“Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.” Filipi 1: 21-24

Pernahkah Anda membayangkan suasana perang, jika itu terjadi dalam lingkungan di mana Anda hidup? Bagi kita yang mengikuti berita media, mereka yang hidup dalam suasana perang terlihat sangat menderita. Banyak orang tua, wanita dan anak kecil yang harus mengungsi di tengah hujan bom, dan mereka yang tidak bisa atau tidak mau mengungsi tentunya harus bersembunyi di tempat perlindungan jika ada bahaya mengancam. Memang hidup manusia secara umum tidaklah mendapat jaminan bahwa segala sesuatu akan berjalan lancar; sebaliknya, berbagai bencana bisa datang tanpa diundang.
Dalam Filipi 1, Paulus mengalami “bencana” karena ia dianiaya dan harus masuk penjara karena mengabarkan injil. Hidup dalam penjara sudah tentu tidak enak, tetapi ia berterima kasih kepada jemaat di Filipi yang telah mendukung pelayanannya. Berbeda dengan beberapa jemaat lain yang menjauhkan diri ketika Paulus dipenjarakan, jemaat di Filipi tetap bermurah hati dan setia kepada Paulus.
Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus menyemangati mereka dengan menjelaskan bahwa semua penderitaannya bukanlah membawa rasa malu atau takut, tetapi adalah patut disyukuri karena adanya tujuan Tuhan yang baik. Upaya-upaya untuk menganiaya dan memenjarakan Paulus ini sebenarnya justru menyebabkan Injil menyebar ke mana-mana. Untuk itu, Paulus bersyukur. Walaupun demikian, dia berharap untuk dibebaskan pada saatnya, agar bisa bertemu kembali dengan orang-orang percaya di Filipi.
Ayat “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” adalah beberapa kata yang paling berkesan di seluruh Alkitab, tetapi sulit untuk ditiru karena pada umumnya orang tidak pasti apa untungnya kematian jika dibandingkan dengan hidup. Paulus pun tidak dapat memilih apa yang lebih baik di antara dua pilihan itu, tetapi bukan karena ia tidak tahu apa yang paling baik baginya.
Bagi Paulus, terlepas dari apakah keputusan pengadilan atas kasusnya adalah hidup atau mati, Paulus akan tetap setia kepada Tuhan. Ia tahu bahwa hidup di bumi ini berarti hidup bagi Kristus, namun kematian akan lebih baik lagi karena ia akan berada di hadirat Tuhan. Dengan demikian, Paulus tidak merasa terburu-buru untuk mati, karena penting baginya untuk menyebarkan Injil sejauh mungkin (Filipi 1:22).
Tulisan Paulus juga penting ketika kita membahas apa yang terjadi pada jiwa orang beriman setelah kematian. Beberapa orang berpendapat bahwa “tidurnya jiwa” itu mungkin terjadi. Pandangan ini menyatakan bahwa jiwa orang percaya memasuki keadaan tidak sadarkan diri, dan tidak masuk surga bersama Tuhan sampai hari kiamat nanti. Ayat ini menunjukkan kekeliruan dari ajaran ini. Paulus dengan jelas menyatakan harapannya untuk bersama Kristus pada saat hidupnya di bumi berakhir. Pandangan ini juga direfleksikan oleh Yesus ketika Dia mengatakan kepada pencuri di kayu salib bahwa dia akan berada di surga bersama-Nya “hari ini” (Lukas 23:43). Dengan demikian, Paulus mengerti bahwa kematian baginya adalah kebahagiaan yang instan dan abadi, yang bisa diterimanya karena janji Kristus.
