Apakah masih ada hikmat di tengah kesulitan?

“Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, – yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit –, maka hal itu akan diberikan kepadanya.” Yakobus 1:5

Pernahkah Anda mengalami keadaan yang kurang menyenangkan, yang membuat Anda kuatir, sehingga kehilangan akal sehat? Dalam bahasa Inggris, orang yang mengalami hal ini dikatakan senagai orang yang kehilangan kendali atas ketenangan (losing one’s cool). Orang yang sedemikian mungkin saja menjadi marah dan tegang sehingga kehilangan kebijakan atau hikmat. Ini mungkin saja terjadi ketika pencobaan mendatangi hidup seseorang.

Dalam ayat 2 sampai 4, Yakobus meletakkan dasar bagi suratnya. Ia mengungkapkan bahwa kehidupan Kristen adalah tentang menumbuhkan kepercayaan yang lebih dalam kepada Tuhan ketika pencobaan datang kepada kita. Faktanya, pencobaan-pencobaan itulah yang kita perlukan untuk belajar lebih mempercayai Tuhan. Di sini, Yakobus mulai menjelaskan bagaimana rasanya memercayai Tuhan dalam berbagai situasi.

Seberapa pentingkah bagi orang Kristen untuk mempercayai Tuhan? Sangat penting, tulis Yakobus, agar kita menyebut momen terburuk kita sebagai hal yang menggembirakan, karena pencobaan membantu kita lebih memercayai Tuhan. Orang-orang yang percaya kepada Tuhan meminta hikmah dari-Nya—dan kemudian mengambil apa yang Dia berikan. Orang-orang yang beriman kepada Tuhan lebih mementingkan pahala mereka di akhirat dibandingkan kekayaan mereka di kehidupan sekarang. Orang yang percaya kepada Tuhan tidak menyalahkan Dia atas keinginan mereka untuk berbuat dosa; mereka memuji Dia atas semua hal baik dalam hidup mereka. Mereka melihat ke dalam Firman-Nya, dan mereka bertindak berdasarkan apa yang mereka lihat di sana.

Yakobus 1:2–18 dimulai dengan perintah yang menantang bagi orang Kristen. Kita harus mengklasifikasikan hal-hal sulit dalam hidup kita sebagai hal yang ”berguna”, karena cobaan tersebut membantu kita mengembangkan kepercayaan yang lebih dalam kepada Tuhan. Orang-orang Kristen yang memercayai Tuhan juga mencari hikmat dari-Nya—dan bukan dari sumber-sumber yang tidak saleh. Kita terus memercayai-Nya melalui pengalaman-pengalaman sulit, antara lain untuk menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan kepada mereka yang tidak berhenti. Kita tidak menyalahkan Dia atas keinginan kita untuk berbuat dosa, namun kita memuji Dia atas setiap hal baik dalam hidup kita.

Dalam konteks ini, Yakobus sedang berbicara tentang hikmat pada suatu momen tertentu. Ini adalah referensi pada saat-saat ketika kita tidak tahu harus berbuat apa. Apa yang bisa kita pilih? Kemana kita harus pergi? Bagaimana kita memutuskan antara dua jalan yang berbeda? Mereka yang benar-benar percaya kepada Tuhan akan meminta hikmah dari-Nya. Meminta hikmat kepada Tuhan adalah bukti bahwa kita percaya kepada-Nya. Percaya kepada Tuhan membuat kita tidak kehilangan pikiran yang sehat.

Yakobus menyatakan bahwa Tuhan memberikan hikmat dengan murah hati. Ia tidak pelit memberikan wawasan kepada mereka yang bertanya bagaimana cara mengambil pilihan terbaik. Faktanya, Tuhan memberikan hikmah tanpa “celaan” atau mencari-cari kesalahan. Dengan kata lain, Dia tidak melihat semua pilihan bodoh kita sebelumnya dan memutuskan bahwa kita tidak layak menerima hikmat dari-Nya. Sungguh sebuah janji yang luar biasa! Tuhan semesta alam siap dan bersedia memberikan hikmah berlimpah kepada mereka yang meminta hanya berdasarkan kepercayaan dan keyakinan mereka kepada-Nya, bukan pada diri mereka sendiri.

Salah satu cara Tuhan mengungkapkan hikmat-Nya kepada kita adalah melalui Firman-Nya, Alkitab. Namun Firman yang tertulis bukanlah satu-satunya cara Allah membekali kita dengan hikmat. Kitab Suci lainnya mendorong kita untuk mencari hikmat Tuhan melalui sahabat yang bijaksana dan saleh (Amsal 11:14) dan melalui pengamatan terhadap ciptaan-Nya (Mazmur 19:1), misalnya. Namun sumber utama segala kebijaksanaan adalah Tuhan sendiri. Apakah umat Tuhan bisa mendapatkan hikmat yang dicari atau tidak, bergantung pada apakah mereka benar-benar mempercayai Tuhan sebagai sumber hikmat terbaik atau tidak. Bagaimana pula dengan diri Anda? Percayalah kepada Tuhan yang murah hati, maka Anda akan menerima hikmat dari-Nya.

Tinggalkan komentar