Hal mengasihi orang jahat

Tetapi orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia, karena perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Ketika dua murid-Nya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: ”Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” Akan tetapi Ia berpaling dan menegor mereka.” Lukas 9:53-55

Pemilu sudah berakhir, dan puji syukur kepada Tuhan bahwa semuanya sudah berjalan dengan baik. Memang, pemilu di mana pun bisa menimbulkan ketegangan antar pendukung capres dan partai, dan ini bisa membawa orang ke dalam kebencian terhadap mereka yang tidak sefaham. Pemilu di Amerika sebentar lagi juga akan berlangsung, dan kita tentunya boleh berdoa agar semuanya bisa berjalan dengan baik seperti pemilu di Indonesia. Tuhan tidak menghedaki kekacauan, tetapi damai sejahtera (1 Korintus 14: 33).

Dalam hidup manusia, memang perasaan tidak senang atau benci bisa membuat seseorang mengutuki orang lain. Sudah tentu kutukan manusia saja tidak akan ada hasilnya karena manusia tidak mempunyai kuasa untuk melakukan keajaiban melalui kutukan. Ini berlainan dengan Yesus, Anak Allah, yang bisa mengutuki pohon ara, orang Farisi dan tiga kota (Khorazim, Betsaida dan Kapernaum). Selain itu, iblis bisa membawa hal-hal yang jahat kepada dunia, tetapi ia pun tidak berdaya untuk menggangu orang Kristen tanpa seizin Tuhan.

Pada waktu itu, Yesus telah mengirimkan utusan ke sebuah desa di Samaria untuk “membuat persiapan bagi dia” (Lukas 9:52). Karena Yesus sedang menuju ke Yerusalem, penduduk desa Samaria yang membenci orang Yahudi menolak untuk mengabulkan permintaan mereka (Lukas 9:53). Secara agama, orang Samaria beribadah di Gunung Gerizim dan tidak percaya bahwa Yerusalem adalah tempat yang tepat untuk beribadah kepada Tuhan. Secara politis, sekitar 130 tahun sebelumnya,ada imam Israel yang membakar kuil orang Samaria. Orang Samaria mempunyai alasan kuat untuk menolak Yesus karena kesetiaan-Nya kepada Yerusalem dan karena Dia seorang Yahudi. Meski begitu, dalam budaya yang mengutamakan keramahtamahan, penolakan ini sangat menghina dan bahkan memalukan.

Jika orang Samaria masih ingat dendam lama, Yakobus dan Yohanes juga terjebak dalam pola pikir Perjanjian Lama. Mereka percaya Yesus adalah Mesias yang akan menaklukkan Roma, memberikan kemerdekaan politik kepada orang-orang Yahudi, dan memerintah, dengan pengikut-Nya di sisi-Nya (Markus 10:35–37). Mereka membela kerajaan Yesus dan kembalinya pemerintahan Yahudi: sebuah pemikiran yang menimbulkan keresahan pada setiap orang Samaria.

Selain itu, Yakobus dan Yohanes mengetahui bahwa orang Samaria tidak menyembah Tuhan sebagaimana mestinya. Perbedaan antara orang Samaria dan Yahudi nampaknya muncul pada zaman Nehemia. Namun landasan bagi pembagian itu sudah ada sejak lama. Penyembahan berhala merupakan masalah bagi bangsa Israel pada masa hakim-hakim. Hal ini semakin parah ketika kerajaan Israel di utara memisahkan diri dari putra Salomo yang bodoh, dan pemimpin baru tersebut mendirikan berhala-berhala untuk menjauhkan rakyatnya dari Yerusalem dan Bait Suci (1 Raja-Raja 12:25-33). Sepanjang sejarah mereka, mereka semakin banyak menyembah dewa-dewa asing sampai Tuhan memanggil bangsa Asyur untuk menghancurkan mereka; tetapi yang kemudian memperkenalkan lebih banyak lagi dewa-dewa kafir (2 Raja-Raja 17:24-33). Orang Samaria merupakan keturunan hasil perkawinan antara orang Israel dan orang bukan Yahudi. Mereka hanya mengikuti Taurat (lima kitab pertama dalam Alkitab) dan beribadah di Gunung Gerizim, percaya bahwa kuil di Yerusalem, dan para pendetanya, adalah tidak sah.

Yakobus dan Yohanes berupaya keras melawan ibadat palsu yang merajalela di Samaria. Mereka tidak memiliki kesabaran terhadap penolakan terang-terangan terhadap Mesias. Karena itu, mereka berharap agar Tuhan mengutuki orang Samaria. Bahkan mereka besedia untuk menjadi saluran murka Tuhan. Pikiran mereka tampaknya kembali ke raja kerajaan utara, Ahazia, yang meminta petunjuk kepada Baal-zebub mengenai apakah ia akan pulih dari cederanya. Elia menantang penyembahan berhalanya dan memanggil api dari surga untuk menghancurkan para utusannya yang tidak senonoh (2 Raja-raja 1).

Pada zaman raja Ahazia, tindakan Elia merupakan respon yang tepat. Israel menolak Tuhan mereka, yang ibadahnya hanya dilakukan di Yerusalem. Tetapi, di masa yang dijelaskan oleh Lukas dalam perikop ini, Yesus sedang mempersiapkan murid-murid-Nya menuju jalan yang baru yang berdasarkan hukum kasih. Di persekutuan Kristen, para penyembah-Nya akan meninggalkan Yerusalem dan menyebarkan kabar baik tentang kasih Tuhan ke seluruh dunia. Mereka harus setia kepada Yesus, bukan kepada Yerusalem. Inilah sebabnya mengapa Yesus telah mengatakan kepada mereka bahwa jika suatu kota menolak pesan mereka tentang Dia, mereka harus “keluar dari kota dan mengebaskan debu dari kaki mereka sebagai peringatan terhadap kota itu” (Lukas 9:5).

Lukas 9:52–56 mencatat bagaimana sebuah desa di Samaria menolak memberikan keramahtamahan kepada Yesus dan para murid. Ini merupakan penghinaan yang menyedihkan pada saat itu. Sebagai tanggapan, Yohanes dan Yakobus menawarkan untuk memanggil api dari surga, namun Yesus menegur mereka. Ini adalah cerita pertama dari beberapa cerita dalam Lukas 9:52—11:13 di mana Yesus mengoreksi gagasan para murid tentang apa artinya Dia adalah Tuhan. Di sini, Yesus mengajarkan kepada para murid bahwa mereka tidak perlu menghakimi mereka yang menolak Yesus. Begitu juga kita tidak boleh melakukan hal yang serupa terhadap mereka yang tidak sefaham dengan kita.

Namun, penampilan Yakobus dan Johanes tidak semuanya buruk. Pertama, mereka menyadari kekuatan Ilahi yang dapat mereka akses. Mereka akan membutuhkan keyakinan itu ketika mereka melakukan perjalanan dan mengajarkan bahwa Yesus menawarkan keselamatan. Kedua, setidaknya mereka meminta izin Yesus, daripada langsung bertindak berdasarkan dorongan hati mereka. Apa yang baik dalam diri Yakobus dan Yohanes inilah yang harus kita tiru, bukan kebodohan dan kebencian mereka terhadap orang yang tidak menyukai mereka. Kita harus sadar bahwa Tuhan mempunyai kuasa untuk mengubah hati manusia, dan Ia ingin agar kita mengasihi musuh kita dan berdoa untuk mereka. Dalam segala tindakan kita terhadap orang lain, kita harus meminta izin dan bimbingan dari Tuhan untuk memilih apa yang terbaik.

“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” Matius 5:43–44

Tinggalkan komentar