Moralitas adalah mutlak perlu bagi umat Kristen

Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita. Roma 13: 5

Pada hari Sabtu yang baru lalu, Hamas—kelompok teroris Islam yang berbasis di Jalur Gaza dan didanai oleh Iran—meluncurkan serangan besar-besaran terhadap Israel selatan melalui laut, darat, dan udara. Hingga tulisan ini dibuat, lebih dari 1200 warga Israel telah tewas, 2900 orang terluka, dan ratusan lainnya disandera.

Gambar dan video yang muncul di media sosial sangatlah mengerikan: pengunjung pesta musik yang tidak menaruh curiga dibantai; seorang ayah membantu anak-anaknya melarikan diri melalui atap hanya untuk dibunuh; teroris mengarak seorang wanita telanjang di belakang truk pickup; seorang lansia yang selamat dari Holocaust dipaksa memegang senjata dan berpose bersama seorang tentara Hamas; seorang wanita muda dengan dua anak perempuan, usia 5 dan 3 tahun, disandera. Beberapa pihak menyamakan dampak psikologis yang menimpa Israel dengan tragedi 9/11 yang menimpa Amerika. Ini adalah pembunuhan massal paling mematikan terhadap orang-orang Yahudi dalam satu hari sejak Holocaust, dan hal ini pasti akan mengubah masyarakat Israel secara mendalam.

Terlepas dari perbedaan pandangan umat Kristiani mengenai posisi bangsa Israel modern dalam rencana penebusan Tuhan, ini adalah saat di mana kita perlu memiikirkan pentingnya moral dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak belajar menghormati orang lain dari pendidikan orang tua mereka. Di sekolah, mereka diharuskan menghormati guru-guru berdasarkan peraturan sekolah yang tidak selalu tertulis. Dalam masyarakat, mereka belajar menghormati para pemimpin setempat, polisi, atau tokoh pemerintah lainnya sesuai dengan kaidah moral. Walaupun demikian, dalam masyarakat tertentu ada orang-orang yang kurang peduli akan pentingnya moral, dan tidak sadar bahwa tindakan amoral pada umumnya adalah dosa. Sebagai akibatnya, banyak orang yang menganggap bahwa tujuan baik bisa dicapai dengan segala cara, termasuk dengan cara melanggar hukum, melakukan kejahatan dan perbuatan amoral.

Apa yang terjadi di dunia saat ini sebenarnya sudah diramalkan dalam Alkitab. Dalam kitab Kejadian 16:10-11 ada nubuat tentang bayi yang dikandung Hagar. Bayinya laki-laki dan dia harus memanggilnya Ismail, sebuah nama yang mengacu pada saat ketika Tuhan telah mendengar keluhannya dan membantunya. Dari Ismail kemudian muncul keturunan yang tidak dapat dihitung karena banyaknya.

Meskipun Ismail akan menjadi anak pertama yang lahir dari Abraham, namun ia bukanlah anak janji yang dijamin oleh Tuhan. Ini bukanlah cara Tuhan ingin memenuhi janji-Nya kepada dia. Maka anak sulung Abraham ini akan menjadi seekor “keledai liar” bagi manusia. Dia tidak akan menjadi orang yang suka hidup damai dengan orang lain. Tangannya akan melawan semua orang dan semua orang akan melawan dia. Dia akan hidup dalam permusuhan terhadap sanak saudaranya.

“Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya.” Kejadian 16:12

Pada akhirnya kita akan mengetahui bahwa keturunan Ismail menjadi orang Arab dari berbagai suku dan mereka telah bertentangan dengan orang-orang Yahudi selama ribuan tahun. Keturunan Ismail segera mengambil gaya hidup Badui, terpinggirkan dari masyarakat, berkomitmen pada kebebasan pribadi mereka di atas kebutuhan untuk diterima oleh orang lain.

