Apakah Anda memiliki sahabat yang sejati?

“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” Yohanes 15:13-15

Teman adalah harta yang istimewa. Penulis buku Kristen yang ternama, C.S. Lewis, mengatakan bahwa persahabatan lahir “ketika dua orang atau lebih menemukan bahwa mereka memiliki kesamaan dalam wawasan, persoalan, minat atau bahkan selera yang tidak dimiliki oleh yang lain, dan yang sebelumnya diyakini sebagai keadaan uniknya atau bebannya sendiri” Lewis menyatakan bahwa pikiran yang muncul di awal sebuah persahabatan adalah seperti: “Apa? Kamu juga begitu? Saya pikir hanya saya satu-satunya yang mengalami.”

Secara alami, persahabatan adalah anugerah umum yang dimiliki oleh semua orang. Pengalaman dan minat yang sama dapat menghasilkan resonansi yang hangat dan bertahan lama di antara dua orang. Dan memang, ada kegembiraan tersendiri saat merasakan bahwa seseorang mengenal Anda, memahami Anda, dan menikmati kebersamaan dengan Anda dalam semua keadaan, sekalipun apa yang dialami adalah kurang menyenangkan. Sahabat yang sejati adalah teman dalam suka dan duka.

Benarlah jika seseorang berkata bahwa jika ia mempunyai satu teman sejati, ia harus menganggap dirinya diberkati. Hal ini sehubungan dengan banyaknya “teman” yang kita temui dalam hidup, sekalipun mereka kebanyakan adalah teman dalam keadaan dan saat tertentu saja. Apa yang dinamakan teman sehidup semati pun belum tentu merupakan teman yang terbaik. Karena teman sejati sulit didapat, ada ungkapan yang berbunyi: “Banyak musuh datang tanpa diundang, tapi seorang teman jarang ditemukan”.

Orang Kristen bisa berteman dengan orang yang tidak beriman seperti yang digambarkan C.S. Lewis. Persahabatan seperti itu juga bisa menjadi hal yang baik. Namun, umat beriman harus menyadari bahwa ada landasan rohani yang unik dalam persahabatan antara orang-orang Kristen yang melampaui apa yang mungkin terjadi pada mereka yang tidak mengenal Kristus. Mengapa begitu?

Umat ​​Kristen tidak hanya memiliki beberapa kesamaan; mereka memiliki seorang Sahabat yang sama. Persahabatan mereka dengan Yesus memberikan landasan spiritual dan tali pengikat yang kuat bagi persahabatan satu dengan yang lain. Sebab Yesus telah bersabda, “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yohanes 15:15). Sesama umat percaya bisa menjadi sahabat sejati karena tiap-tiap orang adalah sahabat Yesus.

Persahabatan Kristiani dipupuk ketika dua orang berbagi satu sama lain bagaimana pengalaman yang mereka alami dalam Kristus diwujudkan dalam pengalaman hidup mereka yang unik sebagai orang percaya. Mereka tahu bahwa mereka adalah sahabat Kristus karena Dia mati untuk mereka (Yohanes 15:13); dan persahabatan ini berkembang ketika mereka berbagi satu sama lain bagaimana Tuhan mengungkapkan hal ini kepada mereka. Mereka tahu bahwa Yesus berkata bahwa mereka adalah sahabat-Nya jika mereka menaati-Nya (Yohanes 15:14). Persahabatan ini diperdalam ketika mereka bisa berbagi pengalaman, baik yang indah maupun yang buruk, di mana mereka dapat menggunakannya sebagai dorongan untuk bertekun dalam mengikut Kristus. Hati umat Kristiani semakin erat saat mereka mempelajari kisah kasih karunia Tuhan dalam hidup mereka.

“Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!” Roma 12:15

Persahabatan Kristen biasanya memerlukan inisiatif khusus. Kadang-kadang umat Kristiani merasa kesepian dalam tubuh Kristus karena mereka tidak mengambil inisiatif untuk membuka hati satu sama lain mengenai pengalaman mereka bersama dengan Kristus. Seringkali percakapan kita tidak lebih dari sekadar pembicaraan tentang berita, pekerjaan, rekreasi, atau masalah kesehatan dan keluarga, seperti yang terjadi dalam acara reuni atau “kumpul-kumpul”. Lebih dari itu, acara kumpul-kumpul bisa memberi kesempatan untuk mendengarkan dan menyebarkan gosip.

