Tahun baru, topan baru

“Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.” Markus 4: 39

Empat rumah hancur dan ratusan lainnya rusak setelah seminggu dilanda hujan es raksasa, angin kencang, dan hujan deras di tenggara Queensland. Wilayah Gold Coast, Logan, dan Tamborine Mountain paling terkena dampak cuaca buruk yang terjadi sejak Hari Natal, yang membuat banyak keluarga berada dalam kegelapan dan menyebabkan beberapa orang dilarikan ke rumah sakit. Satu rumah di Tamborine Mountain hancur ketika sebuah pohon setinggi 40 meter menabrak properti tersebut setelah terbawa badai.

Keadaan di Gold Coast sangatlah parah sesudah hari Natal 2023, ketika air banjir menggenang di banyak jalan dan aliran listrik mengalami pemutusan selama semingu. Saya bersyukur bahwa keadaan sesudah itu mulai membaik. Pada pihak yang lain, saya juga kuatir bahwa ada kemungkinan ada badai dalam minggu-minggu mendatang. Kekuatiran saya menjadi lebih intens jika saya ingat bahwa tidak ada seorang pun yang bisa memastikan apa yang akan terjadi pada minggu-minggu mendatang di pantai timur Australia. Memang bulan Januari adalah bulan topan di Australia.

Topan datang tanpa diundang. Murid-murid Yesus menurut kitab Markus diatas lagi berperahu sambil menikmati pemandangan ketika mereka menyeberangi laut Galilea yang juga dinamakan laut Tibereas. Laut ini sebenarnya adalah danau air tawar terbesar di Israel, sekitar 20 km panjangnya dan 10 km lebarnya dengan kedalaman 45 meter. Ketenangan danau itu tiba-tiba berubah diganti dengan kekacauan dan ketakutan ketika angin topan datang, yang membuat perahu mereka hampir karam.

Datangnya topan dan ombak membuat murid-murid menjadi was-was. Tetapi, sebagai penangkap ikan, sebagian mungkin sudah terbiasa menghadapi ombak besar seperti itu. Mungkin mereka pada awalnya berusaha untuk mengatasi keadaan. Tetapi sekalipun mereka kuat dan berpengalaman dengan ombak besar, ternyata keadaan menjadi sangat buruk sehingga dalam kekuatiran mereka membangunkan Yesus.

Sekuat-kuatnya manusia, tentu ada keadaan yang membuat mereka kuatir. Dengan pikiran sehat kita tentu pernah mengalami bahwa ada saatnya kita merasa takut dan kuatir karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam hidup kita. Orang-orang disekitar kita mungkin bermaksud baik dengan menyokong kita, membesarkan hati kita. Tetapi siapakah yang berani mengaku bahwa dirinya kuat dalam menghadapi gelombang hidup yang besar? Saat ini, kita adalah manusia yang sebenarnya kecil dibandingkan dengan gunung persoalan dan tantangan yang kita hadapi. Seperti murid-murid Yesus kita merasa lemah dan tak berdaya. Tidak ada orang lain yang bisa menolong kita. Tidak ada nasihat dan semboyan yang bisa membesarkan hati kita.

Pada waktu murid-murid menyadari ketidak-berdayaan mereka, mereka menjerit memanggil Yesus. Mereka membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” Dalam keadaan darurat seperti itu mereka sadar bahwa harapan satu-satunya adalah pada Ia yang benar- benar berkuasa, Tuhan Yesus. Yesus kemudian bangun dan menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!”.

Kata yang diterjemahkan “menghardik” berasal dari akar kata Yunani epitimao. Secara harfiah berarti memberikan atau mengakui nilai dari sesuatu. Dalam hal ini Yesus menilai angin tidak dikehendaki. Itu adalah kata yang sama yang digunakan ketika Yesus menghadapi setan (Markus 1:25; 3:12; 9:25). Kata “diam” berasal dari akar kata Yunani fimoo yang berarti tetap diam seperti diberangus, dan tetap terkendali. Menarik sekali bahwa Yesus menyikapi unsur-unsur cuaca seperti yang kita lakukan terhadap makhluk hidup. Jika Allah memberi manusia wewenang atas hewan dan tumbuhan (Kejadian 1:28), Yesus menciptakan segala sesuatu di bumi dan, oleh karena itu, berkuasa atas semua ciptaan (Kolose 1:16).

Dalam Perjanjian Lama, kita melihat bahwa hanya Tuhan yang dapat mengendalikan cuaca (Mazmur 65:7; 89:9; 107:23–32), meskipun mereka yang mencari nafkah dari laut biasanya dapat memperkirakannya (Matius 16:3) . Beberapa nabi Perjanjian Lama mengumumkan kapan Tuhan akan mendatangkan atau menghilangkan hujan, atau berdoa memohon hujan berdasarkan instruksi Tuhan, namun mereka tidak pernah memerintahkan cuaca secara langsung dan berdasarkan otoritas mereka sendiri. Para murid telah melihat otoritas Yesus atas luka dan penyakit, serta setan, namun mereka baru mulai memahami siapa Yesus sebenarnya (Markus 4:41). Yesus meredakan badai karena para murid takut mati. Mereka perlu melihat bahwa otoritas-Nya mencakup keadaan-keadaan eksternal yang akan mereka hadapi.

Seperti apa yang dialami murid-murid Yesus, dalam Kisah Para Rasul 27:13–38, Paulus dan rombongannya terjebak dalam badai dahsyat yang menghancurkan kapal mereka dan memaksa mereka berenang ke tempat yang aman. Namun karena imannya, Paulus mampu memanfaatkan keadaan tersebut untuk mendapatkan kepercayaan dari awak kapal dan melayani orang-orang yang mereka temui di pulau itu (Kisah 28:7-10). Stabilitas rohani kita sendiri lebih penting daripada berusaha menunjukkan kuasa Allah atas permasalahan kita.

Perlu dicatat bahwa kita tidak perlu merasa terpukul atau marah jika Tuhan tidak nampak bereaksi atas jeritan kita. Ayat di atas tidak berarti bahwa Tuhan akan selalu melepaskan kita dari segala bahaya pada saat yang kita harapkan; inilah salah satu ironi besar dalam kehidupan Kristen. Tuhan memang dapat mengendalikan segalanya dan membuat segalanya menjadi baik dan kita harus beriman kepada-Nya dan merasa puas bahkan ketika Dia tidak bertindak seperti apa yang kita maui (Filipi 4:12-13).

Hari ini kita diingatkan bahwa kita tidak diharapkan untuk selalu menang dan selalu bersemangat untuk bisa menang dalam hidup ini. Bukan seperti yang dipidatokan banyak motivator di TV dan seminar. Adakalanya kita harus merasa kalah, ada saatnya kita menyerah, untuk bisa ingat adanya Tuhan dan agar mau menjerit kepadaNya. Dan Ia akan menghardik topan kehidupan kita dan berkata: “Diam! Tenanglah!”

Mungkin kita sudah mengalami berbagai topan kehidupan di masa lalu. Dan kita ingat bahwa ketika topan itu reda, hidup kita terasa teduh kembali. Biarlah kita juga ingat bahwa Yesus berkata kepada kita: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Kita harus percaya bahwa Tuhan akan menolong kita pada waktu yang tepat. Semoga Tuhan menguatkan kita yang saat ini sedang menghadapi masalah hidup yang besar.

Tinggalkan komentar