Membina rasa percaya diri

Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: ”Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” Ibrani 13: 5

Anda tentu mengerti istilah PD yang sering dipakai dalam percakapan sehari-hari. Menurut psikolog, percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis seseorang di mana individu bisa mengevaluasi dirinya sehingga menghasilkan keyakinan kuat pada kemampuan dirinya dan optimis pada segala sesuatu. Dengan demikian, percaya diri merupakan modal dasar untuk penyataan eksistensinya. Dengan percaya diri, seseorang merasa mampu untuk mengenal dan memahami diri sendiri. Sebaliknya, orang yang tidak percaya diri akan terhambat dalam potensi diri untuk berkembang.

Bagaimana orang berusaha meningkatkan rasa percaya diri mereka? Biasanya, melalui pendidikan, kedudukan, penampilan dan kekayaan. Mereka yang pandai berbicara dengan kata-kata bijak, atau yang memakai pakaian dan perhiasan mahal, dan mereka yang mengendarai mobil mewah atau yang tinggal di rumah gedongan, sering dianggap orang yang besar PD nya. Sebaliknya, orang biasa yang tidak mempunyai keistimewaan apa-apa sering kali disangka kurang memiliki percaya diri. Benarkah begitu?

Cara manusia mencapai percaya diri sangat berbeda dengan apa yang diajarkan Alkitab agar umat Kristen tidak gentar dalam menghadapi persoalan hidup. Kitab Ibrani pasal 1-9 menjelaskan bagaimana dalam Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus kita lebih dapat merasakan kedamaian dalam Tuhan jika dibandingkan mereka yang hidup dalam Perjanjian Lama yang harus memakai pengorbanan hewan. Bagi umat Kristen, percaya diri adalah berasal dari iman bahwa kita adalah orang-orang yang sudah diselamatkan.

Pasal 10-12 memakai pengurbanan Kristus untuk mendorong umat Kristen agar ”berpegang teguh” meskipun ada penganiayaan. Kesimpulan dari penerapan ini adalah bahwa orang percaya harus percaya pada iman mereka, dan memilih untuk menaati Tuhan, pada saat-saat sulit. Dalam Kristus kita sudah menang. Pasal 13 menambahkan beberapa pengingat khusus mengenai tingkah laku orang yang sudah diselamatkan. Bagian ini juga menegaskan kembali gagasan bahwa Kristus dimaksudkan untuk menjadi teladan utama kita. Surat itu diakhiri dengan permohonan doa dan kata-kata berkah.

Pasal 13 ini mencantumkan poin-poin tertentu yang dinyatakn Paulus untuk mendorong umat Kristen untuk berperilaku baik. Hal ini mencakup kasih persaudaraan (Ibrani 13:1), keramahtamahan (Ibrani 13:2), dukungan terhadap orang yang dianiaya dan dipenjarakan (Ibrani 13:3), dan penekanan pada moralitas seksual (Ibrani 13:4). Bagian lain dalam Perjanjian Baru menggemakan pentingnya menghindari dosa seksual, mengingat daya tarik dan kuasanya (Roma 1:24-27). Konsekuensi dari melakukan hal-hal yang dibenci Tuhan adalah berkurangnya rasa yakin bahwa kita adalah orang-orang yang dipilih dan dikasihi Tuhan. Sekalipun orang bisa memiliki segala sesuatu, pada suatu saat ia akan sadar bahwa pada akhirnya semua itu akan lenyap bersama dengan dirinya.

Ibrani 13:1–6 berisi petunjuk praktis dan nyata bagi umat Kristen yang ingin untuk percaya diri. Hal ini mencerminkan beberapa tema umum dalam Perjanjian Baru. Kasih persaudaraan, keramahtamahan, kepedulian terhadap orang yang dianiaya, moralitas seksual, dan rasa puas diri semuanya dipuji. Paulus menghubungkan kemampuan untuk merasa puas dan setia, dengan kepercayaan kita kepada Kristus untuk selalu ada bersama kita dan untuk kita dalam semua keadaan.

Ayat di atas secara khusus menyebutkan satu bahaya besar yang bisa menghancurkan rasa percaya diri: keserakahan. Perlu dicatat bahwa ungkapan “uang adalah akar segala kejahatan” sebenarnya tidak alkitabiah, karena kekayaan dapat digunakan dan dinikmati dengan baik (Roma 14:14). Apa yang Alkitab katakan, dalam 1 Timotius 6:10, adalah bahwa “cinta akan uang adalah akar segala kejahatan.” Ayat tersebut mencatat bahwa keinginan yang tidak sehat akan kekayaan telah menyebabkan kehancuran banyak kehidupan. Manusia yang kehilangan percaya diri karena tidak adanya uang, dan manusia yang lupa harga diri karena banyaknya uang.

Obsesi yang tidak sehat terhadap uang erat kaitannya dengan ketidakpuasan. Ini adalah sesuatu yang Alkitab nyatakan dengan menggunakan kata-kata seperti “mengingini” (Keluaran 20:17; Yakobus 4:2) dan “cemburu” (Yakobus 3:16). Daripada merasa sedih atas apa yang tidak kita miliki, orang-orang Kristen seharusnya bersyukur atas apa yang kita miliki dan berharap atas tanah air surgawi yang suatu hari akan kita peroleh (Ibrani 11:14-16). Kita akan memiliki rasa percaya diri jika kita sadar bahwa kita adalh warga surgawi. Hamba Tuhan, bukan hamba kesuksesan.

Pagi ini kita harus menyadari bahwa fondasi dari perspektif yang penuh rasa percaya, puas, dan berwawasan ke depan ini adalah hubungan setiap orang percaya dengan Kristus (Ibrani 12:2). Ungkapan di sini mungkin merujuk pada janji Tuhan kepada Yosua, yang akan memperkuat kepercayaan diri kita karena keamanan yang kita miliki di dalam Tuhan:

“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” Ulangan 31:6

Tinggalkan komentar