”Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” – yang berarti: Allah menyertai kita.” Matius 1:23

Ketika kita memikirkan hari raya umat Kristiani, Natal mungkin adalah hal pertama yang terlintas di pikiran kita. Natal mendapat banyak perhatian baik di dalam maupun di luar tembok gereja. Namun secara rohani, Natal hanyalah permulaan. Mengapa begitu? Natal merayakan Tuhan yang menjalankan rencana-Nya untuk menyelamatkan umat manusia dengan mengutus Yesus. Jika sebagai orang Kristen, kita hanya bisa menantikan hadiah atau suasana Natal, itu berarti kita masih kurang bisa menyadari apa arti hari Natal yang sebenarnya.
Tuhan mengasihi manusia dan menginginkan hubungan dengan kita masing-masing. Tapi ada satu masalah besar. Tuhan itu sempurna, jadi kesalahan dan pemberontakan kita memisahkan kita dari-Nya. Kesempurnaan tidak bisa berada dalam hubungan dengan ketidaksempurnaan. Daripada menyerahkan nasib kita pada usaha kita, Tuhan berencana untuk menyelamatkan kita dari konsekuensi kesalahan kita dan memulihkan hubungan kita dengan-Nya. Kita tidak dapat melakukan ini sendiri. Karena kita sudah tidak sempurna, tidak ada cara untuk menjadi sempurna lagi. Kita tidak bisa menjangkau Tuhan, jadi Dia menjangkau kita dengan mengirimkan seorang Juruselamat.
Pada hari Natal, Tuhan datang ke bumi sebagai manusia, Yesus, untuk mengorbankan diri-Nya bagi kita. Natal adalah perayaan kedatangan penyelamat – perayaan kelahiran Yesus. Ketika Tuhan datang ke bumi, Dia memulainya dalam keadaan lemah dan rentan seperti kita semua. Mengapa Tuhan memilih untuk datang ke bumi sebagai bayi yang tidak berdaya? Mengapa tidak menjadi dewasa dan memulai misi penyelamatan dengan menunjukkan kekuatan? Yesus menjalani kehidupan manusia sejak bayi hingga dewasa, dengan segala tantangan hidup. Dia melakukan apa yang tidak bisa kita lakukan: Dia menjalani kehidupan yang sempurna, agar kita mau untuk disempurnakan-Nya.
Jika Natal adalah sebuah permulaan, Yesus kemudian membuka tindakan terakhir dari rencana penyelamatan. Dia mengorbankan diri-Nya untuk meruntuhkan penghalang antara Tuhan dan manusia dan memulihkan hubungan kita dengan Tuhan. Pada hari Jumat sebelum Paskah pertama, hari yang kita sebut sebagai Jumat Agung, Yesus mengorbankan diri-Nya dengan mati menggantikan kita. Kehidupan Yesus yang sempurna memungkinkan Dia menggantikan kita dan menanggung hukuman atas kesalahan kita. Namun mengapa Yesus harus mati? Tidak bisakah Tuhan menyelamatkan kita tanpa pengorbanan? Tuhan itu pengasih, tapi Dia juga adil, jadi Dia tidak bisa mengabaikan kesalahan dan konsekuensinya.
Konsekuensi utama dari semua kesalahan kita adalah keterpisahan dari Tuhan, atau kematian rohani. Seseorang harus membayar harga tersebut, maka Tuhan datang ke bumi dalam wujud Yesus untuk membayarnya bagi kita. Rencana penyelamatan tidak berakhir pada Jumat Agung. Yesus tidak tetap mati; Perpisahannya dengan Tuhan tidak berlangsung selamanya. Pada hari Paskah, Yesus melepaskan diri dari kematian, hidup kembali untuk menyelesaikan misi penyelamatan.
Paskah merayakan keberhasilan misi penyelamatan yang Tuhan mulai pada hari Natal. Melalui pengorbanan dan kebangkitan-Nya, Yesus menawarkan anugerah menakjubkan berupa hubungan tanpa hambatan dengan Tuhan dan kehidupan kekal bersama-Nya di Surga. Sebagai manusia, kita hanya harus menerima hadiah ini. Inilah hadiah yang seharusnya kita nantikan dengan penuh pengharapan.
Dalam ayat di atas, Imanuel adalah nama laki-laki Ibrani yang berarti “Allah beserta kita.” Yesus adalah Imanuel. Ia bukanlah satu bagian dari Allah yang beserta kita; Yesus adalah Allah yang beserta kita dalam segala kepenuhan-Nya: “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan” (Kolose 2:9). Yesus meninggalkan kemuliaan di surga dan mengambil rupa seorang hamba supaya kita yakin bahwa Ia dapat memahami kesukaran hidup sehari-hari kita (Filipi 2:6-11; Ibrani 4:15-16).
Imanuel adalah Juruselamat kita (1 Timotius 1:15). Allah telah mengutus Anak-Nya untuk hidup di antara kita dan mati bagi kita di atas salib. Melalui darah Kristus yang tercurah, kita dapat didamaikan dengan Allah (Roma 5:10; 2 Korintus 5:19; Kolose 1:20). Ketika kita lahir baru oleh karena Roh-Nya, Kristus datang dan hidup di dalam kita (2 Korintus 6:16; Galatia 2:20). Inilah hadiah yang harus kita pertahankan dalam iman dalam hidup kita sebagai orang Kristen sejati.
Imanuel akan selamanya menyertai kita. Setelah kebangkitan-Nya dari kematian, sebelum Yesus kembali pada Bapa-Nya, Ia memberi janji ini: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:20). Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari Allah serta kasih-Nya terhadap kita dalam Kristus (Roma 8:35-39). Bukankah itu yang harus kita ingat dalam menyambut datangnya hari Natal?