“Kiranya terjadilah begini: anak gadis, kepada siapa aku berkata: Tolong miringkan buyungmu itu, supaya aku minum, dan yang menjawab: Minumlah, dan unta-untamu juga akan kuberi minum – dialah kiranya yang Kautentukan bagi hamba-Mu, Ishak; maka dengan begitu akan kuketahui, bahwa Engkau telah menunjukkan kasih setia-Mu kepada tuanku itu.” Kejadian 24:14

Siapakah yang tahu jalan pikiran Tuhan? Tentu tidak ada seorang pun. Jika manusia dengan logikanya mencoba menduga apa yang akan terjadi, seringkali justru kejutan yang datang. Manusia kemudian dengan mudah berkata bahwa kehendak Tuhan tidak dapat ditolak. Tuhanlah yang membuat itu terjadi. Begitu anggapan sebagian orang Kristen.
Jika Tuhan tidak memberi kita kesempatan dan kemampuan untuk memilih, bagaimana pula dengan hidup pernikahan kita? Ada yang bilang bahwa pernikahan adalah seperti undian; jika kita mujur, kita akan mendapatkan seorang pasangan yang baik. Tetapi ada pula orang yang menyalahkan Tuhan jika ia mendapatkan jodoh yang dianggap kurang tepat. Selain itu ada orang yang menyesali hidup pernikahannya karena ia merasa salah pilih. Inilah masalah yang pelik, yang tidak mudah dijawab. Pada persoalan ini bergantung satu pertanyaan: apakah aku masih bisa memilih?
Pernikahan merupakan ide Tuhan untuk mempersatukan seorang pria dan wanita. Melalui pernikahan Allah memberi kesempatan kepada pria dan wanita untuk hidup bersama. Kehidupan bersama pria dan wanita ini harus didasarkan atas kasih karunia Tuhan. Pernikahan sebagai sebuah lembaga, ditetapkan oleh Allah sendiri (Kejadian 2:24), dan melukiskan persekutuan antara Kristus dan gerejaNya (Efesus 5:31-32). Dalam pernikahan suami dan istri mengikat diri dalam suatu tujuan yang kudus, untuk membangun rumah tangga bahagia dan harmonis. Sebagaimana Yesus Kristus mengasihi satu gereja dan gereja itu mengasihi satu Tuhan, demikian seorang pria dipanggil mengasihi satu wanita dan wanita mengasihi satu pria.
Pernikahan dengan demikian adalah hal mulia, yang dikaruniakan Tuhan, sejak manusia belum jatuh ke dalam dosa. Pernikahan adalah hal yang sangat penting. Kejadian 1:28 mencatat bagaimana Tuhan memberkati Adam dan Hawa sebelum mereka diperintahkan untuk beranak cucu. Karena itu, pernikahan harus ditempuh dengan rukun, sehati, setujuan, penuh kasih sayang, saling percaya, dan bersandar kepada kasih karunia Tuhan. Pernikahan tidak boleh ditempuh atau dimasuki dengan sembarangan, dirusak oleh kurangnya kebijaksanaan, direndahkan atau ditolak; melainkan hendaklah hal itu dihormati dan dijunjung tinggi oleh pria dan wanita dengan rasa takut akan Tuhan serta mengingat maksud Allah dalam pernikahan itu.
Pernikahan bisa dianggap sebagai patokan apakah manusia masih mempunyai kemampuan untuk memilih apa yang perlu dilakukan dalam hidupnya. Tetapi, terkadang kita membuat segalanya menjadi lebih rumit dari yang seharusnya. Kita menderita karena adanya kehendak Tuhan, berpikir bahwa memahaminya adalah sulit dan memakan waktu. Kita mempertimbangkan pilihan-pilihan kita secara serius, dan mengeluarkan banyak usaha dalam menentukan pilihan kita.
Memilih jodoh atau pasangan hidup memang bukan hal remeh dan mudah. Ada banyak kasus orang yang sudah menikah dan berpikir bahwa pasangannya adalah pasangan hidupnya yang tepat, tetapi pada akhirnya bercerai dengan alasan tidak cocok. Mengapa bisa tidak cocok, bahkan bercerai? Karena mereka tidak sungguh-sungguh saling mengasihi? Ataukah Tuhan jugalah yang menentukan mereka bercerai?
