Hal mengasihi orang yang tidak kita sukai

“Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.” Lukas 6:35

Alkisah, ada seorang perempuan Kristen yang sudah cukup lama menikah, tetapi masih harus berjuang keras untuk bisa menikmati hidup bersama suaminya. Setelah hampir sepuluh tahun, dia masih bertanya-tanya dengan penuh kesungguhan: “Tuhan, apakah dia memang jodohku?” Perempuan itu tidak mau mengakuinya secara terang-terangan – dan dia tahu Tuhan telah menempatkan pria itu dalam hidupnya – tetapi dia sebenarnya tidak menyukai suaminya! Setiap hari, dia bertanya-tanya bagaimana dia bisa menaati panggilan Tuhan untuk mencintai sang suami, jika ia tidak tahan lagi berada di dekatnya. Menurutnya, pria yang satu ini adalah tipe orang yang membosankan, tak henti-hentinya mengeluh, jarang mau mendengarkan, suka berperang mulut, jarang tersenyum, tetapi suka bergosip. Dapatkah ia mengasihi orang yang tidak disukainya?

Alkitab memberi tahu kita bahwa kehendak Allah adalah agar kita mengasihi orang lain dengan kasih yang ilahi. Kita dipanggil untuk “mengasihi musuh kita, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kita; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kita; berdoalah bagi orang yang mencaci kita.” (Lukas 6: 27-28). Yesus berkata kepada murid-murid-Nya pada malam sebelum penyaliban-Nya, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yohanes 13:34).

Dalam masing-masing contoh di atas, kata Yunani untuk kasih adalah agapao yang mempunyai sifat pengorbanan diri sebagai ciri utamanya. Ini bukanlah cinta kasih sayang persaudaraan (phileo), atau hubungan cinta yang didasarkan nafsu (eros) seperti yang sering dipikirkan orang zaman sekarang. Sebaliknya, cinta agapao atau agape mencari yang terbaik untuk objeknya. Kasih yang rela berkorban tidak didasarkan pada perasaan, melainkan suatu tindakan yang penuh tekad, tekad yang penuh sukacita untuk mendahulukan kesejahteraan orang lain di atas kesejahteraan kita sendiri. Jelaslah, cinta seperti ini tidak mungkin terjadi jika kita memiliki kekuatan sendiri. Hanya melalui kuasa Roh Kudus kita mampu menaati perintah Tuhan, termasuk perintah mengasihi.

Yesus berkata kita harus mengasihi sebagaimana Dia mengasihi kita, lalu bagaimana Dia mengasihi? “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Roma 5:8). Tentu saja kita tidak akan menyukai semua orang, dan kita juga tidak terpanggil untuk menyukai semua orang. Meski begitu, saat kita mulai mencintai seseorang dengan kasih Tuhan, sikap kita terhadap orang tersebut akan berubah. Secara ajaib, kita tidak akan mampu memiliki sikap dan tindakan yang tidak konsisten. Ketika kita mulai menunjukkan kasih melalui tindakan kita, sikap kita pun akan mengikuti. Mengasihi akan tetap menjadi sebuah pilihan, namun lambat laun akan menjadi pilihan yang lebih rela dan siap dilakukan oleh hati. Bukan karena terpaksa.

Ketika kita melihat interaksi Yesus dengan orang lain, kita melihat bahwa Dia rela berhubungan dengan semua jenis orang—orang berdosa, pemungut cukai, orang Farisi, Saduki, orang Roma, Samaria, nelayan, wanita, anak-anak—tanpa mempedulikan pandangan masyarakat. Yesus mengasihi orang-orang ini dan memperlakukan mereka berdasarkan kasih tersebut, namun hal itu tidak selalu terlihat menyenangkan. Dia mengucapkan kata-kata kasar kepada orang-orang yang menentang-Nya, namun Dia melakukannya karena itu yang terbaik bagi mereka. Dia mengorbankan waktu-Nya, energi emosional-Nya, dan kebijaksanaan-Nya bagi mereka yang membenci-Nya karena Dia tahu hal itu akan membawa mereka pada pengetahuan yang menyelamatkan tentang Dia dan menjauhkan mereka dari dosa untuk selamanya. Apa pun yang terjadi, mereka mendapat manfaat dari masukan-Nya. Inilah inti dari mengasihi musuh kita—mengatakan kebenaran dengan kasih kepada mereka (Efesus 4:15), tidak peduli seberapa besar biaya yang harus kita keluarkan untuk melakukan hal tersebut.

Sudah tentu, ini tidak berarti bahwa Anda akan menyukai setiap orang atau bahkan menghormati mereka tanpa memikirkan cara hidup mereka. Tuhan telah memberi kita pikiran untuk membedakan, sampai batas tertentu, hati orang lain. Kita juga diciptakan menurut gambar Allah dan tidak boleh membahayakan diri kita sendiri dengan memercayai seseorang yang tidak layak untuk dipercaya. Yesus menjauh dari orang banyak karena Dia mengetahui isi hati mereka dan Ia perlu melindungi diri-Nya (Yohanes 5:13; 6:15). Namun, ketika kita menaruh kepercayaan kita sepenuhnya kepada Kristus dan mengejar hikmat dan kekudusan melalui doa dan Kitab Suci, kita secara alami akan mengembangkan kasih terhadap orang lain—kasih ilahi yang mengorbankan diri demi mencari yang terbaik bagi mereka—baik disertai dengan atau tidak dengan rasa suka kita terhadap mereka dan cara hidupnya.

Tidak salah lagi bahwa Yesus memanggil umat-Nya untuk mengasihi orang-orang yang tidak kita sukai – di dalam dan di luar gereja. Di dalam dan di luar rumah. Kasih yang Dia ajarkan kepada kita tidak didasarkan pada kesamaan alami atau kepentingan bersama. Kita tidak menatap tetangga kita, seperti beberapa orang yang memicingkan mata ke awan tak berbentuk, mencoba melihat sesuatu yang menarik di dalamnya – yang bisa kita sukai – sebelum kita bertindak. Apa yang diperlukan untuk menunjukkan kepedulian kita terhadap siapa pun di planet ini hanyalah perintah Yesus: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Lukas 10:27).

Memang menjengkelkan bahwa kita tidak bisa memilih siapa yang pindah ke rumah sebelah atau siapa yang tergeletak bersimbah darah di pinggir jalan (Lukas 10:25-37). Lebih payah lagi, suami atau istri yang kita pilih, selang berapa tahun mungkin menjadi orang yang tidak seperti yang kita bayangkan. Apakah kasih kita menjadi hilang karena adanya hal-hal yang tidak sesuai dengan selera kita?

Pagi ini, harapan Tuhan terhadap kasih, inti dari perintah-Nya, adalah agar kita dapat memperluas wawasah kasih kita kepada mereka yang secara alami tidak atau belum kita sukaii. Yesus bahkan lebih jauh lagi memanggil kita untuk mengasihi orang-orang yang membenci kita.

Tinggalkan komentar