Ibadah belum tentu membawa kedamaian

“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” 1 Timotius 6: 6

Bacaan: 1 Timotius 6: 6 – 10

Timotius pasal 6 melengkapi instruksi Paulus yang sangat praktis kepada teman dan muridnya, Timotius. Fokus utama dari bagian ini adalah perilaku Kristen yang baik, dan menghindari kejahatan. Paulus memberikan beberapa kelemahan karakter yang umum terjadi pada guru-guru Kristen, yang sampai sekarang pun ada, yaitu yang mengajarkan doktrin palsu, yang tidak menekankan kesalehan dan yang hanya senang bertengkar dalam hal doktrin. Ia juga memberikan peringatan keras tentang bahaya doktrin kemakmuran dan materialisme. Mereka yang terobsesi dengan kekayaan membuka diri terhadap dosa apa pun yang bisa dibayangkan. Timotius diberi mandat yang jelas untuk menjunjung tinggi iman dan kesaksiannya, disertai berkat dan dorongan dari Paulus.

Dalam ayat di atas ada kata “ibadah”. Apa artinya? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan untuk mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Dalam Alkitab berbahasa Inggris kata “godliness” dipakai pada ayat yang sama. Kata ini diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai “kesalehan”, yaitu hidup yang sesuai dengan perintah Tuhan.

Hidup saleh dengan rasa cukup memberi keuntungan besar. Tetapi bagaimana mengartikan rasa cukup? Setiap orang tentunya menafsirkan ini menurut ukurannya sendiri. Bagi sebagian orang, rasa cukup sulit dicapai karena adanya keinginan dan kebutuhan yang semakin lama semakin besar. Dengan demikian, rasa bahagia dan rasa puas tentu saja sulit untuk dicapai. Karena itu Paulus dalam suratnya kepada Timotius menulis bahwa jika orang Kristen ingin untuk hidup damai dan berbahagia, ia justru harus bisa merasa puas dengan apa yang sudah ada.

1 Timotius 6:3–10 menggambarkan kelemahan karakter yang umum terjadi di kalangan guru palsu. Mereka yang menolak menerima doktrin yang benar sering kali dicirikan oleh sifat-sifat seperti keras kepala, serakah, memfitnah, dan suka bertengkar. Penyebab utama dari kesalahan-kesalahan ini adalah keengganan atau ketidakmampuan untuk menerima kebenaran, dan kegigihan untuk berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang terihat lebih menarik. Misalnya, ajaran bahwa jika kita benar-benar beriman, kita pasti akan mendapat kelimpahan. Ajaran sedemikian membuat orang Kristen dan para pendetanya berlomba-lomba untuk mengejar kekayaan karena itu dianggap mencari berkat Tuhan. Paulus dalam hal ini justru memberikan penjelasan bagaimana dan mengapa keserakahan akan hal-hal duniawi dapat menghancurkan kehidupan seseorang.

Paulus melanjutkan dengan menulis bahwa manusia tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan mereka tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Karena itu, asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Dengan adanya rasa cukup, rasa sukacita akan tumbuh; tetapi tanpa adanya rasa cukup orang akan selalu merasa kurang puas dan kecewa. Tidaklah mengherankan bahwa banyak orang Kristen dan pendeta besar yang ingin kaya jatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kehancuran. Mereka lupa bahwa iblis berkeliling seperti singa yang mengaum-aum, mencari orang yang dapat ditelannya (1 Petrus 5:8).

Hidup manusia di dunia bukan hanya diisi dengan perbuatan, tetapi mencakup banyak hal seperti perkataan, pekerjaan, pikiran, tingkah laku, dan sebagainya. Dengan demikian, cara hidup manusia adalah sesuatu yang bisa membedakan keadaan manusia yang satu dengan yang lain. Kesalehan adalah hal yang membedakan orang Kristen sejati dengan orang yang hanya mengaku Kristen. Mereka yang benar-benar sudah menerima Kristus sebagai Juruselamat, sudah memperoleh hidup baru yang berpusat pada Dia, dan karena itu tidak lagi tertarik untuk mengejar kenikmatan duniawi. Mereka merasa cukup karena sudah dicukupkan oleh Tuhan.

Tinggalkan komentar