Amoral adalah antinomian

Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. Roma 13: 4

Minggu lalu, sewaktu saya pergi ke gym dan harus memarkir mobil, saya melihat tempat parkir yang kosong disebelah sebuah mobil yang berwarna puntih. Tetapi saya batal untuk mengambil tempat parkir itu karena mobil itu terlihat menduduki dua tempat parkir. Jika saya memarkir mobil saya di sebelahnya, itu berarti mobil saya harus menduduki dua tempat parkir juga. Garis pembatas tempat parkir sebenarnya adalah perlu untuk ketertiban pemarkir mobil guna kenyamanan mereka sendiri. Saya tidak tahu apakah mobil itu terkena “tilang”, karena sewaktu saya selesai berolahraga, mobil itu sudah tidak disitu.

Say tidak habis berpikir, mengapa orang sering melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan batasan moral. Dalam hal berpakir, pemilik mobil di atas sudah jelas melanggar peraturan. Sengaja atau tidak? Sudah pasti disengaja, karena sekalipun ia melakukan kekeliruan pada awalnya, ia tidak seharusnya membiarkan mobilnya menduduki tempat parkir lain yang disediakan untuk orang lain. Mungkin saja ia kurang mampu mengemudi, tetapi jika itu benar, tentunya ia belum siap untuk mengemudi di jalan raya. Sudah jelas perbuatan semacam ini adalah berlawanan dengan pedoman moral dan bahkan melanggar peraturan. Ini adalah perbuatan tidak sopan yang menggangu orang lain, perbuatan amoral dan juga bersifat antinomian. Perbuatan yang berlawanan dengan kasih.

“Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. ” 1 Korintus 13:5

Antinomianisme (Yunani Kuno: ἀντί [anti] “melawan” dan νόμος [nomos] “hukum”) adalah setiap pandangan yang menolak hukum atau legalisme dan menentang norma moral, baik moral agama atau moral sosial (Latin: mores), atau setidaknya dianggap melakukannya. Istilah ini memiliki makna religius dan sekuler. Dalam beberapa sistem kepercayaan Kristen, seorang antinomian adalah orang yang mengambil prinsip keselamatan dengan iman dan rahmat ilahi sampai menegaskan bahwa orang yang diselamatkan tidak terikat untuk mengikuti hukum moral yang terkandung dalam Sepuluh Perintah Allah. Antinomian percaya bahwa hanya iman yang menjamin keamanan abadi di surga, terlepas dari tindakan seseorang.

Perbedaan antara pandangan antinomian dan pandangan Kristen lainnya tentang hukum moral adalah bahwa para antinomian percaya bahwa kepatuhan terhadap hukum dimotivasi oleh prinsip internal yang mengalir dari kepercayaan dan bukan dari paksaan eksternal. Antinomianisme dianggap mengajarkan bahwa orang percaya memiliki “izin untuk berbuat dosa” dan bahwa dosa di masa depan tidak memerlukan pertobatan. Johann Agricola, seorang teman dan pengikut Martin Luther, adalah orang yang pertama kali dikaitkan dengan Antinomianisme, menyatakan “Jika Anda berdosa, berbahagialah, itu tidak akan ada konsekuensinya bagi orang pilihan”. Karena pendapat antinomiannya, ia kemudian menjadi musuh Martin Luther.

Apa guna moral dan hukum dalam kehidupan sehari-hari orang Kristen? Di negara demokrasi, rasa hormat kepada orang yang berkuasa atau para pemimpin memang diharapkan dari setiap anggota masyarakat. Tetapi, biasanya penghormatan itu tidak selalu harus berdasarkan hukum. Anak-anak belajar menghormati orang lain dari pendidikan orang tua mereka. Di sekolah, mereka diharuskan menghormati guru-guru berdasarkan peraturan sekolah yang tidak selalu tertulis. Dalam masyarakat, mereka belajar menghormati para pemimpin setempat, polisi, atau tokoh pemerintah lainnya sesuai dengan kaidah moral. Walaupun demikian, ada kecenderungan akhir-akhir ini bahwa rakyat, terutama kaum muda, kurang puas dengan apa yang diperbuat para pemimpin, dan kemudian melakukan ha-hal yang tidak baik, yang melanggar hukum Tuhan. Dalam keadaan sedemikian, tidak mengherankan adanya orang Kristen yang kemudian tidak peduli akan perlunya berbuat baik, dan tidak sadar bahwa itu adalah dosa.

“Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” Yakobus 4:17

Ayat di atas menyatakan bahwa pemerintah (baik pusat maupun lokal) adalah hamba Allah untuk kebaikan rakyatnya. Tuhan yang menghendaki adanya ketertiban menyuruh  seluruh umat-Nya untuk menghormati etika, peraturan, dan hukum negara dan menghormati mereka yang berkuasa. Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk menjadi terang dunia. Karena itu, kita harus bisa memberi contoh yang nyata bagaimana kita menghormati mereka yang berwenang (authority).

“Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.” Roma 13: 1

Sayang sekali bahwa di zaman modern ini, ada kecenderungan manusia di mana saja untuk mengabaikan Tuhan. Mereka mungkin menganggap bahwa Tuhan itu tidak ada atau tidak berkuasa atas hidup mereka. Mereka mulai kehilangan rasa hormat kepada hukum, moral, orang tua, guru, pendeta ataupun pemimpin yang seharusnya mempunyai otoritas atas beberapa segi kehidupan mereka. Kecenderungan untuk memberontak mulai muncul sejak saat mereka masih kecil, dan bertambah besar ketika mereka menjadi orang dewasa. Itu mungkin akibat cara mendidik orang tua atau pengaruh teman sebaya, dan juga karena mereka tidak mau tunduk kepada orang-orang yang dianggap “otoriter”.

Alkitab hanya memberi satu kemungkinan bagi umat Kristen untuk melawan otoritas penguasa jika mereka dengan otoriter menghalahgi kita untuk taat kepada firman-Nya. Dalam hal-hal lain, kita harus tunduk kepada otoritas pemimpin dan penguasa. Lebih dari itu, kita harus tunduk kepada kaidah moral orang Kristen:

”Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya: ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Matius 22:36-40

Mengapa kita perlu untuk mengerti implikasi dari hukum yang paling utama ini? Karena semua hukum dan prinsip moral orang Kristen adalah dilandaskan pada kedua hukum ini. Tuhan mengharuskan kita untuk menaatinya untuk kebaikan kita sendiri, untuk hidup damai dalam kasih Tuhan dan dalam kasih antar manusia. Ini berarti, dalam banyak hal kita harus tunduk kepada peraturan pemerintah mengenai pajak, pendidikan, obat-obatan, ketertiban sosial dan sebagainya. Kita harus bisa taat kepada semua peraturan secara obyektif dengan bimbingan Roh Kudus yang bekerja dalam hati kita.

Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita.” Roma 13: 5

Tinggalkan komentar