Benarkah prinsip mata ganti mata?

“Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.” Keluaran 21:23–25

Salah satu elemen filsafat hidup zaman modern adalah bahwa kita semua mempunyai hak-hak tertentu yang tidak dapat dicabut. Kita sangat mengutamakan hak manusia. Kita sangat sadar akan hak-hak kita, dan itu sebenarnya baik. Masyarakat telah melakukan pembelaan atas hak-hak asazi dan hak-hak kaum wanita serta hak anak-anak dan hak kaum tertindas. Kita juga memiliki serikat buruh yang menuntut hak-hak pekerja. Tetapi, dengan kesadaran tentang pembelaan atas hak pribadi, tidak jarang di masyarakat kita mendengar seseorang berkata, “ Kamu tidak bisa melakukan itu padaku. Aku akan membalasnya.”

Jauh di lubuk hati manusia terdapat keinginan untuk membalas dendam, dan dalam masyarakat kita, kita sering menjadikan pahlawan orang-orang yang tidak mau dihina oleh siapa pun, yang tidak mau menerima kejahatan apa pun. Mereka adalah orang-orang yang kuat, tangguh, berani, dan macho, dan masyarakat kita memandang rendah orang-orang yang lemah lembut dan tidak suka membalas, orang yang sabar, pemaaf, murah hati, dan penuh belas kasihan – yang tidak menuntut apa pun dari siapa pun.

Konsep “mata ganti mata”, kadang-kadang disebut jus talionis atau lex talionis, adalah bagian dari Hukum Musa yang digunakan dalam sistem peradilan Israel. Seperti bunyi ayat di atas, prinsipnya adalah bahwa hukuman harus sesuai dengan kejahatannya dan harus ada hukuman yang adil untuk perbuatan jahat: “Jika ada korban yang meninggal, kamu harus membayarnya dengan nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, luka bakar ganti luka bakar, luka ganti luka, memar ganti memar”. Keadilan haruslah ditegakkan; kekerasan yang berlebihan dan keringanan hukuman yang berlebihan harus dihindari.

Sebenarnya, tidak ada indikasi bahwa hukum “mata ganti mata” diikuti secara harfiah; tidak ada catatan di Alkitab mengenai orang Israel yang menjadi cacat akibat hukum ini. Selain itu, sebelum hukum khusus ini diberikan, Tuhan telah membentuk sistem peradilan untuk mengadili kasus dan menentukan hukuman (Keluaran 18:13-26) – sebuah sistem yang tidak diperlukan jika Tuhan menginginkan hukuman “mata ganti mata” yang sebenarnya. Meskipun kejahatan berat dibayar dengan eksekusi di Israel kuno, dan ini berdasarkan banyak saksi (Ulangan 17:6), sebagian besar kejahatan lainnya dibayar dengan pembayaran barang. Misalnya jika Anda melukai tangan seseorang sehingga dia tidak dapat bekerja, Anda harus memberikan kompensasi atas hal tersebut.

Selain Keluaran 21, hukum “mata ganti mata” disebutkan dua kali dalam Perjanjian Lama (Imamat 24:20; Ulangan 19:21). Setiap kali, frasa tersebut digunakan dalam konteks suatu kasus yang diadili di hadapan otoritas sipil seperti hakim. “Mata ganti mata” dimaksudkan untuk menjadi prinsip panduan bagi pembuat hukum dan hakim; tetapi hal ini tidak boleh digunakan oleh rakyat untuk membenarkan tindakan main hakim sendiri atau menyelesaikan dendam secara pribadi.

“Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.” Roma‬ ‭13‬:‭4‬ ‭

Dalam Perjanjian Baru, nampaknya orang Farisi dan ahli Taurat telah menerapkan prinsip “mata ganti mata” dan menerapkannya dalam hubungan pribadi sehari-hari. Mereka mengajarkan bahwa membalas dendam secara pribadi dapat diterima. Jika seseorang memukul Anda, Anda dapat membalas pukulannya; jika seseorang menghina Anda, dia akan menerima hinaan Anda sebagai balasan yang setimpal. Bukannya menyerahkan persoalan ke tangan hakim, para pemimpin agama pada zaman Yesus ikut-ikutan menerapkan hukum itu dengan mengabaikan dasar hukum yang mendasari pemberian hukum tersebut.

Dalam Khotbah di Bukit, Yesus menentang ajaran umum mengenai pembalasan pribadi: “Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” (Matius 5:38–39). Yesus kemudian melanjutkan dengan mengungkapkan isi hati Tuhan mengenai hubungan antarpribadi: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.” (Matius 5:39–42).

Dengan memberikan perintah “baru” ini, Yesus tidak membatalkan hukum Perjanjian Lama (Matius 5:17). Sebaliknya, Dia memisahkan tanggung jawab pemerintah (untuk menghukum pelaku kejahatan dengan adil) dari tanggung jawab kita semua secara pribadi di hadapan Tuhan untuk mengasihi musuh-musuh kita. Kita hendaknya tidak meminta balasan atas penghinaan pribadi. Kita harus mengabaikan hinaan pribadi (ini arti “memberikan pipi yang lain”). Orang-orang Kristen harus rela memberikan lebih banyak harta benda, waktu, dan tenaga mereka daripada yang diminta, meskipun tuntutan yang kita terima tidak adil. Kita hendaknya meminjamkan kepada mereka yang ingin meminjam, mengasihi musuh kita, dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita (ayat 43–48).

Pembatasan prinsip “mata ganti mata” yang Yesus berikan sama sekali tidak melarang pembelaan diri atau perlindungan yang kuat terhadap orang yang tidak bersalah dari bahaya. Tindakan aparat pemerintah yang ditunjuk, seperti polisi dan militer, untuk melindungi warga negara dan menjaga perdamaian tidak perlu dipertanyakan lagi. Perintah Yesus untuk memberikan pipi yang lain berlaku untuk hubungan pribadi, bukan kebijakan peradilan. Asas “mata ganti mata” dimaksudkan sebagai kebijakan peradilan, bukan sebagai aturan dalam hubungan antar pribadi. Menegakkan “mata ganti mata” adalah tugas hakim; memaafkan musuh kita adalah milik kita. Kita melihat hal ini terjadi saat ini ketikai seorang korban tampil di pengadilan untuk memaafkan terpidana di depan umum, tetapi pengampunan tersebut bersifat pribadi dan karena itu hakim tetap menuntut agar hukuman tersebut dilaksanakan.

Mengampuni orang lain yang menjahati kita tidaklah mudah. Ada orang yang berkata: “Aku bisa mengampuni kamu, tetapi aku tidak bisa melupakan kejahatanmu”. Ungkapan ini adalah aneh, karena apa yang tidak bisa diampuni adalah perbuatan jahat yang tidak bisa dilupakan. Pada pihak yang lain, orang yang percaya kepada Kristus dibimbing oleh Roh Kudus untuk bisa mengampuni orang lain dan melupakan kejahatan yang dilakukan mereka. Ini adalah seperti Tuhan yang pernah bekata: “Sebab Aku akan menaruh belas kasihan terhadap kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka.” (Ibrani 8:12). Orang Kristen sangat berbeda dengan mereka yang mengikuti kecenderungan alami untuk memberikan balasan yang setimpal. Orang Kristen adalah orang-orang yang mempunyai kasih karena Tuhan sudah lebih dulu mengasihi mereka.

“Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.” 1 Yohanes 4:19

Tinggalkan komentar