Lalu Ia berfirman: “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” Kejadian 22:12

Kejadian 22:1–19 terjadi selama beberapa hari, ketika Ishak mungkin masih remaja. Sebagai ujian terhadap iman dan ketaatan Abraham, Tuhan memerintahkan Abraham untuk melakukan hal yang mengerikan: membunuh dan mempersembahkan putranya yang dia cintai, sebagai korban bakaran. Abraham bertekad untuk taat tanpa ragu-ragu, setelah belajar memercayai kebaikan Tuhan melalui berbagai kesalahan yang diperbuatnya sebelumnya.
Dalam ketaatan penuh, Abraham bersiap untuk membunuh Ishak saat dia terbaring terikat di altar. Tetapi Abraham dihentikan oleh suara dari surga yang memanggil namanya. Seorang malaikat Tuhan berseru: “jangan kauapa-apakan dia….” Ini adalah rencana Tuhan selama ini, dan Abraham telah lulus ujian imannya dari Tuhan. Karena ketaatan Abraham, Tuhan memperbarui dan menekankan janji-janji-Nya tentang berkat, keturunan yang berlipat ganda, dan kemenangan atas musuh-musuh Israel di masa depan.
Malaikat Tuhan, sesungguhnya Tuhan dalam wujud lain, melanjutkan: “..sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” Dalam Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Lama, “takut akan Tuhan” berarti memiliki rasa hormat dan penghargaan yang besar terhadap kuasa dan kebenaran Tuhan sehingga seseorang menaati Dia di atas segalanya.
Ujian dari Tuhan ini menjawab pertanyaan apakah Abraham “takut” akan Tuhan. Walaupun demikian, perlu kita perhatikan bahwa Abraham tidak mempunyai iman yang bodoh atau buta. Sebaliknya, dia memilih untuk memercayai Tuhan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Berkali-kali Tuhan membuktikan bahwa Abraham tidak perlu memahami setiap detail dari firman-Nya, ia hanya perlu taat. Tuhan akan bekerja untuk membuktikan kebenaran-Nya sendiri pada akhirnya. Sekali lagi, hal ini terbukti benar, meskipun dalam bentuk yang jauh lebih mencekam dan dramatis.
Perlu dicatat bahwa Allah menyebut Ishak sebagai “anakmu yang tunggal” kepada Abraham. Kita tidak boleh mengabaikan adanya kemiripan ungkapan ini dengan apa yang ada dalam Yohanes 3:16: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Di sini kita sadari bahwa Allah menuntut kesetiaan umat-Nya karena Ia sendiri adalah setia kepada mereka.
Jika Allah mengatakan bahwa Ia sekarang tahu bahwa Abraham takut akan Dia setelah Abraham tidak segan-segan untuk menyerahkan anaknya, sebagian orang Kristen memertanyakan apakah Allah tidak tahu sebelumnya bahwa Abraham takut kepada-Nya? Penganut ajaran Teisme Terbuka (Open Theism) menyimpulkan bahwa karena Tuhan harus mengetahui apa yang akan dilakukan Abraham, Tuhan harus selalu mengikuti dan belajar dari apa yang terjadi. Namun jika kita berasumsi bahwa Tuhan harus belajar, maka masalah lain akan muncul. Tuhan bukan lagi Tuhan yang kita kenal.
Teisme terbuka menyatakan bahwa karena Tuhan dan manusia itu sama-sama mempunyai kehendak bebas, pengetahuan manusia tentang Tuhan bersifat dinamis dan dengan itu, pemeliharaan Tuhan bersifat fleksibel. Sementara beberapa aliran Kristen klasik menggambarkan pengetahuan Tuhan tentang masa depan sebagai lintasan yang tunggal dan tetap, teisme terbuka melihatnya sebagai beragam kemungkinan yang bervariasi, dengan beberapa kemungkinan yang kemudian menjadi stabil seiring berjalannya waktu. Dengan kata lain, tindakan Tuhan harus bergantung pada “sikon”.
Dengan demikian, masa depan, serta pengetahuan Tuhan tentangnya, bersifat terbuka (karenanya, disebut “teisme terbuka”). Versi lain dari teologi Kristen klasik berpendapat bahwa Tuhan sepenuhnya menentukan masa depan, yang berarti tidak ada kebebasan memilih (masa depan tertutup dan manusia seperti robot). Namun versi lain dari teisme klasik berpendapat bahwa, meskipun ada kebebasan memilih, kemahatahuan Tuhan membuat Tuhan mengetahui terlebih dahulu pilihan bebas apa yang akan diambil manusia. Ini berarti manusia bukan seperti robot dan Tuhan adalah mahatahu.
Penganut teisme terbuka berpendapat bahwa semua versi teisme klasik tidak sesuai dengan konsep alkitabiah tentang Tuhan; tentang kebebasan ilahi dan kebebasan yang diberikan Tuhan kepada ciptaan-Nya. Mereka cenderung menekankan bahwa ciri karakter Tuhan yang paling mendasar adalah kasih dan sifat ini tidak dapat diubah. Mereka juga (berbeda dengan teisme klasik) cenderung berpendapat bahwa gambaran alkitabiah adalah tentang Tuhan yang sangat tergerak oleh ciptaan-Nya, mengalami berbagai perasaan sebagai tanggapan terhadap tingkah laku ciptaan tersebut. Ini tentunya aneh karena Tuhan yang mahakuasa bisa dipengaruhi oleh tindakan ciptaan-Nya.
