“Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya.” Amsal 3: 11

Pasal Amsal ini ditulis oleh raja Salomo. Kata “anakkku” mungkin berlaku bagi salah satu murid Salomo di istananya atau bagi salah satu putra kandungnya. Penerapan hikmat dalam Amsal 3 menunjukkan manfaat percaya kepada Tuhan dengan segenap hati. Salomo menghubungkan ketaatan dan kepercayaan kepada Tuhan atas umur panjang, kesuksesan, bimbingan, kesehatan, pahala yang melebihi kekayaan moneter, kenikmatan, kedamaian, keamanan, kepercayaan diri, hubungan antar manusia yang unggul, berkat dan perkenanan Tuhan, serta kehormatan. Seperti halnya semua peribahasa, baik yang alkitabiah maupun yang lainnya, tujuannya adalah untuk memberikan hikmat secara umum, bukan nubuatan khusus untuk seseorang.
Amsal 3:1–12 merupakan nasihat dari Salomo yang mendesak mereka yang lebih muda untuk mengindahkan ajarannya dan percaya sepenuh hati kepada Tuhan. Dia mengutip beberapa hasil berharga dari ketaatan dan kepercayaan. Bagian ini didasarkan pada nasihat yang Salomo berikan dalam Amsal 2. Tuhan yang memberi petunjuk, menghilangkan rintangan, dan memberikan rezeki yang berlimpah bagi umat-Nya dapat dipercaya untuk mendisiplin mereka demi kebaikan dan kemuliaan-Nya. Oleh karena itu, Salomo berpesan kepada muridnya untuk tidak memandang rendah didikan Tuhan atau menjadi bosan terhadap teguran-Nya. Meremehkan didikan Tuhan berarti menolak atau meremehkannya. Dalam penggunaan umum dalam Alkitab, ini menunjukkan kebalikan dari apa yang sering dilakukan manusia duniawi yang ingin hidup bebas tanpa batasan.
Bosan terhadap teguran Allah bisa berarti muak atau benci terhadap-Nya. Didikan Tuhan bukanlah hukuman; itu adalah perbaikan. Kita belajar banyak dengan disiplin. Kita belajar untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan yang tidak menyenangkan Tuhan dan menghambat kemajuan rohani kita. Ketika Tuhan mendisiplin Yunus karena sikapnya yang memberontak, Dia menyiapkan seekor ikan besar untuk menelan Yunus. Paus adalah utusan Tuhan untuk menyelamatkan Yunus dari badai laut, namun juga merupakan sarana yang digunakan Tuhan untuk mengajar Yunus untuk menaatinya (Yunus 1:10 – 2:10). Didikan Tuhan adalah alat efektif yang Dia gunakan untuk membentuk kita menjadi orang yang mempunyai hubungan yang harmonis dengan Dia, bukan untuk membuat orang membenci Dia.
Walaupun Tuhan mendidik umat-Nya karena kasih-Nya, banyak orang yang merasa bahwa Tuhan bersikap totaliter kepada mereka. Sering kali, mereka yang kurang mempunyai hubungan baik dengan orang tua, merasa bahwa Tuhan adalah Oknum yang sewenang-wenang dan memaksakan kehendak-Nya. Tuhan itu seperti orang berumur yang bawel, begitulah ada orang mengeluh. Ia suka sekali menggurui manusia dan mengatur segala segi kehidupan manusia. Karena itu sebagian orang merasa bosan terhadap hubungannya dengan Tuhan. Malahan ada orang-orang yang marah atau tersinggung kalau mendapat peringatan Tuhan baik melalui Firman maupun lewat saudara seiman. Tuhan itu “bossy” dan “boring”, kata sebagian orang. Mereka tidak mau terlalu dekat dengan Tuhan karena tetap mau hidup “berdikari” alias berdiri diatas kaki sendiri. Mereka mau merdeka dari kungkungan Tuhan dan tidak mau terlalu diatur oleh Tuhan.
Mengapa Tuhan bisa terasa membosankan? Karena Tuhan sepertinya kuno, ketinggalan zaman.
- Tuhan tidak memperbolehkan manusia beriman kepada rasul-rasul, nabi-nabi, orang suci, pemimpin gereja dan orang-orang terkenal lainnya, baik sudah mati maupun masih hidup. Padahal mereka itu adalah anak-anak Tuhan yang jempolan.
- Tuhan tidak memperbolehkan manusia membaktikan diri kepada kekayaan, kesuksesan, kepopuleran, kepandaian, kesenangan dan semacamnya. Padahal itu adalah tujuan hidup manusia yang diajarkan dalam berbagai media.
- Kita tidak diperbolehkan menyebut nama Tuhan secara sembarangan, sekalipun itu bisa menunjukkan bahwa kita adalah pengikut Tuhan.
- Tuhan mengharuskan kita menghormati Dia khususnya pada hari Sabat/Minggu, padahal hari itu hari libur kita yang bisa dipakai untuk bersenang-senang.
- Kita selalu diingatkan untuk menghormati orang tua, padahal mereka sendiri tidak pernah mengeluh atas perlakuan kita.
- Tuhan melarang kita membunuh seolah kita ini memang bertampang pembunuh. Apalagi jika kita tidak diperbolehkan membenci orang lain karena itu dianggap sama dengan membunuh.
- Manusia tidak diperbolehkan untuk berbuat zinah, cabul, kawin-cerai, hidup diluar pernikahan, atau berhubungan dengan kaum sejenis, padahal banyak orang modern dan ternama berbuat begitu di siang hari bolong pun.
- Kita tidak diperbolehkan untuk mengambil keuntungan secara tidak benar karena itu dianggap mencuri. Padahal semua orang harus berbuat begitu kalau mau sukses dalam hidup.
- Kita tidak boleh menjelekkan nama orang lain sekalipun orang itu sering memfitnah kita. Inipun sulit dijalankan karena dalam bisnis dan politik sudah biasa manusia bersaing dan saling menyerang atau menjelekkan.
- Manusia dilarang mengiri kesuksesan orang lain, padahal rasa ingin seperti orang lain bisa menjadi pendorong kesuksesan kita. Kekaguman kita atas hidup orang lain, prestasi orang lain, harta, pasangan, dan anak-anak mereka sering digolongkan sebagai rasa iri.
Hari ini kita bisa melihat bahwa Tuhan kita itu terasa berlebihan dalam mengatur hidup kita. Karena itu sering kita ingin berjalan sendirian dalam hidup kita. Kita sering bosan untuk hidup “terlalu alim”, kita ingin kebebasan. Tetapi yang tidak kita sadari adalah bahwa semakin lama dan jauh kita hidup tanpa Tuhan, semakin jauh juga kita tersesat dalam kegelapan dosa dan tidak dapat merasakan kebahagiaan yang sejati. Dalam hal ini, Yesus mengingatkan kita bahwa jika kita benar-benar pengikut-Nya, kita tidak akan menolak terang-Nya.
”Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.“ Mazmur 119:105