“Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik.” Filipi 1: 15

Dalam Filipi pasal 1, Paulus berterima kasih kepada jemaat di Filipi yang telah mendukung pelayanannya. Bahkan ketika Paulus dipenjarakan atau dianiaya, mereka tetap bermurah hati dan setia. Paulus menyemangati orang-orang Kristen ini dengan menjelaskan bahwa semua penderitaannya adalah untuk tujuan yang baik. Bahkan yang lebih baik lagi, upaya-upaya untuk menganiaya Paulus ini sebenarnya telah menyebabkan Injil makin menyebar. Untuk itu, Paulus bersyukur. Dia sepenuhnya berharap untuk dibebaskan, dan bertemu kembali dengan orang-orang percaya di Filipi.
Di penjara, Paulus mendapat dua macam perlawanan, baik dari luar maupun dari dalam. Antagonisme dari luar datang dari penguasa Romawi. Permusuhan dari dalam datang dari gereja! Filipi 1:12–18 menjelaskan perspektif Paulus mengenai pemenjaraannya. Secara khusus, Paulus melihat banyaknya kesulitan dalam hidupnya sebagai hal yang baik, karena satu alasan: hal itu justru membawa pada penyebaran Injil. Paulus telah dipenjara; ini memungkinkan dia untuk berkhotbah kepada para sipir penjara. Paulus telah melihat orang lain mengulangi pesannya dalam upaya untuk menyakitinya; hal ini telah menyebabkan lebih banyak orang mendengar Injil. Bagian ini memperkuat argumen Paulus selanjutnya bahwa, baik melalui hidup atau mati, ia bermaksud untuk memuliakan Allah.
Mulai dari ayat 15 hingga ayat 17, Paulus membuat katalog tentang motivasi orang Filipi untuk memberitakan Injil. Pesan mereka sama (syukurlah!), tapi motifnya berbeda. ”Karena dengki dan perselisihan” adalah perpaduan antara motif-motif jahat yang digunakan untuk mengabarkan Injil. Pesan mereka bisa diterima, tapi motifnya lain! Di ayat 18, Paulus mencatat bahwa motivasi seseorang dalam memberitakan Injil tidak mengubah fakta bahwa Injil sedang diberitakan. Tuhan bisa memakai semua pemberitaan Injil untuk maksud pelebaran kerajaan-Nya.
Selain dua motivasi yang tidak pantas ini, Paulus mencatat bahwa beberapa orang yang memberitakan Kristus di Roma melakukannya “dengan niat baik”. Mereka mempunyai motivasi yang baik dan saleh untuk membagikan Kristus, dan membantu orang-orang terhilang untuk ditemukan di dalam Yesus. Pada saat itu, di awal tahun 60an M, banyak orang yang membagikan ajaran Yesus di Roma. Tak lama kemudian, kota ini akan dianggap sebagai ibu kota Kekristenan Barat.
Beberapa orang Filipi iri dengan popularitas Paulus di kalangan umat Kristen, sehingga mereka meniru pesannya agar mereka sendiri menjadi lebih populer. Berdasarkan penganiayaan yang dialami Paulus dan orang lain karena iman mereka, hal ini jelas bukan merupakan motivasi yang umum. Yang lain melihat Paulus sebagai saingan atau pesaing dan berusaha menjadi lebih populer melalui jangkauan khotbah mereka sendiri. Mungkin juga mereka yang membenci pesan Paulus sengaja menyebarkannya, untuk mengobarkan api musuh-musuhnya (Filipi 1:17).
Di zaman ini, semua penginjil dan pendeta memberitakan Kristus. Mereka tidak memberitakan Musa atau Abraham. Mereka mungkin saja adalah hamba-hamba Allah yang luar biasa, namun mereka bukan Kristus. Yesus lebih dari sekadar manusia; dia adalah “Allah dan Juruselamat yang agung” (Titus 2:13). Dia berdiri seperti gedung pencakar langit, yang jauh lebih megah jika dibandingkan dengan sebuah gubuk. Mereka tidak selayaknya merasa sudah menjadi hamba Kristus yang paling benar dan paling hebat.