Tentu saja, ada kalanya pengambilan keputusan memerlukan pertimbangan yang mendalam dan langkah yang lambat serta hati-hati. Namun dalam banyak kasus, memahami kehendak Tuhan sebenarnya sederhana, dan tidak memerlukan tanda khusus dari atas atau wawasan luar biasa lainnya untuk membuat pilihan yang tepat. Kita bisa melihat hal ini dalam hal memahami kehendak Tuhan dalam panggilan kita.
Tuhan kita memberi kita prinsip-prinsip umum untuk diikuti, dan kitalah yang harus membuat keputusan berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. Sebagai contoh, hal memilih pekerjaan. Apakah panggilan untuk bekerja yang kita rasakan adalah benar? Apakah saya mempunyai keterampilan untuk melakukannya, atau dapatkah saya memperolehnya? Apakah orang lain percaya bahwa saya mempunyai bakat untuk pekerjaan tersebut? Dapatkah saya mencukupi kebutuhan keluarga saya, dan apakah saya bisa menikmati dalam melakukannya? Jika jawaban atas semua pertanyaan sederhana tersebut adalah ya, maka jawabannya sudah jelas: saya dapat dengan bebas memilih pekerjaan tersebut.
Walaupun demikian, kita bisa memperumit masalah dalam hal memilih pasangan. Jika kita masih lajang, mungkin kita berpikir kita memerlukan wawasan khusus dari Tuhan untuk memberi tahu kita siapa yang harus kita nikahi. Jika yang sedang mencari jodoh adalah anak atau teman kita, kita mungkin mencari wahyu khusus dari Tuhan mengenai orang yang hendak dinikahinya. Mungkin kita mendapat dorongan untuk berpikir seperti itu dari ayat di atas, di mana hamba Abraham berdoa memohon tanda mengenai siapa yang harus menjadi istri Ishak.
Percayalah bahwa Allah tidak pernah menjanjikan kepada kita wahyu khusus seperti itu, dan hal menemukan istri bagi Ishak adalah sebuah kasus khusus dalam sejarah penebusan manusia. Namun, Kitab Suci memberi kita prinsip-prinsip umum untuk mengambil keputusan ini. Apakah calon pasangannya adalah orang yang beriman (2 Korintus 6:14)? Jika Anda seorang wanita, apakah calon suami adalah seseorang yang bisa diterima sebagai pemimpin? Jika Anda seorang pria, apakah calon istri adalah seseorang yang dapat Anda pimpin secara rohani dengan kasih (Efesus 5:22–33)? Apakah calon pasangan tersebut adalah kerabat yang dilarang Allah untuk dinikahi (Imamat 18:6)? Jika Anda seorang wanita, apakah calon suami adalah seorang pekerja keras yang akan menafkahi rumah tangganya (1 Tim. 5:8)? Jika Anda laki-laki, apakah calon istri itu bijaksana (Amsal 19:14)? Apakah Anda menikmati kebersamaan satu sama lain (Penghkhotbah 9:9)? Jika pertanyaan-pertanyaan ini dapat dijawab secara positif dengan tegas, dan tidak ada keberatan yang masuk akal dari orang lain, maka tidak perlu Anda bingung atas keputusan tersebut. Calon pasangan Anda adalah pilihan yang baik, dan Anda bebas menikah dengannya.
Bagaimana pesan Alkitab kepada mereka yang sudah memilih pasangannya? Lagi-lagi merekalah yang harus memilih cara hidup mereka, yaitu untuk tetap hidup dalam satu iman sepanjang hidup mereka. Kesatuan dalam iman adalah satu hal penting dalam hubungan suami-istri. Kita yang sudah diselamatkan oleh Kristus, memiliki hubungan yang berdasarkan kasih. Dalam hal ini, doa sebagai bagian rutin dalam hubungan pasangan, merupakan praktik spiritual terpenting dalam kesuksesan hubungan mereka. Doa tidak hanya mengundang Tuhan ke dalam hubungan pada saat ketidakbahagiaan dan pergumulan, namun juga membantu pasangan menjadi lebih intim dan peduli satu sama lain. Bagaimana dengan pilihan Anda?
“Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap” 2 Korintus 6:14