Naik pitam, naik darah dan naik palak

“Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu.” Kolose 3: 8

Tahukah Anda arti naik pitam? Pitam artinya pusing kepala (karena darah naik ke kepala). Apabila dipasangkan, naik pitam naik pitam artinya (menjadi) marah sekali (panas hati) sampai-sampai kepala menjadi pusing. Singkatnya, naik pitam memiliki arti atau makna yang sama dengan kata marah. Beberapa ungkapam yang artinya sama dengan naik pitam dan memakai kata ” naik” yaitu naik darah dan naik palak. Kalau naik darah mungkin dihubungkan dengan tekanan darah yang meninggi, naik palak berarti naiknya panas badan. Ketiga ungkapan itu serupa artinya dengan panas hati, murka, geram, geregetan, serangsang, pegal hati, mendidih, mengkal hati, meradang, dan banyak lagi lainnya.

Ayat mengenai naik pitam di atas adalah salah satu ayat yang cukup sering dikhotbahkan. Secara umum, apa yang ditulis rasul Paulus ini adalah nasihat yang baik kepada setiap orang Kristen. Dalam hidup sehari-hari, kita dinasihati bahwa apa yang buruk, seperti kemarahan, kegeraman, kejahatan, fitnah, sumpah-serapah dan lain-lainnya seharusnya dihilangkan dari kamus perbendaharaan kata kita. Semua ini belum tentu keluar dari mulut, tetapi sudah pasti berasal dari hati.

“Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.” Lukas 6: 45

Mengapa orang bisa menjadi sangat marah sampai melakukan perbuatan tercela? Biasanya kemarahan yang luar biasa disebabkan oleh harga diri yang terasa diinjak-injak oleh orang lain. Orang mungkin marah karena perlakuan orang lain, tetapi selama mereka tidak merasa tersudut atau sangat terhina, kemarahan itu biasanya dapat diredakan sebelum menjadi kegeraman. Sebaliknya, kemarahan yang didasari oleh kesombongan seringkali membuat orang murka dan mata gelap. Dengan demikian dosa terjadi karena munculnya pikiran dan tindakan jahat yang tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah (Yakobus 1: 20).

Tidak bolehkah orang Kristen marah? Tentu saja boleh jika itu pada tempatnya, misalnya ketika melihat adanya kejahatan atau ketidakadilan dalam hidup bermasyarakat. Walaupun demikian, kemarahan orang Kristen pada hakikatnya tidak boleh berdasarkan pada kebencian kepada individu atau golongan tertentu, tetapi kepada kejahatan yang mereka perbuat. Kemarahan yang pantas bukanlah untuk membenarkan atau menguntungkan diri sendiri, tetapi untuk menegakkan kebenaran bagi masyarakat, terutama bagi saudara-saudara seiman. Kemarahan tidak boleh berkelanjutan, tetapi harus dipadamkan secepatnya sebelum menjadi kebencian, sekalipun masalah yang dipersoalkan belum terselesaikan.

“Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.” Efesus 4: 26-27

Kemarahan kita sebaiknya ditujukan kepada apa yang menyebabkan hal itu terjadi, seperti masalah hukum, pendidikan, hak asasi dan keadilan sosial yang merupakan tanggung jawab yang berwenang. Dengan demikian, jika kita tinggal berdiam diri dan tidak mau menyuarakan apa yang baik menurut moralitas Alkitab kepada yang berwenang, kita membiarkan segala faktor yang jelek untuk mempengaruhi banyak orang di masa mendatang.

Dalam dunia orang pengikut Kristus, kita percaya bahwa kita bermoral dengan dapat berbuat baik. Pandangan yang baik mengenai hidup bermoral ialah untuk menyebarkan kasih yang sudah kita terima lebih dulu dari Tuhan Yesus, anak Bapa yang tunggal yang Bapa relakan untuk menggantikan kita dalam menebus dosa yang abadi. Hidup bermoral akan mengarahkan kita menjadi dapat berbuat baik karena kita sudah merasakan kasih-Nya terlebih dahulu

Tuhan kita adalah Tuhan yang mahakasih, tetapi Ia juga Tuhan yang bisa marah kepada umat manusia. Kemarahan yang muncul dalam bentuk yang mengerikan pernah terjadi ketika sekelompok manusia atau bangsa secara sengaja tidak mau menghormatiNya sebagai Tuhan yang mahakuasa dan mahasuci. Karena itu, Alkitab menuliskan bagaimana orang-orang yang melawan atau mengabaikan firman Tuhan mengalami nasib yang menyedihkan. Walaupun demikian, Tuhan tidaklah terus membenci semua orang yang jahat. Kepada orang yang mau bertobat, pengampunan dan keselamatan juga tersedia untuknya. Sebab itu, adalah kurang tepat jika kita menumpahkan amarah dan kebencian kita kepada individu tertentu, sedangkan penyebabnya tidak kita perhatikan. Kita juga harus ingat bahwa dibalik apa yang jahat, sering kali iblislah yang menjadi biangnya.

Sebagai manusia kita memang boleh marah jika itu memang sesuai dengan kehendak Tuhan. Tetapi, kemarahan yang tidak pada tempatnya, yang berlama-lama, yang tidak membawa kebaikan, yang disebabkan oleh kesombongan pribadi, yang mengabaikan hukum kasih, yang tidak berdasarkan kebenaran firman Tuhan, dan yang tidak membawa kemuliaan bagi Tuhan adalah kemarahan yang harus kita hindari.

Sebagai umat Tuhan kita percaya bahwa Ia mahaadil dan karena itu kita yakin bahwa Tuhanlah yang pada akhirnya mengambil tindakan yang paling tepat. Sungguh berguna nasihat Paulus kepada jemaat di Filipi agar mereka memusatkan hidup mereka bukan pada diri sendiri, tetapi pada semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji. Ini adalah tantangan bagi semua orang Kristen.

“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Filipi 4: 8

Tinggalkan komentar