Apakah Natal untuk semua orang?

“Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.” Galatia 6:7-8

Sebentar lagi kita akan merayakan hari Natal. Bagi umat Kristen, hari Natal adaah hari kelahiran Yesus Kristus, Allah yang turun ke dunia dalam bentuk manusia, Anak Allah. Bagi orang bukan Kristen, hari Natal mungkin adalah hari yang dinikmati secara kekeluargaan atau dengan pesta pora, bahkan dengan mabuk-mabukan. Tetapi, bagi orang lain hari Natal adalah hari libur yang tidak perlu dirayakan, dan bahkan tidak boleh dirayakan, mungkin saja karena ada kaitannya dengan agama Kristen. Jelas di sini bahwa hari Natal adalah milik orang Kristen, tetapi dikenal oleh semua orang sebagai hari libur, dan “dirayakan” oleh mereka yang tidak menentang hari Natal.

Jika tidak semua orang merayakan hari Natal dalam arti yang benar, apakah Kristus datang untuk semua orang? Ini pertanyaan yang sulit dijawab. Kristus memang datang agar semua orang yang percaya bisa diselamatkan, tetapi tidak semua orang mau percaya kepada-Nya. Jadi, tidak semua orang menerima keselamatan dari Tuhan, dan Tuhan tidak mengasihi semua orang dengan derajat yang sama, sekalipun Ia memberikan matahari dan segala berkat yang ada di dunia untuk siapa saja. Ayat di atas menyebutkan bahwa Tuhan malahan membenci orang-orang yang mempermainkan-Nya. Ayat lain menyebutkan hal yang lebih spesifik:

“Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” 1 Korintus 6:9-10

Semua orang memang diciptakan menurut gamnar Tuhan. Gambar Tuhan adalah doktrin alkitabiah mengenai sifat dan tujuan umat manusia. Kejadian 1:27 menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia “menurut gambar-Nya,” yang berarti bahwa umat manusia diberikan kemiripan tertentu dengan Allah. Tuhan menciptakan semua manusia sengan kasih-Nya. Sama seperti Set yang memiliki “rupa dan gambar” bapaknya, Adam (Kejadian 5:3), Allah menciptakan Adam dan Hawa untuk memiliki gambar dan gambarnya. Teologi sejarah sering kali mendasarkan gambaran Tuhan pada superioritas umat manusia atas makhluk yang lebih kecil, mengingat rasionalitas dan spiritualitas manusia yang lebih tinggi, dan khususnya pada kapasitas manusia untuk mengenal dan menyembah Tuhan. Ayat di atas juga menunjukkan bahwa manusia juga mempunyai kapasitas untuk melawan Tuhan atau mengabaikan panggilan-Nya.

Refleksi lebih lanjut mencatat bahwa sebagai pria dan wanitaa, umat manusia memiliki gambar Allah dalam komunitas kasih. Penekanan dalam Kejadian 1:26 mengenai kekuasaan manusia atas makhluk lainnya membuktikan bahwa manusia berada dalam kekuasaan yang rendah dalam hal akuntabilitas kepada Allah. Refleksi Perjanjian Baru mengenai gambar ilahi menyoroti bahwa manusia diciptakan untuk persekutuan perjanjian dengan Allah dalam kebenaran dan kekudusan. Meskipun kejatuhan telah merusak citra Allah – menghancurkan kebenaran dan kekudusan yang sudah ada dalam diri kita sejak awal – Allah mengutus Putra-Nya, Yesus Kristus, untuk menebus umat manusia dan memulihkan citra Allah “dalam kebenaran dan kekudusan sejati” (Efesus 4 :24).

“Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.” Efesus 4:21-24

Seorang bapa gereja yang bernama Agustinus berpendapat bahwa gambar Tuhan ada dalam ingatan, pemahaman, dan kehendak manusia, sehingga dengan cara ini ia mencerminkan kepribadian Allah yang Tritunggal. Yang lain mengacu pada kesadaran diri dan kepribadian manusia, yang lebih tinggi tingkatnya daripada binatang. Manusia selanjutnya memiliki rasa hati nurani dan melakukan pengambilan keputusan moral. Selain itu, hanya manusia saja di antara makhluk yang menyembah Tuhan dengan kesadaran spiritual, sebagaimana pengamatan Salomo: Tuhan “telah memberikan kekekalan dalam hati manusia” (Pengkhotbah 3:11). Dengan kemampuan kodrat yang mencerminkan gambaran ilahi, kita mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi tujuan utama kita sebagai pria dan wanita ciptaan Tuhan untuk memuliakan Tuhan dan menikmati Dia selama-lamanya.

Yang paling penting dari semuanya, gambaran Allah dalam diri manusia melibatkan penciptaan kita untuk sebuah identitas dalam persekutuan dengan Pencipta dan sesama kita. Kolose 3:10 berbicara tentang pemulihan besar yang telah terjadi dalam keselamatan orang Kristen ketika manusia baru “diperbarui dalam pengetahuan menurut gambar penciptanya.” Paulus dengan demikian menunjukkan bahwa mengenal Allah merupakan hakikat penciptaan manusia menurut gambar Allah. Hewan-hewan tidak sadar akan Tuhan. Mereka tidak mencari atau menyembah Pencipta mereka. Mereka tidak mengerti apakah mereka jantan atau betina, karena mereka hidup hanya dengan naluri. Namun umat manusia, kata Paulus, mengenal Tuhan karena Tuhan telah merancang ciptaan untuk menyatakan diri-Nya kepada orang yang mempunyai gambar-Nya (Roma 1:19).

Hari Natal ini bukan untuk semua orang, tetapi hanya untuk mereka yang mengenal Tuhan. Aspek kunci kemanusiaan kita ini menjelaskan seruan Yesus bahwa “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa “mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yohanes 17:3). Sebagian orang Kristen ingin menyatakan bahwa semua orang dikasihi Allah dengan kasih yang sama, dengan demikian kita harus menghargai cara hidup mereka. Tetapi, pada hari Natal ini kita harus sadar bahwa hanya orang-orang yang taat kepada firman-Nya adalah orang-orang yang dikenal Tuhan sebagai domba-Nya. Kita tidak boleh mengajarkan kepada dunia bahwa Tuhan juga memberkati mereka yang melakukan hal-hal yang dibenci Tuhan. Sebaliknya, kita dipanggil untuk memanggil mereka agar kembali ke jalan yang benar.

Tinggalkan komentar