Influencer Kristen bukanlah seperti bunglon

“Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka.” 1 Korintus 9:22

Apa arti kata “inflencer“? Diambil dari kata “influence” yang berarti pengaruh, pekerjaan influencer umumnya berkutat seputar memberikan dampak dan ajakan kepada masyarakat umum. Khususnya dalam dunia bisnis, influencer adalah sosok yang memiliki peran penting dalam hal pemasaran dan promosi produk. Mereka bisa membantu meningkatkan brand awareness, memperluas jangkauan produk, dan mempengaruhi keputusan pembelian seseorang.

Seorang influencer tidak semata-mata hanya bekerja di bidang bisnis. Di dunia, seorang influencer bisa berkecimpung dalam dunia pendidikan, psikologi, agama dan berbagai aktivitas sosial lainnya. Yang jelas, mereka harus bisa membuat penyajian yang berkualitas, menarik, dan relevan bagi audiens. Dengan demikian, sebenarnya influencer bukan hanya ada setelah adanya Facebook, Tiktok dan YouTube, tetapi sudah ada sejak lama. Dalam pengabaran Injil, Billy Graham terkenal sebagai penginjil besar yang sudah membawa banyak orang ke gereja melalui kebangunan rohani akbarnya.

Satu Korintus 9:19–23 menggambarkan bagaimana Paulus menjadi seorang influencer pada zamannya. Berlainan dengan influencer zaman sekarang yang sering menampilkan diri mereka secara “wah” di tengah masyarakat, Paulus menjadikan dirinya hamba dari semua orang. Dia justru membatasi hak dan kebebasannya sendiri untuk berhubungan dengan orang lain. Dia menjadi “segala sesuatu bagi semua orang” sehingga banyak orang akan dimenangkan untuk beriman kepada Kristus. Ia menjadi orang Yahudi yang berada di bawah hukum untuk memenangkan orang-orang Yahudi yang taat hukum. Menjadi seperti orang yang tidak berada di bawah hukum Taurat untuk memenangkan orang yang belum percaya. Ia bahkan menunjukkan kelemahannya demi yang lemah. Dia melakukan semua ini demi Injil, mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama demi kemuliaan Tuhan.

Apa yang Paulus maksudkan dengan “yang lemah”? Beberapa orang berpendapat bahwa ini adalah gambaran semua orang yang tidak beriman (Roma 5:6), yang berarti bahwa Paulus hidup, dalam arti tertentu, seperti orang yang tidak beriman, agar dapat menjangkau orang-orang yang tidak beriman. Mungkina dia tidak hidup dalam dosa, tapi ikut serta dalam praktik budaya mereka. Benarkah begitu? Benarkah Paulus bisa menjadi “bunglon”? Mengingat semua yang Paulus katakan tentang perlunya menghindari dosa dan munculnya kejahatan (1 Tesalonika 5:22; Efesus 5:27; 1 Timotius 3:2), tentunya tidak mungkin dia melakukan hal itu.

Yang lebih masuk akal dalam konteks ini adalah bahwa “yang lemah” mengacu pada orang-orang Kristen yang tidak sanggup memakan daging yang dipersembahkan kepada berhala (1 Korintus 8:4-7). Orang-orang seperti ini mengalami pembatasan yang tidak perlu karena kurang berkembangnya iman mereka pada kasih karunia Allah. Dengan demikian, ini berarti Paulus memilih untuk tidak memakan daging tersebut demi memenangkan mereka yang lemah. Paulus tidak hanya menyelamatkan mereka dari rasa dosa karena melanggar keyakinan mereka, dia juga menghindari menyinggung perasaan mereka atau menyebabkan kebingungan rohani (1 Korintus 8:12-13). Dia bekerja sama dengan perilaku mereka yang membatasi, untuk menghindari hambatan yang tidak perlu di jalur hidup mereka.

Kesimpulan Paulus dinyatakan dengan jelas. Dia telah menjadi “segala sesuatu bagi semua orang” untuk menyelamatkan sebagian orang dengan memimpin mereka kepada iman kepada Kristus. Dia tidak pernah mengubah isi pesannya tentang menjadi berkenan kepada Allah melalui iman di dalam Kristus saja (Galatia 1:8–9; 2 Timotius 2:14–18; 1 Korintus 16:13). Sebaliknya, Paulus menggambarkan kesediaan untuk terus-menerus menyesuaikan perilakunya, mengesampingkan hak-haknya, untuk memimpin sebanyak mungkin orang kepada Kristus.

Hari ini, Paulus mendorong kita untuk rela menyerahkan “hak” kita demi kebaikan orang-orang yang lemah imannya. Paulus menunjukkan bahwa ia pun telah melepaskan hak-haknya, termasuk hak sebagai rasul untuk menerima dukungan dari orang-orang yang ia layani. Sebaliknya, ia menjelaskan bahwa ia melayani jemaat Korintus tanpa imbalan apa pun, bahkan dengan mengorbankan dirinya sendiri. Paul menggambarkan dirinya sebagai seorang atlet yang bersaing memperebutkan hadiah mahkota dalam kekekalan. Maksudnya adalah agar orang percaya mengejar kesalehan, dan kebaikan orang lain, dengan komitmen seperti itu.

Kita pun dapat menjadi seperti Paulus dalam kehidupan kita. Baik di kantor, di sekolah atau di rumah, seorang Kristen sejadi bukanlah orang yang menuntut penghormatan, penghargaan dan ketaklukan orang lain. Sebaliknya, kita diajak untuk bisa mempunyai rasa empati, rasa hormat dan rasa kasih kepada semua orang, agar makin banyak orang yang mau menjadi pengikut Kristus.

Tinggalkan komentar