Jangan akui Yesus sebagai Tuhan kalau Anda tidak mau tunduk kepada Dia

“Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Karena Kitab Suci berkata: ”Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.” Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.” Roma 10: 9-13

Yesus adalah Tuhan. Itu adalah kebenaran, apakah orang mengakui fakta atau tidak. Dia lebih dari Mesias, lebih dari Juruselamat; Dia adalah Tuhan dari semua. Suatu hari nanti, semua akan tunduk pada kebenaran itu: “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: ”Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Filipi‬ ‭2‬:‭9‬-‭11‬ ).

Secara umum, seorang tuan (lord) adalah seseorang yang memiliki wewenang, kendali, atau kekuasaan atas orang lain; mengatakan bahwa seseorang adalah “tuan” berarti menganggap orang itu sebagai boss atau penguasa. Pada zaman Yesus kata tuan sering digunakan sebagai gelar penghormatan terhadap otoritas duniawi; dan ketika penderita kusta memanggil Yesus “Tuhan” atau “Lord” dalam Matius 8:2, dia menunjukkan rasa hormat kepada Yesus sebagai seorang penyembuh dan guru (lihat juga Matius 8:25 dan 15:25).

Fakta bahwa Yesus disebut sebagai Tuhan tidak berarti bahwa orang-orang mengakui Ketuhanan-Nya. Kata Yunani untuk Tuhan, kurios, dapat digunakan untuk nama Tuhan – Jehovah atau Yahweh. Namun kurios juga bisa menjadi cara yang sopan untuk menyapa seseorang. Misalnya, ada orang selain Yesus yang disebut sebagai kurios dalam Perjanjian Baru. Dengan demikian, ada orang-orang yang hanya menghormati Yesus sebagai manusia, dan bukan Tuhan yang berkuasa sepenuhnya atas hidup mereka.

Setelah kebangkitan, gelar “Tuhan”, sebagaimana diterapkan pada Yesus, menjadi lebih dari sekadar gelar kehormatan atau rasa hormat. Mengatakan, “Yesus adalah Tuhan,” menjadi cara untuk menyatakan ketuhanan Yesus. Itu dimulai dengan seruan Tomas ketika Yesus menampakkan diri kepada para murid setelah kebangkitan-Nya: “Tomas berkata kepadanya, ‘Ya Tuhanku dan Allahku!’” (Yohanes 20:28). Sejak saat itu, pesan para rasul adalah bahwa Yesus adalah Tuhan, artinya “Yesus adalah Allah.” Perlu dicatat bahwa tidak semua orang yang mengaku Kristen percaya bawa Yesus itu Tuhan apalagi Allah sekalipun mereka mengakui bahwa Ia adalah Juruselamat manusia. Mengapa demikian?

Dengan mengatakan, “Yesus adalah Tuhan,” kita berkomitmen untuk menaati-Nya. Yesus bertanya, “”Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Lukas 6:46). Pengakuan akan ketuhanan Yesus secara logis disertai dengan penyerahan diri kepada otoritas Yesus. Jika Yesus adalah Tuhan, maka Dia memiliki kita; Dia memiliki hak untuk memerintahkan kita apa yang harus dilakukan.

Seseorang yang mengatakan, “Yesus adalah Tuhan,” dengan pemahaman penuh tentang apa artinya (Yesus adalah Tuhan dan memiliki otoritas tertinggi atas segala sesuatu) telah dicerahkan secara ilahi: “Tidak seorang pun dapat mengatakan, ‘Yesus adalah Tuhan,’ kecuali dengan Roh Kudus” (1 Korintus 12:3). Iman kepada Tuhan Yesus diperlukan untuk keselamatan (Kisah Para Rasul 16:31). Hanya Roh Kudus yang bisa membuat manusia tunduk kepada Yesus.

Para pengikut kekristenan duniawi seakan menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat tanpa harus mengakui Kristus sebagai Tuhan. Mengapa begitu? Menurut pendukung posisi ini, seseorang diselamatkan jika mereka mengakui Kristus, bahkan jika mereka tidak pernah berubah dari hidup lama mereka. Mereka yakin bahwa untuk menjadi pengikut Yesus, orang tidak perlu menaati perintah dan ajaran-Nya.

