Pandangan Kristen tentang perang

“Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.” Roma 13: 4

Bagaimana pendapat Anda tentang situasi panas di Timur Tengah saat ini? Peperangan antara Israel dan Hamas agaknya semakin besar dan bisa saja melibatkan negara-negara lain. Di berbagai kota besar, demonstrasi mendukung orang Palestina bersaing dengan demonstrasi pendukung Israel. Kedua pihak mempunyai alasan untuk mendukung kelompok mereka.

Mereka yang mendukung perang biasanya dapat berpendapat bahwa perang ada demi tujuan yang adil. Mereka yang menentang perang biasanya dapat menemukan kelemahan dalam argumen tersebut. Tentu saja suatu negara yang berperang tidak pernah melakukan hal tersebut atas dasar motif yang benar-benar murni, dan tidak pernah ada orang yang sepenuhnya yakin akan baik-buruknya hasil akhirnya. Jadi argumen-argumen ini biasanya berakhir dengan keraguan.

Teori perang yang adil (Latin: bellum justum) adalah sebuah doktrin, juga disebut sebagai tradisi, etika militer yang bertujuan untuk memastikan bahwa suatu perang dapat dibenarkan secara moral melalui serangkaian kriteria, yang semuanya harus dipenuhi agar perang dianggap adil. Hal ini telah dipelajari oleh para pemimpin militer, teolog, ahli etika dan pembuat kebijakan. Kriteria tersebut dibagi menjadi dua kelompok: jus ad bellum (“hak untuk berperang”) dan jus in bello (“perilaku yang benar dalam perang”).

Kelompok kriteria pertama menyangkut moralitas berperang, dan kelompok kriteria kedua menyangkut perilaku moral dalam perang. Ada seruan untuk memasukkan kategori ketiga teori perang yang adil (jus post bellum) yang berhubungan dengan moralitas penyelesaian dan rekonstruksi paskaperang. Teori perang yang adil mendalilkan keyakinan bahwa perang, meskipun mengerikan namun tidak begitu buruk jika dilakukan dengan benar, tidak selalu merupakan pilihan terburuk. Tanggung jawab yang penting, keadaan yang tidak diinginkan, atau kekejaman yang seharusnya dapat dicegah, dapat menjadi alasan perang.

Penentang teori perang yang adil mungkin cenderung mengusulkan bahwa perang perlu dilakukan hanya untuk melayani kepentingan suatu negara agar dapat dibenarkan. Dalam banyak kasus, para filsuf menyatakan bahwa individu tidak perlu diganggu oleh rasa bersalah jika diharuskan berperang. Beberapa filsuf mengagungkan kebajikan prajurit sementara mereka juga menyatakan kekhawatiran mereka terhadap perang itu sendiri. Beberapa pihak, mendukung pemberontakan melawan pemerintahan yang menindas. Lalu bagaimana dengan pandangan orang Kristen?

Paulus dalam ayat di atas menyatakan bahwa Allah telah memberikan senjata kepada pemerintah untuk menegakkan hukum. Kita menyebutnya kekuatan pedang. Artinya, para penguasa mempunyai kuasa di bawah Tuhan untuk mendukung keputusan mereka dengan menggunakan kekerasan. Mereka mungkin menggunakan kekuasaan itu dengan benar atau salah, namun kekuasaan itu sendiri bukanlah sesuatu yang telah mereka rebut. Itu diberikan kepada mereka oleh Tuhan. Kekuasaan ini meliputi kekuasaan menjatuhkan hukuman mati dan kekuasaan untuk berperang. Dalam pelaksanaannya, kedua kekuasaan ini terbukti kontroversial dalam sejarah gereja.

Pertimbangkan perang. Semua orang Kristen dipanggil untuk menjadi “pasifis” dalam arti bahwa kita harus mencintai perdamaian dan mengejarnya. Walaupun demikian, dalam sejarah Kristen, ada tiga teori perang yang dikemukakan. Yang pertama adalah posisi pasifisme murni, yang menyatakan bahwa tidak ada orang Kristen yang boleh mengangkat senjata. Yang kedua adalah posisi yang terangkum dalam kalimat, “Negaraku, benar atau salah.” Posisi ini mengatakan bahwa warga negara Kristen mempunyai kewajiban untuk berperang dalam jenis perang apa pun yang diputuskan oleh pemerintah.

Di antara kedua ekstrem ini terdapat posisi “perang yang adil” di atas. Posisi perang yang adil telah didukung sepanjang sejarah oleh sebagian besar ahli etika Kristen di semua cabang gereja. Berdasarkan Alkitab, posisi perang yang adil menyatakan bahwa beberapa perang dapat dibenarkan, dan umat Kristiani boleh dan sering kali harus mengangkat senjata dalam keadaan seperti itu, namun perang lainnya tidak dapat dibenarkan, dan umat Kristiani harus menentang perang tersebut.

Apa yang menentukan perbedaannya? Pada dasarnya, perang yang adil adalah perang yang bersifat defensif. Adalah benar dan pantas bagi penguasa negara untuk memanggil orang-orang Kristen untuk membantu mempertahankan negara dari para agresor. Di sisi lain, umat Kristiani harus menentang perang yang menjadi tindakan agresi, karena perang tersebut bisa menjadi pembunuhan dalam skala besar.

Mengenai hukuman mati, Alkitab dengan jelas memberi wewenang (bahkan memerintahkan) dalam Kejadian 9:6, yang berbunyi: “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri.” Salah satu tujuan hukuman, termasuk hukuman mati, adalah retribusi. Menurut Roma 3:3, pedang penguasa merupakan teror bagi pelaku kejahatan, sehingga pencegahan kejahatan bisa merupakan hasil lain dari hukuman.

Apa yang kita lihat sekarang ini adalah situasi yang sangat rumit. Teori perang yang adil bisa menjadi agak kabur dan sulit diterapkan, terutama ketika suatu negara sedang dilanda semangat emosional. Sebagai orang Kristen, kita btidak boleh ikut-ikutan terpancing. Pastikan bahwa Anda mengambil keputusan berdasarkan analisa yang cermat, bijaksana, dan alkitabiah, dan bukan berdasarkan berita media atau afiliasi partai politik atau agama. Dorong para pemimpin politik Anda untuk melakukan hal yang sama.

Teori perang yang adil bukanlah ajaran Alkitab. Ini adalah tradisi yang dimulai dari Aristoteles hingga Stoa, dan kemudian diadopsi oleh umat Kristen seperti Agustinus. Namun pada akhirnya kita tetap harus membuat keputusan etis berdasarkan Alkitab. Ada beberapa prinsip umum alkitabiah yang berkaitan dengan perang, yang terutama adalah mempertahankan hak setiap manusia untuk hidup layak. Namun Alkitab cukup realistis mengenai perang. Kita harus mengakui bahwa tidak selalu mungkin atau diinginkan untuk melindungi semua non-kombatan, karena tujuan perang untuk menegakkan keadilan mungkin tidak akan tercapai. Pada dasarnya, kita harus mengakui bahwa perang adalah seperti neraka dan jika memang diperlukan, biarlah itu dapat diakhiri dengan cepat!

Tinggalkan komentar