“Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian.” 2 Korintus 7: 10-11

Allah menganugerahkan pengampunan kepada kita atas segala pelanggaran kita, setelah melunasi hutang dosa kita dan membatalkan tanggung jawab kita terhadap hukuman di kayu salib. Dia tidak pelit dalam memberikan belas kasihan, namun mengaruniai kita pengampunan dosa, sesuai dengan kekayaan kasih karunia-Nya. Kita bebas dari segala penghukuman. Namun, pada saat yang sama, kita tentu sedih jika ingat atas dosa-dosa kita di masa lalu, merasakan kerusakan yang masih kita alami, dan melihat perbuatan dosa kita yang masih berlanjut. Ini adalah perasaan orang Kristen yang sejati, yang tidak hidup dalam “mimpi indah” sebagai orang pilihan.
Martin Luther memakai ungkapan Latin simul justus et peccator untuk menyatakan keadaan orang percaya, yang berarti “secara bersamaan adil (atau benar) dan berdosa.” Dalam frasa ini, beliau mengkomunikasikan pemahaman teologis bahwa orang Kristen itu dibenarkan/benar dan sekaligus berdosa. Melalui iman, umat Kristiani dibenarkan di hadapan Allah karena dosa-dosa mereka diampuni dan kebenaran Kristus diperhitungkan kepada mereka. Namun, dalam kehidupan kita sebagai umat Kristen, masih ada perjuangan melawan dosa yang mengecilkan hati dan, sayangnya, dapat membawa konsekuensi yang sangat buruk selama hidup di dunia. Jadi, bagaimana kita, yang dibenarkan di dalam Kristus, menghadapi dosa yang terus berlanjut?
Pertama, kita harus mengingat siapa diri kita sebagai orang-orang yang dipersatukan dengan Kristus oleh iman. Rasul Paulus menulis dalam Efesus 1 bahwa kita telah ditebus, diangkat anak, diampuni, dan diberi berkat rohani, telah memperoleh warisan, dan banyak lagi. Ini adalah gambaran luar biasa tentang apa yang kita miliki di dalam Kristus karena anugerah Allah. Oleh karena itu, hubungan kita dengan dosa telah diubah sepenuhnya, dan cara kita menanggapi dosa berasal dari pemahaman kita tentang siapa diri kita di dalam Kristus. Sebagai orang Kristen sejati, kita harus terus-menerus mengingatkan diri kita sendiri tentang siapa kita di dalam Kristus dan apa yang telah Kristus lakukan bagi kita.
Sekalipun dengan pemahaman kita tentang siapa diri kita di dalam Kristus, kita masih sering menghadapi godaan. Godaan setiap orang Kristen tidaklah sama, namun kita semua bergumul melawan dosa ketika kita berusaha mengejar kekudusan yang Allah inginkan. Rasul Paulus sekali lagi memanggil kita untuk berdiri teguh dengan mengenakan “seluruh perlengkapan senjata Allah” (Efesus 6:10–20). Kita memerlukan ikat pinggang kebenaran, pelindung dada kebenaran, perisai iman, ketopong keselamatan, dan pedang Roh.
Kiasan tentang pertempuran melawan iblis sangatlah tepat. Kita harus berperang melawan hal-hal yang dapat menyebabkan kita menjauh dari Tuhan. Ini adalah perjuangan terus-menerus yang tidak akan berakhir sampai kita mencapai surga. Syukurlah, Roh Kudus sedang bekerja di dalam kita dan akan menolong kita dalam pergumulan kita hingga hari dimana kita akan dimuliakan dan pergumulan kita melawan dosa pada akhirnya akan berakhir.
Pada pihak yang lain, salah satu cara paling efektif dari iblis untuk mempermainkan orang Kristen adalah dengan berusaha meyakinkannya kalau dosa-dosanya tidak benar-benar diampuni, yang merupakan penghinaan bagi Firman Allah. Jika kita benar-benar menerima dan beriman percaya kepada Yesus sebagai Juru Selamat, tapi masih memiliki kekhawatiran mengenai ada tidaknya pengampunan yang sejati, bisa jadi kita sedang diserang oleh Iblis.