Kita tentu tahu adanya tujuh sudut gelap hati manusia, yaitu tujuh dosa utama (seven capital sins) atau tujuh dosa mematikan (seven deadly sins). Sekalipun kita bisa mengatakan bahwa angka tujuh di sini merupakan kebetulan, namun dalam tradisi bapa-bapa gereja di abad mula-mula, angka tujuh menempati posisi yang unik. Ketujuh dosa utama tersebut adalah:
Kesombongan (Pride, Superbia)
Iri hati (Envy, Invidia)
Kemarahan (Anger, Ira)
Ketamakan (Greed, Avaritia)
Nafsu-birahi (Lust, Luxuria)
Rakus (Gluttony, Gula)
Kemalasan (Sloth, Acedia)
Iri hati adalah perasaan tidak setuju mendengar keberhasilan orang lain. Istilah ini selalu digunakan dalam arti negatif atau jahat dalam Perjanjian Baru. Beberapa pengkhotbah di Roma membenci keberhasilan pelayanan Paulus. Begitu juga banyak pendeta di zaman ini membenci keberhasilan pendeta lain, terutama jika itu terlihat dalam bentuk uang persembahan yang diterima. Dengan kesombongan dan kemarahan, mungkin mereka menyerang pendeta lain dengan alasan teologi yang berbeda, tetapi juga ada orang-orang yang sealiran tapi menyerang orang lain yang dianggap sebagai kurang berpengetahuan. Gereja dari awalnya sering kali dilemahkan karena hal-hal yang mematikan ini. Bayangkan sebuah gereja yang penuh dengan orang-orang yang terancam oleh orang lain. Perselisihan tidak bisa dihindari, dan kekacauan dan kehancuran lambat laun akan terjadi.
Dibutuhkan kedewasaan untuk bersukacita atas keberhasilan orang lain. Dibutuhkan adanya rasa syukur dan rasa cukup untuk menghindari ketamakan, dan kerajinan dalam mengabarkan injil harus tetap dipupuk untuk menghindari kemunduran. Ketidakdewasaan iman selalu membawa ke arah perbandingan diri dengan orang lain dalam pengertian yang salah. Iri hati tidak hanya berarti keinginan untuk memiliki apa yang dimiliki orang lain, tetapi juga berusaha merampas apa yang dimiliki orang lain. Dengan kata lain, dalam beberapa hal, rasa iri bertujuan untuk meremehkan keberhasilan orang lain. Jika sebuah gereja di kota kita diberkati dengan pertumbuhan yang signifikan, gereja lain mungkin berkata, “Yang mereka pedulikan hanyalah angka.” Iri hati tidak pernah menambah, itu selalu mengurangi kemampuan orang yang memilikinya. “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.” (Amsal 14:30); rasa iri akan membusukkan hati dan pikiran kita.
Akibat yang selalu muncul ketika seseorang merasa tersudut karena kesuksesan orang lain adalah perselisihan. Perselisihan adalah ekspresi permusuhan. Kedua kejahatan ini digabungkan menjadi satu dalam Yakobus 3:16: “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” Orang-orang mencoba mengungguli dan melampaui orang lain jika terdapat rasa iri dalam motivasinya. Apa yang terjadi sebagai akibat iri hati Kain adalah pembunuhan Habel, saudara kandungnya. Begitu juga, iri hari antar orang Kristen akan memadamkan rasa kasih kepada sesama.
Pagi ini, jika kita ke gereja, itu seharusnya bukan karena kita ingin mendengarkan khotbah pendeta yang ternama atau berapi-api. Kita seharusnya ingin mendengarkan firman Tuhan yang disampaikan oleh hamba-Nya yang rendah hati dan penuh kasih. Jika kita sering mendengarkan pesan pendeta-pendeta tertentu, perhatikan apakan ada nada kasih dalam pesan mereka. Jika kita menemukan adanya pesan-pesan yang berisi kesombongan, kebencian, kemarahan, iri hati dan ketamakan, biarlah Roh Kudus membimbing kita untuk bisa menemukan pesan-pesan orang lain yang berisi kerendahan hati, kebenaran, kesabaran, ketulusan dan kasih. Biarlah Roh Kudus juga membimbing kita sendiri untuk berani berpaling dari apa yang salah kepada apa yang benar.
“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Filipi 4:8