi ini kita diingatkan bahwa sebagai orang Kristen tita tidak boleh menjadi orang yang mengerti dan mengajarkan apa yang ada dalam Alkitab, tetapi enggan untuk melaksanakannya. Sebaliknya, kita harus harus menggunakan Alkitab sebagai pedoman untuk secara aktif terlibat dalam kegiatan yang berguna untuk masyarakat dan menjadi suara yang menegaskan nilai dan martabat kemanusiaan sebagai gambar Allah dalam usaha melawan semua pengaruh yang tidak baik di dunia.
“Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!” Roma 12: 15