Dosa kecil dan dosa besar

“Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.” Yakobus 2:10

Meskipun semua dosa di hadapan Allah adalah serius dan patut mendapat hukuman kekal, masyarakat umum sering membedakan tingkatan dosa. Ada korupsi kecil, ada korupsi besar; ada bohong kecil, ada bohong besar. Apa yang kecil mungkin bisa ditolerir, dimaafkan, atau diampuni. Walaupun demikian, apakah Alkitab mengajarkan bahwa ada tingkatan dosa atau apakah semua dosa harus dipandang setara?

Secara umum orang Kristen percaya bahwa semua dosa itu sama. Yakobus 2:10 sering dikutip untuk menyatakan bahwa mengabaikan satu perintah Tuhan sama saja dengan mengabaikan seluruh hukum Tuhan. Dengan demikian, banyak orang berpendapat bahwa ini adalah bukti bahwa Alkitab tidak membedakan antara dosa yang lebih besar dan yang lebih kecil. Setidaknya dalam hal dampak buruknya, semua dosa adalah sama di hadapan Tuhan yang mahasuci. Tapi apakah ini benar?

Kita harus menjawab pertanyaan ini dengan hati-hati, namun baik Alkitab maupun teologi menyatakan bahwa beberapa dosa “lebih besar” dibandingkan yang lain. Tuhan kita Yesus menyatakan fakta ini ketika Dia berbicara kepada Pilatus:

Yesus menjawab: ”Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya.” Yohanes 19:11

Apa sebenarnya maksud Yesus? Di hadapan Allah semua dosa adalah dosa, namun Alkitab juga berbicara tentang tingkatan dosa, dan bahwa tidak semua dosa memiliki dampak yang sama.

Sebelum reformasi, dosa berat didefinisikan sebagai dosa yang “menghancurkan kasih amal dalam hati manusia karena pelanggaran berat terhadap hukum Tuhan; hal itu menjauhkan manusia dari Tuhan, yang sebenarnya merupakan tujuan akhir dan kebahagiaannya.” Dalam pemahaman ini, “pelanggaran berat” adalah penolakan yang disengaja atau disengaja terhadap Sepuluh Hukum. Kecuali pengakuan dosa dan penebusan dosa dilakukan, Tuhan tidak akan bekerja seperti biasanya atau memberi anugerah dalam diri seseorang, yang pada akhirnya menghasilkan hukuman kekal. Dalam pengertian teologi ini, Allah menerapkan karya Kristus kepada kita dengan menerima sakramen-sakramen yang telah Ia tetapkan dalam gereja. Pada akhirnya proses menjadi orang benar mencapai puncaknya dengan dibersihkannya dosa-dosa kita dan dimuliakan, sehingga memungkinkan kita untuk “melihat” Tuhan. Akan tetapi, dosa berat, jika tidak diakui dan dilakukan penebusan dosa, akan menghentikan seluruh proses ini, yang berakibat pada hukuman kekal.

Pada pihak lain, dosa ringan didefinisikan sebagai dosa-dosa kecil yang “memungkinkan amal tetap ada, meskipun hal tersebut menyinggung dan melukai hati Tuhan.” Ini agaknya dosa yang dianggap kurang serius, karena jika ada orang Kristen yang tidak mengaku dosa itu serta bertobat, hal-hal tersebut tidak akan menghentikan proses yang dimulai pada saat baptisan atas pekerjaan kasih karunia “membenarkan” dari Allah yang secara bertahap membuat seseorang menjadi lebih benar. Dosa-dosa ini mengakibatkan hukuman sementara, namun tidak menghilangkan keselamatan seseorang selamanya.

Berbeda dengan pandangan di atas, para Reformator tidak menyangkal adanya derajat dosa, namun bagi mereka, semua dosa adalah “berat” di hadapan Allah, dan satu-satunya harapan kita adalah kita dipersatukan dengan Kristus dalam iman yang menyelamatkan dan dinyatakan benar di dalam Dia. Agar kita sebagai makhluk yang jatuh dapat berdiri di hadapan Allah, kita membutuhkan penebusan Kristus yang sempurna yang diperhitungkan kepada kita dan seluruh dosa kita dibayar lunas melalui kematian-Nya yang menggantikan kita. Juga bagi orang percaya yang lahir dari Roh dan dipersatukan dengan Kristus sebagai kepala perjanjian karena pembenaran kita sudah lengkap di dalam Kristus, tidak ada dosa yang menghilangkan pembenaran kita, dan pada akhirnya menggagalkan pekerjaan pengudusan Roh dengan hilangnya keselamatan kita. Namun, meskipun menolak pembedaan dosa ringan dan berat, hal ini tidak berarti bahwa kita harus menolak pembedaan antara semua dosa yang setara di hadapan Allah dan berbagai tingkat dosa dalam kaitannya dengan dampak keseluruhannya terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat dan dunia

Para Reformator benar ketika mengatakan bahwa semua dosa berakibat pada kematian rohani dan jasmani (Roma 6:23). Dosa dihadapan Tuhan, apapun dosanya, akan menyebabkan kita berstatus bersalah, tercemar, dan jauh dari Tuhan (Efesus 2:1-3). Dalam hal ini, Yakobus 2:10 sekarang dapat digunakan secara sah: “Sebab siapa pun yang menaati seluruh hukum tetapi tidak melakukan satu hal pun, ia bersalah terhadap keseluruhannya.” Di hadapan Tuhan, pelanggaran terhadap satu poin pun dari hukum berarti melanggar keseluruhannya. Paulus menulis hal yang serupa: “Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat.” (Galatia 3:10). Melanggar satu perintah mengakibatkan kita patut dihukum di hadapan Tuhan.

