Bolehkah kita berbohong kecil?

“Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota.” Efesus 4:25,

Keyakinan saya sendiri adalah bahwa berbohong tidak pernah benar secara moral. Tapi ini bukan berarti saya tidak pernah berbohong. Berbohong didefinisikan sebagai “membuat pernyataan yang tidak benar dengan maksud untuk menipu.” Kebohongan kecil merupakan pernyataan yang tidak benar, namun biasanya dianggap tidak penting karena tidak menutupi kesalahan yang serius. Kebohongan kecil memang menipu, namun bisa juga bersifat sopan atau diplomatis. Ini bisa jadi dianggap sebagai kebohongan yang “bijaksana” untuk menjaga perdamaian dalam suatu hubungan; atau bisa jadi itu adalah kebohongan yang “membantu” yang seolah-olah menyenangkan orang lain; itu bisa menjadi kebohongan “kecil” untuk membuat diri kita terlihat lebih baik di depan banyak orang.

Bagaimana kita tidak boleh berbohong jika kita menghadapi masalah yang sulit? Dalam situasi sulit, seharusnya kita percaya Tuhan akan memberikan alternatif agar kita bisa melakukan apa yang benar di mata Tuhan, namun tidak berbohong. Tetapi ini bukannya mudah untuk dilaksanakan karena kita sering tidak sabar untuk menunggu jawaban-Nya.

Jika kita menelusuri Alkitab berapa kali muncul larangan untuk berbohong, mengatakan apa yang tidak benar, memberikan kesaksian palsu, dan sebagainya. Ada banyak ayat berulang kali di mana Tuhan jelas memerintahkan kita untuk tidak berbohong. Tentu saja, kita melihat hal ini dalam 10 perintah Tuhan: “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.” (Keluaran 20:16) namun jika kita melihat Perjanjian Baru, Paulus berkata dalam Efesus 4:25, “Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota.”. Dalam Kolose 3:9, dia berkata, “Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya.”.

Adalah penting bagi kita untuk menyadari bahwa meniru karakter Tuhan adalah dasar untuk tidak berbohong. Tuhan tidak pernah berbohong. Faktanya, Ibrani 6:18 mengatakan bahwa Tuhan tidak mungkin berbohong. Titus 1:2 mengatakan bahwa Dia adalah Tuhan yang tidak berdusta, Tuhan yang tidak pernah berbohong.

Selain itu, Yesus tidak pernah berbohong. Itu adalah argumen lain yang mendukung gagasan bahwa kita tidak boleh berpikir bahwa kita terpaksa berbohong. Kita bisa membahas panjang lebar contoh-contoh naratif mengenai beberapa kebohongan dalam Kitab Suci – misalnya Rahab berbohong kepada tentara Yerikho untuk melindungi mata-mata yang datang ke rumahnya – tetapi contoh naratif tersebut tidak membatalkan kesimpulan bahwa Tuhan memerintahkan kita untuk tidak berbohong dan tidak menegaskan kebohongan.

Jika kita mau mengaku bahwa berbohong adalah dosa (Imamat 19:11; Amsal 12:22), bagaimana dengan “kebohongan kecil” atau white lies yang hanya mengandung “sedikit” kebohongan? Bagaimana jika mengatakan kebenaran justru bisa menyakiti seseorang? Kita hidup dalam masyarakat yang mengkondisikan kita untuk berbohong dengan mengatakan bahwa, dalam banyak situasi, kebohongan itu dibenarkan. Sekretaris “melindungi” atasan yang tidak ingin diganggu; penjual melebih-lebihkan kualitas produknya; pelamar pekerjaan menmbesar-besarkan resumenya. Alasannya, selama tidak ada yang dirugikan atau hasilnya bagus, sedikit kebohongan pun tidak masalah. Malahan ada yang percaya bahwa jika kebohonagn bisa membesarkan nama Tuhan, kebohongan itu tentunya baik.

Memang benar bahwa beberapa dosa membawa akibat yang lebih buruk dibandingkan dosa lainnya. Dan memang benar bahwa berbohong kecil tidak akan menimbulkan dampak yang sama seriusnya dengan, misalnya, membunuh seseorang. Namun semua dosa sama-sama menyinggung Allah (Roma 6:23a), dan itu adalah alasan bagus untuk menghindari semua kebohongan.

Keyakinan bahwa kebohongan kecil itu “membantu” berakar pada gagasan bahwa tujuan menghalalkan segala cara. Jika kebohongan menghasilkan persepsi “baik”, maka kebohongan itu dibenarkan. Namun, kutukan Tuhan atas kebohongan dalam Amsal 6:16-19 tidak mengandung klausul pengecualian. Juga, siapa yang bisa mendefinisikan “kebaikan” yang dihasilkan dari kebohongan? Seorang penjual yang berbohong mungkin akan menjual produknya – suatu hal yang “baik” baginya -tetapi bagaimana dengan pelanggan yang dimanfaatkan?

Mengatakan kebohongan kecil untuk bersikap “bijaksana” atau untuk menjaga perasaan seseorang juga merupakan hal yang tidak boleh dilakukan. Seseorang yang terus-menerus berbohong untuk membuat orang lain merasa senang pada akhirnya akan menunjukkan siapa dirinya: pembohong. Mereka yang memakai kebohongan dalam bisnisnya akan merusak kredibilitasnya.

Kebohongan kecil mempunyai cara untuk menyebar dan berkembang. Kebohongan sering menimbulkan gosip yang menyebarkan kebohongan lain. Menceritakan lebih banyak kebohongan untuk menutupi kebohongan awal adalah prosedur standar, dan kebohongan tersebut semakin lama semakin besar. Mencoba mengingat kebohongan apa yang diberitahukan kepada orang lain juga memperumit hubungan dan membuat kebohongan seterusnya semakin mungkin terjadi.

Mengatakan kebohongan putih demi keuntungan diri sendiri hanyalah keegoisan. Ketika perkataan kita dimotivasi oleh keangkuhan hidup, kita sedang jatuh ke dalam pencobaan (1 Yohanes 2:16). Kebohongan kecil sering kali dilakukan untuk menjaga perdamaian, seolah-olah mengatakan kebenaran akan menghancurkan perdamaian. Namun Alkitab menyajikan kebenaran dan perdamaian sebagai sesuatu yang ada bersama-sama: “Cintailah kebenaran dan perdamaian” (Zakharia 8:19). Para penutur kebohongan kecil percaya bahwa mereka berbohong karena “cinta”; namun, Alkitab memerintahkan kita untuk mengatakan “kebenaran dengan kasih” (Efesus 4:15).

Pagi ini kita menyadari bahwa terkadang mengatakan kebenaran tidaklah mudah; kenyataannya, hal ini bisa sangat tidak menyenangkan. Namun kita dipanggil untuk menjadi juru bicara kebenaran. Bersikap jujur sangat berharga di mata Tuhan (Amsal 12:22); itu menunjukkan takut akan Tuhan. Lebih jauh lagi, mengatakan kebenaran bukanlah sebuah anjuran, melainkan sebuah perintah!

Tinggalkan komentar