“Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu.” Lukas 12:32

Apakah yang Anda harapkan untuk tahun yang baru? Sudahkah Anda membuat rencana dan prioritas untuk mencapai hasil yang lebih baik dari apa yang sudah diperoleh pada tahun 2023? Agaknya ada banyak orang yang saat ini menyambut datangnya tahun baru dengan keinginan untuk mencapai kesuksesan yang lebih besar pada tahun 2024. Tidaklah mengherankan bahwa banyak khotbah gereja pada hari ini yang berthemakan pengharapan akan berkat Tuhan yang lebih besar untuk diri sendiri dan keluarga. Thema mencapai kesuksesan dan kemakmuran di tahun baru adalah suatu hal yang menarik untuk sebagian orang Kristen yang percaya bahwa karena Tuhan mahakaya dan mahakuasa, orang yang beriman tidak mungkin akan mengalami kemiskinan atau kegagalan.
Berbeda dengan pengharapan banyak orang, Lukas 12:22–34 mencatat Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk melepaskan kekhawatiran mereka, dan sebaliknya memercayai Tuhan untuk segala kebutuhan fisik mereka. Dia telah mengatakan kepada mereka untuk menolak kehausan akan ketenaran, ketakutan akan kematian, dan ketergantungan pada kekayaan (Lukas 12:1-21). Dia juga memberi tahu bahwa hidup sebagai umat Tuhan bukanlah mudah, bahwa mereka mungkin juga harus meninggalkan keluarga (Lukas 12:49–53). Karena itu, mereka perlu berfokus pada tugas yang akan diberikan Yesus kepada mereka (Lukas 12:35-48), yaitu membangun gereja setelah kenaikan-Nya. Matius 6:25–34 mencakup ajaran yang sama, meskipun mungkin pada waktu dan tempat yang berbeda.
Yesus mengajar para murid tentang prioritas yang tepat dalam hidup orang percaya. Hal ini termasuk mengakui bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu, bahkan semua rahasia. Karena itu, orang-orang beriman hendaknya menghormati Tuhan lebih dari rasa takut mereka akan kegagalan dan kematian, atau khawatir terhadap hal-hal seperti makanan dan pakaian. Umat Kristen harus tetap siap menyambut kedatangan Kristus kembali, meskipun iman mereka akan memisahkan mereka dari orang yang tidak beriman. Ide-ide ini berkisar pada tema sentral ayat 34: bahwa hati seseorang mencerminkan apa yang paling mereka hargai.
“Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” Lukas 12:34
Yesus sedang mengajar murid-murid-Nya tentang prioritas dalam kerajaan Allah. Hal ini terjadi sebagai respons terhadap seorang pria yang marah karena saudara laki-lakinya tidak membagi warisan keluarga sesuai dengan keinginannya. Orang ini mendambakan apa yang dimiliki saudaranya dan ingin mengumpulkan kekayaan. Untuk menunjukkan kesia-siaan sikap seperti itu, Yesus menceritakan sebuah perumpamaan tentang seseorang yang menghasilkan banyak panen dan membangun lumbung untuk menyimpannya, namun kemudian mati. Kekayaannya tidak akan ada gunanya baginya ketika dia meninggal (Lukas 12:13-21). Dengan demikian, Yesus menolak pandangan teologi kesuksesan yang diajarkan oleh banyak gereja di zaman ini.
Baik pria yang marah kepada saudaranya maupun petani kaya dalam perumpamaan itu ingin “mengumpulkan harta” di bumi namun tidak “kaya di hadapan Allah” (Lukas 12:21). Mereka seharusnya mencari kerajaan Allah terlebih dahulu (Lukas 12:31). Harta benda dapat hilang karena pencurian atau perusakan, dan pasti akan hilang jika pemiliknya meninggal dunia. Adalah bodoh bagi seorang Kristen untuk memprioritaskan akumulasi benda-benda fana ketika Allah ingin memberinya warisan dalam kerajaan kekal-Nya (Lukas 12:33-34).
