Arti bekerja untuk Tuhan

“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Kolose 3: 23

Manusia memang diciptakan Tuhan untuk bekerja. Pada mulanya, pekerjaan bukanlah sesuatu yang berat ataupun hal kurang bisa dinikmati. Manusia tidak diciptakan untuk menjadi budak pekerjaan atau orang lain, sebaliknya untuk menjadi penguasa bumi, sebagai wakil Tuhan.

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” Kejadian 1: 28

Walaupun manusia tidak dapat dibandingkan dengan Tuhan pencipta-Nya, dalam batas-batas tertentu manusia bisa membuat atau menciptakan sesuatu yang baik atau indah bagi sesamanya. Itu memang tugas yang diberikan Tuhan kepada manusia sejak mulanya, untuk mengatur isi bumi ini sebagai utusan-Nya. Manusia, berbeda dengan makhluk lainnya, memang diberi-Nya kemampuan untuk melakukan apa yang perlu untuk jalannya kehidupan di bumi.

Sebagai manusia yang bisa berkarya, salah satu kewajiban manusia dalam membuat sesuatu hasil, baik itu kecil ataupun besar, adalah untuk merampungkan tugasnya dengan baik sehingga mereka yang memakai atau menggunakannya akan mendapat manfaat dan bukannya masalah.

Apapun peranan kita dalam hidup sehari-hari, kita harus bisa menjadi orang yang berguna untuk orang lain. Ini, jika dilihat dari sudut pandangan kekristenan, adalah sesuatu yang seharusnya karena Tuhan yang menciptakan manusia juga mempunyai prinsip yang sama: jika Ia bekerja, Ia bekerja sampai tuntas. Jika Ia mencipta, Ia menciptakan segala sesuatu sampai selesai dan berfungsi dengan baik.

“Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.” Kejadian 1: 31

Orang Kristen yang sadar bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk memuliakan Sang Pencipta tentu mengerti bahwa apapun yang mereka kerjakan, haruslah membawa kebaikan – seperti Tuhan yang sudah menciptakan segala sesuatu sehingga terlihat sangat baik dan berfungsi dengan sempurna. Dalam hal ini, pria maupun wanita yang mengurus rumah tangga sudah tentu adalah contoh pekerja yang baik, yang membawa kebahagiaan bagi pasangan dan anak-anak mereka.

Dalam kenyataannya, banyak manusia yang bekerja hanya untuk uang, sebagai keharusan, atau demi keuntungan dan kemasyhuran diri sendiri. Mereka sering kali bekerja secara asal-asalan dan tanpa memikirkan risiko untuk dirinya dan orang yang disekitarnya; dan karena itu bisa mendatangkan kekacauan dan penderitaan bagi orang lain. Manusia juga sering merasa malang karena harus bekerja keras untuk “mencari sesuap nasi” dan bekerja demi kesejahteraan orang lain. Tetapi, Alkitab justru menyatakan bahwa bekerja dalam bentuk apa pun adalah mandat yang datang dari Tuhan.

“Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.” Efesus 4:28

“Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna. Orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya sendiri.” 2 Tesalonika 3:10-12

Umat Kristen didesak untuk saling mengasihi melalui panggilan mereka, yang mencakup upaya membantu memenuhi kebutuhan orang lain dan bahkan melayani orang-orang yang bekerja bersama mereka (Efesus 4:28). Namun bukan hanya itu yang harus kita lakukan dalam panggilan kita: selain mengasihi orang lain melalui pekerjaan kita, kita juga harus bekerja keras dalam panggilan kita (2 Tesalonika 3:10–12).

Paulus mengkritik mereka yang “bermalas-malasan” dan “tidak sibuk bekerja”. Mengingat desakannya untuk bekerja demi kebaikan orang lain, tidak sulit untuk melihat mengapa dia tidak senang dengan mereka yang tidak bekerja dengan rajin. Gagal bekerja dengan tekun dalam tugas yang diberikan kepada kita adalah tindakan yang tidak menimbulkan kasih sayang bagi rekan kerja kita, karena hal itu memaksa mereka untuk mengambil alih tugas tersebut. Lebih jauh lagi, kegagalan untuk bekerja keras adalah kegagalan untuk mengasihi bawahan dan pemimpin kita. Kita juga melayani mereka dalam pekerjaan kita, dan kita tidak mencintai dan melayani mereka dengan baik dengan upaya yang sesedikit mungkin atau dengan membuang-buang waktu.

Rasul Paulus juga mengeluarkan kata-kata tegas bagi mereka yang menolak bekerja, dengan memberi tahu kita bahwa gereja harus menunjukkan kebijaksanaan dan kebijaksanaan dalam melayani mereka yang membutuhkan. Sederhananya, orang yang tidak mau bekerja “tidak boleh makan”. Jelas sekali, Paulus tidak memaksudkan mereka yang tidak bisa bekerja karena penyakit, cacat parah, atau penderitaan berat lainnya. Ia juga tidak berbicara tentang orang-orang yang dengan tekun mencari pekerjaan namun belum juga menemukannya. Sebaliknya, ia berbicara tentang mereka yang mampu bekerja namun tidak mau bekerja.

Umat Tuhan harus bermurah hati terhadap orang sakit, terhadap orang lemah, dan terhadap mereka yang sedang mencari pekerjaan namun tidak dapat menemukannya karena hal-hal di luar kendali mereka. Inilah salah satu alasan mengapa gereja harus berhati-hati dalam memilih pemimpin yang tidak hanya berbelas kasih tetapi juga cerdas. Mereka harus memberikan bantuan secara bijaksana, tidak menutup hati terhadap yang membutuhkan tetapi juga memberikan semangat kepada mereka yang mampu menghayati etos kerja tinggi berdasarkan Alkitab.

Faktanya, orang-orang beriman harus menjadi pekerja terbaik, apa pun panggilan mereka, karena kita telah diberikan dua motivasi kuat dalam bekerja: cinta terhadap sesama dan kemuliaan Tuhan. Kita semua harus mengingat komentar John Calvin: “Umat beriman harus sungguh-sungguh menjalankan panggilan mereka, dan mengabdikan diri mereka pada pekerjaan yang halal dan terhormat, yang tanpanya kehidupan manusia akan sengsara.”

Perintah Tuhan untuk mengasihi sesama kita bukanlah sebuah prinsip abstrak atau sebuah panggilan untuk sekedar sentimen belaka. Sebaliknya, kita harus mengasihi sesama kita secara nyata, dan kasih itu harus ditunjukkan bahkan ketika kita sedang bekerja dalam pekerjaan kita. Kita harus bertanya pada diri sendiri apakah orang lain akan melihat kita sebagai pekerja yang rajin. Orang juga bisa menilai apakah kita benar-benar suka menolong sesama pekerja. Jika tidak, itu mungkin berarti kita tidak mengasihi sesama kita sebagaimana seharusnya.

Hari ini marilah kita memikirkan apa yang perlu kita persiapkan dan lakukan di hari-hari mendatang. Firman Tuhan berkata bahwa Ia sudah menciptakan apa yang baik untuk kita, dan karena itu kita harus bisa memakai dan mengelolanya dengan baik. Biarlah kita mau bekerja untuk kemuliaan Tuhan dan bukan sekadar memenuhi kewajiban kita!

Tinggalkan komentar