Pada pihak lain, persahabatan yang sejati bisa lebih akrab daripada hubungan keluarga, dan sering kali seorang sahabat bisa mengenali Anda secara lebih baik. Mereka mendoakan hal yang lebih besar untuk Anda daripada Anda mendoakan diri Anda sendiri. Iman mereka bisa menguatkan Anda ketika iman Anda lemah. Mereka bisa memberi ruang kelegaan bagi Anda saat hidup tertekan, dan mereka ikut berduka jika Anda berduka, dan bersukacita bersama Anda pada saat semuanya baik-baik saja. Yang terpenting, sahabat sejati mengingatkan Anda dalam setiap pertemuan tetnang siapa dan apa yang paling penting diperhatikan dalam hidup. Yesus Kristus dan kasih-Nya.

Hakikat persahabatan Kristiani adalah persahabatan yang ditempa dalam api Roh Kudus dalam dua keyakinan:

  • Hanya Yesus yang dapat memuaskan jiwa, dan
  • Hanya kehendak-Nya yang layak untuk dilaksanakan.

Yesus adalah Roti Kehidupan kita, Air Kehidupan kita, Mutiara kita yang Sangat Berharga, Terang kita, Kebangkitan kita, Kehidupan kita. Bahaya terbesar bagi jiwa kita adalah kita mungkin tidak lagi tinggal di dalam Dia, mengikuti Dia, dan menemukan sukacita di dalam Dia. Oleh karena itu, hadiah terbaik yang bisa diberikan seorang sahabat adalah komitmen untuk memperjuangkan sukacita dan persekutuan kita dengan Kristus. Jika kita mempunyai hubungan yang baik dengan Kristus, kita akan bisa membina hubungan baik dengan sesama.

Sebaliknya, distorsi persahabatan yang paling buruk muncul ketika seorang teman mendorong kita, secara sadar atau tidak, untuk menempatkan kasih sayang kita di tempat lain. Tanpa disadari rasul Petrus melakukan distorsi semacam ini dalam Matius 16. Yesus mengatakan kepada murid-muridnya bahwa dia akan mati dan bangkit kembali (Matius 16:21). Petrus menegur Yesus dengan komentar yang tentunya bermaksud baik dari seorang teman setianya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” (Matius 16:22).

Tampaknya ini adalah bentuk persahabatan yang terdalam, paling tulus, dan paling indah, namun kata-kata Petrus menempatkannya di antara Yesus dan ketaatannya kepada Bapa. Ketidaktahuannya membuat seorang teman menjadi musuh, setidaknya untuk sesaat. “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Matius 16:23). Apa yang Petrus anggap bermanfaat, Yesus sebut sebagai penghalang. Apa yang Petrus anggap sebagai persahabatan yang saleh, Yesus menyebutnya perbuatan iblis. Hal yang serupa dapat terjadi pada diri kita yang berusaha menolong seprang sahabat; tetapi karena kita tidak benar-benar mengerti apa yang dikehendaki Tuhan, kita justru membuat mereka jatuh.

Pagi ini, jika kita memikirkan hubungan kita dengan orang lain, perlulah kita memisahkan mereka yang tergolong dalam kelompok sahabat duniawi dan mereka yang tergolong dalam kelompok sahabat surgawi. Sebagai orang Kristen, kita boleh saja bersahabat dengan semua orang karena panggilan kita adalah untuk mengasihi siapa saja, dan bahkan musuh kita (Matius 5: 44). Walaupun demikian, kita harus sadar bahwa hanya mereka yang sudah benar-benar menjadi sahabat Yesus akan dapat mengasihi kita seperti Yesus mengasihi kita. Sahabat yang sejati adalah orang-orang yang mau berkurban untuk kita, mau berjuang untuk kita, mau mengingatkan kita akan kesalahan kita, dan selalu berdoa untuk kita.

Tinggalkan komentar