“Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.” Yohanes 10:27-28

Apakah Anda yakin bahwa Anda adalah orang Kristen sejati yang sudah diselamatkan? Jika Anda yakin, tentunya Anda akan bisa meresapi dan mengerti ayat di atas. Yesus membuat pernyataan di atas dalam suasana yang gawat. Para pengkritiknya telah menjebak Dia di sudut Bait Suci (Yohanes 10:24), menantang Dia untuk mengulangi klaim-Nya, dan tampaknya bersiap untuk melakukan kekerasan (Yohanes 10:31). Dengan cara yang khas, Yesus tidak hanya menanggapi dengan kebenaran yang berani, tetapi Ia melanjutkan, seperti yang ditunjukkan dalam ayat-ayat berikut (Yohanes 10:28-29), yang berpuncak pada pernyataan yang tampaknya sengaja dimaksudkan untuk membuat marah para pengkritik-Nya: ” Aku dan Bapa adalah satu.” (Yohanes 10:30).
Yohanes 10:22–42 terjadi beberapa bulan setelah kontroversi yang dijelaskan dalam pasal 9 hingga paruh pertama pasal 10. Di sini, Yesus dipojokkan, dalam sebuah ancaman terang-terangan, oleh para pemimpin agama yang sama yang telah Dia cela selama bertahun-tahun. Dia menggemakan metafora tentang domba dan gembala yang Dia gunakan setelah memberikan penglihatan kepada orang buta. Yesus menunjukkan bahwa ajaran dan mukjizat-Nya semuanya konsisten dengan ramalan tentang Mesias, namun mereka menolak untuk menerima-Nya. Hal ini berpuncak pada upaya mereka untuk membunuh Yesus, yang entah dengan cara bagaimana bisa dihindari-Nya. Setelah itu, Yesus meninggalkan daerah tersebut dan kembali ke daerah dimana Yohanes Pembaptis pernah berkhotbah. Ini adalah kali terakhir Yesus mengajar di depan umum sebelum penyaliban-Nya.
Sebenarnya banyak orang Israel yang sampai saat ini tidak mengerti konsep gembala dan domba yang dipakai Yesus. Hubungan umat Israel dengan Allah sebelum Yesus disalibkan adalah hubungan formal dan satu arah, dan sampai sekarang, orang Yahudi yang belum menjadi Kristen tidak dapat membayangkan bahwa Yesus adalah Gembala yang penuh kasih sayang. Seperti nenek moyang mereka, orang Yahudi yang tidak percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah, percaya bahwa Allah berfirman dengan perantaraan para nabi dan mereka tidak bisa berkomunikasi secara langsung dengan Allah. Secara umum tidak ada kemesraan antara Allah dan umat-Nya.
Jika Anda bertanya kepada orang-orang Yahudi di jalan apakah mereka berdoa, kemungkinan besar Anda akan diberitahu bahwa mereka melakukannya. Jika ditanya lebih jauh tentang apa yang dilakukan mereka, kemungkinan besar Anda akan diberitahu bahwa mereka mengucapkan kata-kata siddur, atau mengucapkan berkat.
Jika Anda mendesak lebih jauh, untuk menanyakan apakah orang-orang Yahudi berdoa langsung kepada Tuhan, dengan kata-kata mereka sendiri, di luar sinagoga atau momen ritual yang ada, kemungkinan besar Anda akan mendapat jawaban negatif. “Kami tidak melakukan itu! Itu adalah cara orang lain berdoa”. Namun, ada sejarah panjang doa pribadi orang Yahudi, yang diungkapkan langsung kepada Tuhan. Ini adalah doa-doa sukacita dan syukur, doa-doa kesedihan dan keputusasaan, doa-doa kebutuhan dan penantian, seperti yang diucapkan Daud. Beberapa dari doa-doa ini berisi permohonan – “tolong bantu saya” – namun ada juga yang sekadar pernyataan kebenaran – “Inilah yang saya rasakan. Apa Engkau di sana?” Terlepas dari sejarah ini, doa pribadi orang Yahudi di zaman ini sebagai praktik spiritual hampir tidak diketahui, dan bahkan lebih sedikit lagi yang dilakukan.
Tidak adanya doa seperti itu dalam kehidupan orang Yahudi melemahkan potensi doa komunal dan liturgi menjadi bermakna. Sulit sekali membangkitkan tenaga untuk berdoa – sekalipun menggunakan perkataan orang lain – jika tidak mempunyai pengalaman berdoa. Ketidakhadiran Tuhan juga menguras sebagian besar energi vital kehidupan keagamaan Yahudi. Mereka mungkin mengucapkan kata-kata doa yang indah, namun kata-kata tersebut tidak mempunyai arah, tidak ada harapan untuk diterima, tidak ada perasaan bahwa doa-doa tersebut mempunyai arti selain dari tradisi.
Allah tidak menyukai hubungan dengan umatNya yang serba formal seperti yang tertulis dalam kitab Perjanjian Lama, tetapi itu tidak bisa dihindari karena bagi sebagian orang Mesias belum datang. Mereka tidak mengerti bahwa Allah yang mengasihi manusia, menginginkan hubungan yang intim dengan umat-Nya. Karena itu Ia mengirimkan anakNya yang tunggal, Yesus Kristus. Dengan penebusan Kristus, hubungan kita dengan Tuhan bisa menjadi hubungan pribadi yang intim sesuai dengan tujuan penciptaan manusia pada awalnya.
“Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku” Yohanes 10: 14
Adalah kenyataan yang menyedihkan bahwa sesudah pengurbanan Kristus, tidak semua orang yang mengaku sebagai domba-domba Kristus di zaman ini mengenal suara-Nya. Mereka terlalu sibuk dengan acara dan kesibukan mereka sehingga sebagian kembali memakai hubungan formal dengan Tuhan: berdoa bersama dan ke gereja sekali seminggu. Mereka mendengarkan khotbah dan pengalaman pribadi pendeta. Tetapi hubungan yang personal dan intim dengan Tuhan tidak terjadi karena “tidak ada waktu”.
Lebih parah lagi, banyak orang Kristen yang dalam hidup bebasnya hanya mempunyai hubungan casual dengan Tuhan. Jarang-jarang, tidak teratur, dan hanya kalau perlu, atau kalau sempat. Apalagi, saat ini rasanya lebih asyik dan nikmat untuk “bersekutu” dengan teman-teman lama lewat sosmed dan sesekali mengirim gambar-gambar “rohani” dan semboyan-semboyan agama. Seolah kita tidak lagi memerlukan seorang Gembala yang nyata dan hidup.
Kita harus sadar bahwa Yesus, sebagai gembala yang baik, menjaga domba-domba-Nya siang dan malam. Ia juga yang dengan setia selalu memanggil domba-domba-Nya untuk mengikuti jalan-Nya. Pagi ini, kita dihadapkan pada dua pilihan. Hidup dengan usaha untuk membina hubungan pribadi yang intim dengan Tuhan, atau hidup untuk diri kita sendiri dan merasa puas mempunyai hubungan formal atau casual dengan-Nya. Mana pilihan anda?
“Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.” Yohanes 10: 4