Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Filipi 4:12-13

Adakah orang yang tidak ingin hidup nyaman? Jawabnya saya rasa bergantung pada definisi kenyamanan. Jika kenyamanan diartikan hidup yang berkelimpahan tanpa perlu berjuang, mungkin sebagian orang tidak mengingininya. Sebaliknya, hidup tenang dalam kemiskinan juga tidak menarik bagi banyak orang. Dalam hal ini, keseimbangan hidup adalah sulit dicari karena orang sering berada pada dua ekstrim: hidup yang berkelimpahan atau hidup yang penuh perjuangan. Hidup cukup dengan rasa syukur atas apa yang ada, adalah satu pedoman yang sulit dijalankan.
Banyak renungan Kristen yang membahas hidup yang penuh perjuangan, yang berusaha menguatkan mereka yang dalam penderitaan dan kekurangan. Tetapi, agaknya jarang ada khotbah atau renungan yang menguraikan masalah yang mungkin ada dalam hidup yang kelihatannya penuh berkat dan kenyamanan. Contoh yang ada dalam Alkitab tentang kehidupan Ayub yang nyaman, sering dibahas dari segi ketaatan Ayub selagi mengalami malapetaka yang disebabkan oleh iblis. Tetapi, kita harus ingat bahwa sewaktu Ayub belum mengalami serangan iblis, ia adalah orang yang berhati-hati dalam hidupnya.
Ayub 1:3-5 menyatakan bagaimana Ayub dan keluarganya hidup dalam kelimpahan dan kenyamanan. Ayub adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur. Anak-anaknya yang lelaki secara bergilir sering mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing dan saudara-saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka. Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka. Keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran atas nama anak-anaknya, sebab pikirnya: ”Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.” Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa. Ayub tahu bahwa hidup dalam kenyamanan bukanlah berarti hidup yang tidak bertanggung jawab kepada Allah.
Dalm kenyataannya, hidup dalam kenyamanan memang cenderung membuat manusia lupa akan Tuhan. Hidup dalam kenyamanan sering membuat orang lupa tentang adanya perjuangan yang lebih besar untuk menempatkan Tuhan di atas segala-galanya. Hidup dalam kenyamanan bisa membuat orang sulit untuk mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan karena kecilnya dorongan kebutuhan. Karena itu, orang yang hidup berkelimpahan membutuhkan usaha dan perjuangan yang lebih besar agar tetap bisa beriman dan berjalan dalam kebenaran Tuhan.
Komentar Paulus dalam ayat di atas dimaksudkan untuk mencakup semua situasi kehidupan manusia. Dalam tahanan rumah saat menulis surat ini, dia mengaku telah menemukan “rahasia” untuk bertahan dalam perjuangan untuk tetap teguh dalam iman. Seperti disebutkan sebelumnya, ini adalah pilihan yang disengaja untuk merasa puas, dalam kuasa Kristus. Paulus kadang-kadang tidak makan, dan pada waktu lain diberi banyak makanan. Ia tahu apa itu kekurangan dan ia tahu apa itu kelimpahan. Paulus pernah hidup dengan banyak dan dengan sedikit. Dia pernah mengalami lapar dan haus, tidak mempunyai teman, dan masih banyak lagi, seperti yang tertulis dalam surat yang ditulis jauh sebelum suratnya ke Filipi (2 Korintus 11:27-28).
Filipi 4:10–20 menjelaskan bagaimana orang Kristen dapat mengatasi kekhawatiran dan keinginan duniawi, apa pun keadaan mereka. Dengan membuat keputusan yang bertujuan untuk merasa puas dalam hidup, orang percaya dapat mempercayai Tuhan untuk memenuhi kebutuhan kita yang sebenarnya, dan tidak termakan oleh materialisme atau kecemasan. Paulus telah mempelajari keterampilan ini melalui banyak pencobaan dan pengalaman pelayanannya. Paulus juga mengucapkan terima kasih kepada jemaat di Filipi atas kemurahan hati mereka, dan mengungkapkan keyakinannya bahwa Allah akan memberkati mereka atas kemurahan hati mereka.
Paulus menampilkan orang-orang Kristen yang setia sebagai orang-orang yang sadar dan siap untuk menghadapi peristiwa kehidupan apa pun. Ia menyatakan bahwa ketergantungan pada kuasa Kristus tidak hanya membuat orang percaya bersukacita, namun juga menghasilkan kedamaian dalam hubungan kita dengan orang Kristen lainnya. Ini termasuk perlunya untuk menjadi orang pemaaf dan murah hati. Kita tidak boleh lengah dan merasa bahwa tidak ada yang harus kita pelajari dari keadaan kita saat ini. Kita harus yakin bahwa dalam keadaan apa pun Tuhan akan memberi kita bimbingan dan kekuatan jika kita tetap membina hubungan yang baik dengan Dia.
Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.1 Tesalonika 5:16-18