Jika Tuhan tidak tahu apakah Abraham akan membunuh Ishak atau tidak, lalu tahukah Tuhan jika Abraham akan membawa Ishak ke bukit, menyuruh Ishak untuk membawa kayu tersebut, dan segudang keputusan lain yang harus diambil dalam rangka agar semuanya berhasil? Tentunya tidak. Itu adalah hanya keinginan Tuhan yang penuh harapan, berharap Abraham akan melakukan apa yang pada akhirnya Tuhan ingin dia lakukan. Tuhan yang sedemikian bukanlah mahakuasa dan mahatahu. Lebih jauh lagi, bagaimana Tuhan tahu bahwa begitu Abraham mengangkat pisaunya, maka pada saat-saat terakhir, Abraham tidak akan batal membunuh putranya? Menurut teisme terbuka, Tuhan sebenarnya tidak mengetahuinya karena ada saat lain di mana Abraham bisa berubah pikiran.
Firman Tuhan dalam Kejadian 22:12 diucapkan setelah Abraham hendak mengorbankan Anaknya Ishak di atas mezbah. Abraham mengangkat pisau yang akan digunakannya untuk membunuh Ishak, dan saat itulah Tuhan menyuruh Abraham untuk berhenti. Allah berfirman, “…sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah”. Apakah ini berarti Tuhan tidak tahu pasti apa yang akan dilakukan Abraham sampai Dia melihat pisau yang teracung? Apakah ini juga berarti bahwa Tuhan tidak tahu apakah Abraham takut atau tidak kepada-Nya sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut?
Teisme terbuka dihadapkan pada suatu masalah karena Tuhan yang mahatahu tentu mengetahui semua yang ada saat ini secara lengkap dan total. Jika Tuhan mengetahui segala sesuatu yang ada saat ini secara mendalam, bukankah Tuhan mengetahui keadaan hati Abraham mengenai rasa takut Abraham terhadap Tuhan? Ayat 1 Tawarikh 28:9 mengatakan, “…TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita.” Karena Allah mengetahui maksud hati semua manusia, maka Dia mengetahui apa maksud hati Abraham selama tiga hari perjalanan menuju tempat pengorbanan, serta takut atau tidaknya Abraham kepada-Nya. Jelaslah Dia pasti tahu bahwa Abraham takut kepada-Nya, dan ujian tidak diperlukan untuk membuktikan fakta ini.
Kita dapat memperhatikan bahwa Kejadian 22:5 menulis bahwa Abraham berkata kepada kedua bujangnya: ”Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.” Abraham siap mengorbankan putranya, tetapi dia mengharapkan Allah untuk membangkitkan Ishak. Inilah yang dikatakan dalam bahasa Ibrani. 11:19, “Karena ia (Abraham) berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati….”. Jadi, Allah tentu tahu bahwa Abraham percaya sepenuhnya kepada Dia. Lalu mengapa Allah masih perlu menguji Abraham?
Dalam Kejadian 3:9, setelah Adam berdosa, Allah memanggil dia dan bertanya, “Di manakah engkau?” Apakah kita bisa mengatakan bahwa Tuhan tidak tahu di mana Adam berada di taman itu? Tentu saja tidak. Tuhan sering membuat pernyataan yang dirancang untuk mengungkapkan kepada manusia sebuah kebenaran yang perlu disampaikan. Memang, Tuhan sering mengajukan pertanyaan yang Dia sudah tahu jawabannya. Dalam kasus Adam, kata “di mana” berhubungan dengan kondisi spiritual, bukan lokasi fisik. Dalam kasus Abraham, Tuhan hanya menyampaikan hubungannya dengan Abraham sesuai dengan apa yang Abraham pahami, khususnya setelah kejadian nyata dengan Ishak di altar. Kata-kata “Telah kuketahui sekarang” bukan untuk Tuhan, tapi untuk Abraham yang perlu mendengar Tuhan menegaskan kesetiaannya.
Hari ini, biarlah kita yakin bahwa Tuhan mengetahui kondisi hati kita saat ini, karena Tuhan mahatahu. Tuhan tahu apakah kita takut kepada-Nya. Tuhan sudah mengetahui, berdasarkan Kejadian 22:5, apakah kita berharap bahwa Tuhan akan menolong kita pada saatnya. Tuhan tidak melupakan hal ini ketika kita mengalami ujian hidup. Memang kita manusia mempunyai kehendak bebas,tetapi Ia yang sudah memilih kita akan ikut bekerja dalam setiap kesempatan untuk membawa kita ke arah kebaikan. Bisakah kita mempercayai Tuhan yang tidak pernah membuat kesalahan?
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Roma 8:28