Jika kita membaca sejarah di atas, kita harus mengakui bahwa di zaman modern ini, dalam negara mana pun ada kecenderungan manusia untuk mengabaikan Tuhan. Mereka mungkin menganggap bahwa Tuhan itu tidak ada atau tidak berkuasa atas hidup mereka. Mereka mulai kehilangan rasa hormat kepada hukum, moral, orang tua, guru, pendeta ataupun pemimpin yang seharusnya mempunyai otoritas atas beberapa segi kehidupan mereka. Di dunia yang penuh dosa, tidak sulit untuk menemukan tindakan yang tidak dapat dibenarkan di kedua sisi yang berkonflik. Siapa pun yang mengecam satu pihak akan segera disambut dengan jawaban: “Bagaimana dengan ini, itu, atau kekejaman lain yang dilakukan pihak lain?”

Kita harus menerima bahwa negara Israel tidak selalu bertindak tanpa cela dalam perlakuan mereka terhadap rakyat Palestina. Sebagai orang Kristen, kita tidak boleh menutup-nutupi setiap tindakan yang telah diambil oleh pemerintah atau militer Israel, sejak pendiriannya hingga saat ini. Kita melihat rasa frustrasi, rasa sakit, dan kesedihan yang dialami oleh orang-orang Palestina, dan kita harus menganggap serius perintah Alkitab untuk “menangis bersama mereka yang menangis” – termasuk dengan orang-orang Palestina yang berduka atas kematian mereka, baik dulu maupun sekarang. Namun adanya kesalahan yang tak terelakkan di kedua belah pihak tidak harus menghasilkan kebingungan moral bagi umat Kristen. Serangan Hamas terhadap Israel merupakan contoh nyata dari kesalahan yang dapat dikutuk dengan tegas tanpa ada keraguan.

Orang Kristen sejati selalu melihat hubungan antara tujuan dan tindakan. Jika Hamas hanya menyandera warga sipil, maka tindakan tersebut sudah merupakan tindakan yang jahat (Alkitab melarang penculikan), sekalipun tujuannya mungkin memiliki pembenaran militer – di masa lalu sandera telah ditukar dengan tahanan Palestina. Namun Hamas tidak hanya menyandera kombatan. Mereka sengaja merancang operasi militer dengan tujuan membunuh warga sipil. Korban sipil tersebut bukanlah korban tambahan akibat serangan terhadap sasaran militer; warga sipil sendirilah yang menjadi sasarannya. Tidak ada pembenaran alkitabiah untuk pembantaian ini, dan orang Kristen harus dengan tegas menyatakannya.

Jika kita tidak dapat membedakan antara kematian akibat kecelakaan mobil dan pembunuhan yang disengaja, sistem peradilan pidana kita akan berantakan. Dan jika kita tidak bisa membedakan antara pembunuhan terhadap kombatan dan pembunuhan terhadap warga sipil yang ingin damai, maka kita hidup dalam dunia nihilisme moral. Di dunia seperti ini, segalanya menjadi abu-abu dan kita tidak bisa membuat perbedaan yang membantu kita mengambil sikap politik dan moral. Tetapi, kekristenan sejati mempunyai moralitas yang berdasarkan Alkitab.

Kejelasan moral mengenai konflik yang terjadi saat ini juga membantu kita mempersiapkan diri menghadapi peristiwa-peristiwa yang belum diketahui dan mungkin terjadi dalam hidup kita. Dengan melatih otot daya pengamatan kita, kita menjadi lebih siap untuk berpikir dengan benar di masa depan. Daya tanggap moral yang baik bisa membuat kita melihat ketidakadilan, ketidakjujuran, kekejaman, dan kejahatan lain pada saat banyak orang Kristen lainnya menganggap itu barang yang lumrah di zaman moden. Visi moral kita yang kuat akan membawa kemuliaan bagi Tuhan; dan sebaliknya, orang Kristen yang mengabaikan moral akan mempermalukan Tuhan.

Tinggalkan komentar