“Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah. Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan” 1 Petrus 2:1-2

Berdasarkan arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata kerja pada dasarnya bisa digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan, kejadian, proses, ataupun aktivitas yang dilakukan oleh pelaku atau subjek. Sebuah kalimat biasanya tidak hanya memuat kata kerja, tetapi bisa juga diisi dengan kumpulan kata kerja (frasa verba), kata sifat (adjektiva), frasa adjektiva, dan kata benda (nomina), atau frasa nomina. Maka dari itu, kata kerja bisa diberikan imbuhan pada awal kalimat, akhir kalimat, bahkan juga tengah kalimat.
Kata kerja berdasarkan subjeknya dapat dikelompok menjadi dua, yaitu kata kerja aktif dan kata kerja pasif. Kata kerja aktif adalah kata kerja yang mendapatkan imbuhan berupa me- atau ber-. Kata kerja aktif biasanya biasanya sering digunakan untuk membuat penjelasan terkait aktivitas yang dilakukan subjek atau seseorang yang melakukan. Contoh kata kerja aktif di Alkitab, antara lain yaitu “memotong”, “berlari”, dan “membuang”.
Dalam ayat di atas kata kerja yang menjadi pokok pembicaraan adalah “membuang”. Petrus menjelaskan secara spesifik apa artinya hidup sebagai umat yang dipilih oleh Tuhan. Kristus adalah batu fondasi rumah rohani yang sedang dibangun Allah. Kita harus berperang melawan keegoisan dan keinginan kita untuk berbuat dosa. Orang-orang yang percaya kepada-Nya juga merupakan batu hidup yang digunakan untuk membangun rumah. Selain itu, kita secara individu melayani Dia, dan baik sebagai imam maupun sebagai korban rohani, hidup kita dipersembahkan kepada pembangun. Oleh karena itu, kita harus menjalani kehidupan yang baik, sebagai orang asing di dunia yang bersiap pulang ke rumah untuk bersama Bapa kita, terlibat dalam peperangan melawan keinginan diri sendiri untuk berbuat dosa. Kita harus ingat bahwa Tuhan tidak menciptakan dosa, tidak membuat kita jatuh dalam dosa, dan Tuhan tidak mencobai kita. Jika kita berdosa, itu adalah karena perbuatan yang kita pilih dan lakukan.
Dalam ayat 1, Petrus menjelaskan bagaimana kita sudah gagal untuk memberikan kasih satu sama lain. Ia selanjutnya menulis bahwa kita harus membuang lima sikap dan tindakan yang menentang kasih. Dalam setiap kasus, hal-hal tersebut mencerminkan kita yang berfokus pada keuntungan pribadi yang ditempatkan di atas kepentingan orang lain. Di akhir pasal 1, Petrus mendesak para pembaca Kristennya untuk saling menghasihi secara mendalam, dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dari hati yang murni. Untuk dapat mencapai itu, sebagai umat Tuhan kita harus bekerja, bukan hanya berharap agar Tuhan yang melakukan mukjizat bagi kita. Kita harus mau bertanggungjawab atas cara hidup kita.
Setiap orang percaya telah dilahirkan kembali melalui firman Tuhan, dan pencelikan mata rohani mereka akan bertahan selamanya. Mereka telah menjadi umat kekal yang diberi kemampuan untuk saling memberikan kasih sejati seperti Kristus. Dengan kata lain, yang tertanam dalam identitas kita sebagai orang Kristen adalah tanggung jawab untuk saling mengasihi. Hal ini bukan karena ada manfaatnya bagi kita, namun karena itulah yang dilakukan Bapa kita. Ini adalah salah satu cara Dia mengungkapkan kekudusan-Nya (1 Petrus 1:15-16). Kita diharuskan untuk melakukan hal yang sama. Dalam hal ini, karena Ia sudah membuka mata rohani kita, tidaklah ada alasah bagi kita untuk menolak atau mengabaikan perintah Tuhan itu.
Kebencian adalah niat buruk yang jahat, yang mengharapkan orang lain dirugikan. Penipuan dan korupsi adalah ketidakjujuran yang disengaja. Kemunafikan juga merupakan kepalsuan, memaksakan orang lain pada standar yang tidak kita penuhi, demi harga diri. Iri hati disebut sebagai “ketidakpuasan yang penuh kebencian”, membuat kita gelisah ketika melihat seseorang yang memiliki apa yang kita dambakan. Fitnah adalah penggunaan kata-kata yang salah atau menyesatkan untuk merusak reputasi orang atau menjelekkan golongan lain.