Posisi ini menandai suatu perubahan yang signifikan dalam sejarah teologi Kristen terutama dalam dua abad terakhir, dan sudah membuat kekacauan dalam berbagai gereja. Bagaimana itu bisa terjadi? Para pendukung Kekristenan duniawi menuduh bahwa jika kita masih menegaskan bahwa perbuatan baik diperlukan dalam kehidupan orang percaya, kita sebenarnya menyangkal bahwa pembenaran Tuhan hanya melalui iman. Ini sudah tentu merupakan kekeliruan besar.

Jika kita tidak pernah melihat perbuatan baik dalam diri orang lain, kita harus meragukan apakah mereka benar-benar seorang Kristen, sebab mengasihi Kristus berarti kita menaati-Nya (Yohanes 14:15). Ketaatan kita memang tidak akan sempurna dalam kehidupan ini karena adanya dosa pada setiap orang. Meskipun demikian, karena adanya Roh Kudus iman yang sejati akan menghasilkan ketaatan, betapapun tidak sempurnanya itu.

Pada pihak yang lain, banyak orang yang mengaku Kristen tetapi tidak memiliki iman yang benar (Matius 7:21). Para pendukung kekristenan duniawi ini memberikan jaminan keselamatan palsu ketika mereka mengklaim bahwa adalah mungkin untuk dipilih oleh Tuhan untuk diselamatkan tanpa harus berubah hidupnya. Mereka agaknya percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat tetapi bukan sebagai Tuhan karena tidak adanya keharusan untuk taat kepada perintah-Nya.

Klaim ini hanya mengungkapkan bahwa para pendukung kekristenan duniawi sudah keliru dalam memahami posisi alkitabiah tentang keselamatan yang datang dari iman saja (sola fide). Alkitab sangat jelas bahwa kita dibenarkan bukan karena perbuatan, tetapi hanya karena iman (Galatia 2:16). Tetapi Alkitab sama jelasnya dalam mengemukakan bahwa iman yang membenarkan kita tidak pernah bekerja sendirian. Iman yang sejati harus ditunjukkan melalui adanya perbuatan baik dan ketaatan kepada Kristus dalam kehidupan orang percaya (Yakobus 2:17-18).

Orang Kristen sejati menjalani kehidupan yang selalu ditandai dengan peperangan antara Roh Kudus dan daging yang merupakan natur dosa lama kita (Roma 7:13–20; Galatia 5:16–24). Orang Kristen yang tidak merasakan adanya peperangan ini adalah orang yang terlena, atau orang yang belum pernah menerima Roh Kudus. Orang Kristen duniawi belum tentu selalu mengejar kekayaan dan ketenaran, atau selalu hidup dalam kebebasan seks, narkoba, dan pesta pora. Tetapi, mereka adalah orang Kristen yang tidak mempunyai minat atau semangat untuk berubah menjadi dewasa dalam iman. Paulus dalam ayat 1 Korintus 2: 13-14 berusaha untuk menjelaskan pentingnya hidup dalam kerohanian yang baik, dan ia berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepadanya oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. Sayang, orang Kristen duniawi tidak dapat menerima nasihat Paulus.

Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.” 1 Korintus 2: 13-14

Apakah ada orang Kristen yang tidak diselamatkan? Tidak. Tetapi, hanya Tuhan yang tahu mana yang benar-benar gandum dan mana yang ilalang. Pada pihak lain, adanya keinginan untuk taat dan beberapa perbuatan baik akan membuktikan bahwa orang Kristen bertumbuh dalam imannya. Itu berarti bahwa ketika kita tumbuh menjadi dewasa, kemenangan atas dosa yang telah dimenangkan Kristus bagi kita akan semakin nyata dalam hidup kita melalui semakin banyak kemenangan Roh atas kedagingan kita dalam hidup sehari-hari.

Hari ini, biarlah kita sadar bahwa pertumbuhan kedewasaan iman harus dinyatakan dalam hidup dalam ketaatan yang main lama makin besar kepada kehendak Tuhan yang sudah dinyatakan dalam Alkitab. Itulah tanda orang Kristen sejati!

Tinggalkan komentar