Janganlah kita menaruh keinginan hati pada mengumpulkan hal-hal duniawi yang akan binasa. Kita juga tidak perlu cemas untuk mendapatkan apa yang kita perlukan selama kita berada di sini. Tuhan tahu apa yang kita butuhkan, dan Dia akan menyediakannya. Hidup kita lebih berharga daripada mengkhawatirkan makanan dan pakaian. Kita mempunyai hak istimewa untuk mencari kerajaan Allah. Jika kita memprioritaskan harta kekal ini, kita tidak akan mendambakan kebutuhan duniawi (Lukas 12:22-31).
Walaupun demikian, ada orang-orang Kristen yang mendambakan kekayaan dengan alasan untuk bisa menyumbang gereja dan Tuhan. Alasan yang sedemikian adalah sesuatu yang dibuat-buat untuk pembenaran ajaran teologi kemakmuran yang dipegang mereka. Kita boleh meminta berkat Tuhan untuk lebih bisa menyokong pekerjaan-Nya di bumi, tetapi kita tidak boleh meminta kekayaan untuk bisa mengembalikannya kepada Tuhan. Tuhan adalah yang empunya segala sesuatu, dan Ia tidak membutuhkan barang apa pun dari manusia. Ia hanya mau menerima persembahan yang dari hati yang tulus, bukan dari hati yang penuh kerakusan.
Meskipun memberi adalah bagian yang sah dari program pelatihan Tuhan bagi umat Kristen, rencana Tuhan tidak akan gagal jika kita tidak memberikan uang kita kepada-Nya. Tuhan tidak butuh uang kita. Manusia duniawi selalu membutuhkan uang – bukan Tuhan. Sebaliknya Tuhan mengincar hati manusia, bukan uang mereka. Sungguh menggelikan memikirkan adanya Tuhan yang membutuhkan, padahal Dia bisa berfirman untuk menciptakan planet. Hanya dengan mengucapkan firman, Tuhan dapat menciptakan apa pun yang Dia perlukan atau inginkan.
“Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.” Kisah Para Rasul 17:24-25
Hari ini, baiklah kita menyadari bahwa dalam tahun yang baru, kitalah yang akan membutuhkan Tuhan. Seperti yang ditunjukkan sebelumnya dalam Kisah Para Rasul 17, kitalah yang hidup dan bergerak serta berada di dalam kuasa Allah. Adakah sesuatu yang dapat Anda lihat, dengar, sentuh, rasakan, atau cium yang pada akhirnya tidak berasal dari Tuhan? Indra kita yang memungkinkan kita untuk menyadari dunia di sekitar kita datang karena rancangan Tuhan terhadap kita. Dialah yang menopang kehidupan kita. Tanpa Dia kita bahkan tidak bisa ada, karena Dia menopang hidup kita.
Ketergantungan manusia pada Tuhan adalah mutlak. Perbedaan antara orang beriman dan tidak beriman adalah bahwa orang Kristen mengakui kebenaran ini dan bersyukur serta memuji Tuhan atas apa yang telah Dia lakukan, sementara orang non-Kristen terus berada dalam ketidaktahuan, pembangkangan, atau ketidakpuasan. Orang non-Kristen ingin memuji dirinya sendiri, dan bukan Tuhan; dan karena itu selalu memproritaskan diri sendiri.
Banyak manusia yang tidak menyukai gagasan tentang ketergantungan kepada Tuhan dan menolak adanya Tuhan. Mereka secara langsung menyatakan bahwa manusia itu mandiri dan mampu, dan ia harus menyelesaikan masalahnya sendiri. Orang lain mungkin punya pendapat yang tidak begitu mencolok, namun dalam praktiknya sama saja. Mereka ingin menjadi kapten kapal kehidupan mereka sendiri, menentukan arah mereka sendiri, dan melakukan apa yang benar menurut pandangan mereka sendiri. Namun ketika manusia mencoba melakukan hal ini mereka tidak sadar akan apa yang dikatakan Amsal 14:12, “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.” Menolak atau mengabaikan Tuhan selama hidup di dunia tidak akan mengurangi ketergantungan manusia pada Tuhan. Biarlah kita insaf akan apa yang harus kita prioritaskan dalam hidup: Tuhan. Selamat tahun baru!