Menjauhkan sikap dan tindakan tersebut berarti tidak mengutamakan diri sendiri atau menempatkan diri kita di atas orang lain. Gereja – komunitas umat Kristiani -dimaksudkan untuk menjadi tempat di mana kita semua yakin akan pemeliharaan dan pemeliharaan Tuhan. Hubungan yang kita miliki satu sama lain hendaknya membebaskan kita dari sikap mementingkan dan meninggikan diri atau kaum kita dan keinginan untuk membela diri. Sebaliknya, Tuhan sudah memampukan kita untuk melakukan perbuatan baik dengan bebas tanpa paksaan dan penuh kasih satu sama lain sebagaimana Bapa mengasihi kita.
Setelah mengesampingkan sikap dan tindakan yang tidak penuh kasih (1 Petrus 2:1), Petrus menulis bahwa kita sekarang harus mendambakan sesuatu yang lain dari kepuasan atau kejayaan diri sendiri. Perhatikan bahwa orang-orang Kristen diperintahkan untuk mengenai apa yang mereka inginkan. Kita harus diberi tahu apa yang kita harus kita makan karena keinginan akan makanan yang sehat tidak selalu datang secara alami. “Susu rohani yang murni” inilah yang kita perlukan: susu yang memenuhi kebutuhan terdalam kita. Sebagian orang Kristen yakin bahwa mereka tahu apa makanan yang terbaik, tetapi dalam ayat di atas ada fakta bahwa orang Kristen tidak selalu mendambakannya. Itu memerlukan kata kerja aktif.
Bagaimana kita mengembangkan “nafsu makan” yang benar? Kita tidak boleh mengharapkan Tuhan akan menyuapi kita. Kita sendirilah yang harus bisa memilih dan minum. Bayi yang baru lahir terkadang menolak ASI yang mereka tangisi, pada awalnya, sampai mereka bisa merasakannya. Dan kemudian mereka bisa minum dengan kemauan sendiri dengan lahap. Dalam metafora Petrus di sini, semua orang Kristen seharusnya mendambakan susu ini seperti halnya bayi yang baru lahir, bahkan orang percaya yang sudah dewasa. Hal ini berbeda dengan metafora Paulus mengenai susu dan daging dalam 1 Korintus 3:1–3. Tidak ada orang Kristen yang bisa mencapai titik kesempurnaan selama hidup di dunia dimana pertumbuhan rohani telah selesai.
Jadi apa sebenarnya “susu rohani yang murni” yang perlu kita dambakan? Kata “murni” berarti murni atau tidak terkontaminasi. Kata yang digunakan untuk menggambarkan susu ini dalam bahasa Yunani aslinya adalah logikakon, yang juga bisa berarti “rasional atau masuk akal”. Lebih penting lagi, kata ini memiliki akar kata yang sama dengan kata logos, yaitu “kata”. Frasa ini mengacu pada firman-Nya yang diwahyukan dalam Kitab Suci, termasuk pesan Injil – dan kepada Kristus sendiri, Firman yang menjadi manusia (Yohanes 1:14).
Jadi perintah ini berarti bahwa kita harus belajar mendambakan firman Tuhan yang murni, dan hubungan yang murni dengan Kristus, seperti bayi yang baru lahir mendambakan susu. Dengan meminum susu ini, menerima firman Tuhan, mendekatkan diri kepada Kristus, orang-orang percaya secara aktif akan terus bertumbuh dalam keselamatan kita. Petrus telah menjelaskan bahwa Allah telah menjamin keselamatan kita (1 Petrus 1:3-5), bahwa kita diselamatkan (1 Petrus 1:9), dan bahwa kita akan menerima keselamatan sepenuhnya ketika Kristus dinyatakan (1 Petrus 1: 5). Mengambil tindakan untuk minum “susu” dari Firman Tuhan yang sudah disediakan untuk kita adalah jalan menuju pertumbuhan rohani. Menuju ke arah kesempurnaan yang diminta oleh Yesus Kristus. Bagaimana dengan keputusan Anda, maukah Anda melakukan apa yang baik agar semua hal yang jahat bisa dihilangkan dari perbendaharaan kata kerja kita?