Secara keseluruhan, Filipi 1:19–30 memperlihatkan Paulus yang merenungkan dua keinginan yang saling bersaing. Di satu sisi, sebagai orang percaya ia ingin melayani Tuhan dan membawa orang lain kepada Kristus melalui kehidupan mereka. Di sisi lain, seorang Kristen sewajarnya rindu untuk meninggalkan dunia yang penuh kekacauan, penderitaan dan kekuatiran, untuk secara instan hidup bersama Tuhan dalam kekekalan. Dengan demikian, adalah aneh jika orang Kristen memandang bahwa hidupnya di dunia ini adalah suatu kenikmatan yang perlu dirasakan sepuasnya dan untuk selama mungkin, tanpa memikirkan kewajiban atau pekerjaan untuk memuliakan Tuhan. Adalah menyedihkan jika orang Kristen masih merasa bahwa hidup setelah meningalkan dunia ini adalah sesuatu tanda-tanya yang menakutkan.
Peperangan di Ukraina belum berakhir, dan kini ada perang baru di Timur Tengah. Banyaknya korban yang jatuh membuat saya berpikir dalam-dalam. Kematian adalah sesuatu yang tidak terbayangkan sampai itu terjadi. Jika itu terjadi, kita lagi-lagi diingatkan bahwa manusia sebenarnya tidak mempunyai kontrol atas umurnya. Memang bagi banyak orang, kematian berarti akhir dari kegiatan hidup dan karena itu mereka berusaha keras untuk menghindarinya untuk tetap bisa menjalani cara hidup yang disenangi mereka. Sebaliknya, umat Kristen percaya bahwa mereka tidak dapat memperpanjang hidup mereka sedetikpun, tetapi mereka bisa memutuskan apa yang bisa dilakukan selama hidup.
Keyakinan bahwa hidup di surga itu lebih baik dari hidup di dunia seharusnya dipunyai oleh setiap orang percaya. Memang orang percaya bahwa dalam Kristus ada kebangkitan yang memungkinkan mereka untuk hidup bersama Kristus untuk selamanya. Walaupun demikian, mungkin tidak ada orang Kristen yang memilih untuk mati secepatnya. Kebanyakan orang Kristen mungkin mengakui bahwa saat untuk meninggalkan dunia ini ditentukan oleh Tuhan; tetapi, mereka akan memilih hidup panjang di dunia jika itu mungkin. Dalam hal ini, banyak orang Kristen merasa canggung untuk membicarakan hal kematian, karena kematian jasmani adalah suatu misteri yang tidak pernah dialami oleh orang yang masih hidup.
Apa yang harus dilakukan umat Kristen selama hidup? Sebagian orang Kristen percaya bahwa kata “harus” sudah tidak tepat karena penebusan melalui darah Kristus sudah melepaskan kita dari perlunya untuk berbuat sesuatu untuk Tuhan. Ada orang Kristen bahwa dengan berbuat baik, kita tidak menambah kebaikan pada diri kita: sebuah usaha yang sia-sia. Sebagian lagi percaya bahwa jika Tuhan ingin kita berbuat baik, Ia tentu akan membuat kita berbuat baik. Dengan demikian, sebagian orang Kristen merasa bahwa mereka tidak mampu ataupun perlu untuk memikirkan pentingnya bekerja untuk menghasilkan buah yang baik. Ini jelas tidak benar, karena dalam ayat di atas Paulus menulis bahwa hidup berarti bekerja untuk memberi buah bagi orang lain dan demi kemuliaan Tuhan. Pengertian Paulus tentang hidup ada karena ia sudah lahir baru dan disadarkan Tuhan bahwa hidup barunya adalah untuk menghamba pada Kristus. Kita patut merasa sedih jika ada orang Kristen yang masih takut akan kematian, atau masih menunda-nunda kesempatan untuk bekerja bagi Tuhan dan sesama.
Kita aman di dalam Dia sekarang, kita akan aman di hadapan-Nya pada saat kematian, dan kita akan sangat bahagia dalam tubuh yang baru dan sehat selama-lamanya di langit baru dan bumi baru. Bagaimana mungkin pengertian ini tidak akan mengubah cara hidup kita semasa hidup di dunia? Setiap orang yang sadar akan arti kematian dalam Kristus tentu akan hidup sesuai dengan firman Tuhan untuk kemuliaan-Nya karena rasa syukur yang besar!