Mengingat bahwa semua dosa menentang Dia, dan mengingat bahwa kehendak dan sifat Allah adalah standar moral alam semesta, Dia tidak dapat dan tidak mengabaikan dosa kita, apa pun dosa kita. Allah menentang dan menghukum semua dosa. Ketika ada dosa, Allah yang kudus akan menghadapi makhluk-makhluk-Nya dalam pemberontakan mereka; jika tidak, Allah bukanlah Allah yang kudus seperti yang Ia nyatakan. Inilah fakta yang sering ditentang orang yang tidak mau percaya akan adanya Allah yang mahakudus dan mahaadil.

Selain kekudusan Allah, terdapat pula keadilan-Nya, yang sama pentingnya dengan semua sifat-sifat-Nya yang lan. Tuhan tidak seperti hakim manusia yang mengadili orang lain dengan tidak membandingkannya dengan standar dirinya. Ketika Tuhan menghakimi, Dia harus berpegang pada tuntutan moralnya yang sempurna, yang berarti Dia tetap mempertahankan status-Nya. Dosa bertentangan dengan Tuhan yang berpribadi yang kudus dan adil, yang berarti bahwa semua dosa di hadapan Tuhan layak menerima kematian kekal. Agar keputusan-Nya bisa dinyatakan adil, Tuhan mengharuskan dosa kita dibayar lunas dan karena itu kita pantas untuk menerima hukuman mati.

Dalam hal ini, kita harus berpikir hati-hati tentang apa yang diajarkan Kitab Suci tanpa meremehkan kenyataan serius dari dosa manusia dan segala konsekuensi buruknya. Semua dosa di hadapan Tuhan, mengingat siapa Tuhan itu, pantas dan menuntut hukuman kekal, oleh karena itu kita membutuhkan seorang Penebus. Namun, Kitab Suci juga menyebutkan tingkat dosa tergantung pada konteks dan niat orang yang melakukan dosa, dan dampak dosa itu secara keseluruhan.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita tahu hal ini benar. Misalnya, mengucapkan kata-kata kotor kepada seseorang, atau menyimpan kebencian dalam hati terhadap orang lain adalah dosa yang serius (Yakobus 3:8-10). Namun, membenci seseorang sedemikian rupa sehingga seseorang merencanakan dan melaksanakan kematiannya adalah “lebih besar” dalam hal niat, akibat, dan hukumannya. Atau berpikir untuk berbohong. Berbohong kepada seseorang itu salah. Namun, berbohong sebagai pejabat pemerintah dan bertindak curang dapat mengakibatkan berbagai masalah. Sekali lagi, orang yang melakukannya, niat, konteks, dan konsekuensinya menghasilkan pelanggaran yang lebih “serius”. Perlu dicatat bahwa biasanya orang yang bisa melalukan dosa besar belajar dengan berbuat dosa kecil sebelumnya. Mereka yang berani melakukan dosa besar adalah orang yang tidak merasa bersalah melakukan dosa-dosa kecil pada masa lalunya. Mereka yang melakukan dosa besar tanpa segan adalah orang-orang yang sebelumnya belum pernah tertangkap atau dilarang untuk membuat dosa kecil.

Bagaimana pula dengan dosa seksual? Segala aktivitas seksual di luar perjanjian pernikahan antara seorang pria dan seorang wanita adalah dosa. Namun, kita memandang dosa seksual yang dilakukan antara orang dewasa dan anak-anak, atau dosa seksual yang merupakan distorsi terhadap tatanan ciptaan Tuhan, baik homoseksualitas maupun bestialitas, merupakan hal yang lebih serius dalam hal konsekuensi dan dampaknya terhadap orang-orang yang terlibat serta dampaknya yang lebih besar terhadap masyarakat. Ini berarti bahwa orang Kristen yang mendukung atau mengabaikan bahaya dosa-dosa seperti itu sudah melakukan dosa yang besar karena potensinya untuk mempengaruhi pandangan dan cara hidup orang lain. Ini berlaku terutama untuk para orang tua, pendidik, dan pimpinan gereja yang memilih untuk abstain dalam menyatakan hukum Tuhan.

Pagi ini, Alkitab menegaskan apa yang kita ketahui sebagai kebenaran dalam pengalaman kita sehari-hari. Karena kita diciptakan sebagai pembawa gambar dan kasih karunia Allah, kita tidak dapat menghilangkan kebenaran Allah dari kehidupan, hati nurani, dan diri kita sendiri. Marilah kita berusaha untuk hidup di dalam terang kebenaran Tuhan setiap hari!

Sumber: Degrees of Sin by Stephen Wellum, The Gospel Coalition

Tinggalkan komentar