Iblis tidak suka ketika orang-orang dibebaskan dari cengkeraman mereka. Iblis akan selalu mencoba untuk menanam benih keragu-raguan dalam pikiran mereka mengenai realitas keselamatan mereka. Iblis berusaha membuat hidup orang Kristen tidak bahagia. Sebagai salah satu tipu daya Iblis , ia akan terus-menerus mengingatkan kita atas dosa masa lalu, yang ia gunakan untuk “membuktikan” bahwa Allah tidak mungkin mengampuni atau memulihkan kita. Oleh sebab itu, banyak orang Kristen yang berusaha berbuat ini dan itu untuk memastikan keselamatan mereka. Serangan Iblis ini merupakan tantangan nyata bagi kita untuk bisa sepenuhnya bersandar pada janji Allah dan percaya pada kasih-Nya.
Kitab 1 Yohanes 1:9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Sebuah janji yang luar biasa! Allah mengampuni anak-anak-Nya saat mereka berdosa, tetapi hanya jika mereka datang kepada-Nya dengan sikap bertobat dan meminta agar diampuni. Belas kasih Allah begitu besar sehingga dapat menyucikan pendosa dari dosa-dosa mereka dan menjadikannya sebagai anak Allah, dan dengan demikian, karena begitu besarnya, bahkan saat kita tersandung, kita masih mendapatkan pengampunan.
Pada saat bersamaan, harus dicatat bahwa bukan hal yang alkitabiah bagi orang yang telah diselamatkan untuk sengaja dan terbiasa melakukan dosa dan menjadikannya sebagai gaya hidup mereka (1 Yohanes 3:8-9). Inilah sebabnya mengapa Paulus mengingatkan kita: “Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji” (2 Korintus 13:5).
Sebagai orang Kristen, kita bisa tersandung, namun tidak mungkin hidup dengan gaya hidup yang terus menerus melakukan dosa, tanpa ada pertobatan. Kita semua memiliki kelemahan dan dapat jatuh dalam dosa, bahkan pada saat kita tidak mau berdosa (Roma 7:15). Seperti Paulus, respon orang-percaya seharusnya membenci dosa, bertobat darinya, dan meminta anugerah Allah untuk mengalahkannya (Roma 7:24-25). Meskipun kita seharusnya tidak terjatuh karena anugerah Allah yang memampukan, terkadang kita masih bisa terjatuh karena memilih bersandar pada kekuatan kita sendiri.
Saat iman kita menjadi lemah dan menyangkal Allah dalam perkataan dan hidup kita, seperti yang dilakukan Petrus, masih ada kesempatan untuk bertobat. Saat kita berdosa, Roh Kudus akan menginsyafkan kita dengan dukacita menurut kehendak Allah yang akan menghasilkan pertobatan (2 Korintus 7:10-11). Dia tidak akan menghukum jiwa kita; membuat kita merasa seolah-olah tidak ada harapan, karena tidak ada lagi penghukuman bagi mereka yang ada dalam Kristus (Roma 8:1). Keyakinan Roh Kudus dalam hati kita adalah gerakan kasih dan karunia. Kasih karunia bukanlah alasan untuk berdosa (Roma 6:1-2). Jangan sampai disalahgunakan. Dosa tetap harus dinyatakan sebagai dosa, dan tidak dapat diperlakukan seolah-olah itu bukan hal yang berbahaya atau tidak mengganggu. Orang-percaya tanpa pertobatan perlu dihadapi dengan kasih dan dibimbing kepada kebebasan. Orang-tidak-percaya perlu untuk diberitakan Injil supaya mereka bertobat.
Pagi ini, mari kita tegaskan cara memperbaiki hidup kita, karena kita telah menerima kasih karunia demi kasih karunia (Yohanes 1:16). Inilah bagaimana kita hidup, bagaimana kita diselamatkan, bagaimana kita dikuduskan, dan bagaimana kita dipelihara dan dimuliakan. Ketika berdosa, mari kita menerima kasih karunia dengan cara: bertobat dan mengaku dosa kita kepada Allah. Mengapa kita hidup dalam kecemaran saat Kristus menawarkan untuk membersihkan kita, dengan membenarkan kita di mata Allah?