“Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, ssupaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni. Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka di antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis supaya jera mereka menghujat.” 1 Timotius 1:18–20

Kita mungkin seing mendengar ajaran baik Kristen atau lainnya, yang percaya bahwa setiap orang saleh akan diselamatkan, bahwa kita “dibenarkan melalui kematian” dan yang perlu kita lakukan untuk masuk surga hanyalah mati. Namun Firman Tuhan tentu saja tidak memberi kita kemudahan untuk memercayai hal itu. Pembacaan Perjanjian Baru yang cepat dan jujur menunjukkan bahwa para Rasul yakin bahwa tidak seorang pun dapat masuk surga kecuali mereka yang benar-benar percaya kepada Kristus saja yang menyelamatkan mereka (Yohanes 14:6; Roma 10:9-10).
Secara historis, sebagian besar umat Kristen Evangelis telah menyetujui bahwa hanya darah Kristus yang menyelamatkan. Walaupun demikian, perbedaan pendapat yang ada adalah mengenai kepastian adanya keselamatan. Orang-orang yang sebelumnya setuju bahwa hanya mereka yang percaya kepada Yesus yang akan diselamatkan, tidak sepakat mengenai apakah seseorang yang benar-benar percaya kepada Kristus dapat kehilangan keselamatannya. Dalam hal ini, ada sebagian kelompok Kristen yang mengajarkan bahwa bukan saja kita tidak dapat berbuat apa-apa untuk diselamatkan, tetapi juga tidak perlu berbuat apa-apa karena sudah diselamatkan. Mereka juga mengajarkan bahwa orang Kristen tidak dapat berbuat apa yang baik di hadapan Tuhan, dan semua usaha untuk menaati Firman Tuhan tidak perlu dipikirkan karena apa yang penting adalah keyakinan akan kedaulatan Tuhan yang memilih orang untuk ke surga atau ke neraka dari awalnya.
Sebagian besar umat Kristen, baik itu golongan Arminian, Reformed maupun Katolik percaya pentingnya hidup baik dan ketaatan kepada Firman. Memang manusia tidak sempurna, tetapi mereka harus berjuang sekuat tenaga dengan pertolongan Roh Kudus untuk menjadi orang-orang yang saleh. Mereka juga percaya bahwa ada orang -orang yang akan ditolak oleh Kristus sekalipun mereka mengaku percaya. Tetapi, apakah orang-orang yang ditolak ini hanya adalah orang-orang yang bukan orang Kristen sejati alias orang-orang yang tidak terpilih?
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” Matius 7:21-23
Secara teologis, yang kita bicarakan saat ini adalah konsep kemurtadan. Istilah ini berasal dari kata Yunani apostasia yang berarti “menjauhi”. Ketika kita berbicara tentang mereka yang murtad atau telah melakukan kemurtadan, yang kita maksud adalah mereka yang telah meninggalkan atau setidaknya menjauhi dari pengakuan iman mereka kepada Kristus yang pernah mereka buat. Dalam hal ini, banyak orang percaya berpendapat bahwa orang Kristen sejati bisa kehilangan keselamatan karena ada beberapa teks Perjanjian Baru yang sepertinya menunjukkan bahwa hal ini bisa terjadi. Saya memikirkan, misalnya, kata-kata Paulus dalam 1 Timotius 1:18–20 di atas.
Di sini, di tengah-tengah instruksi dan teguran yang berhubungan dengan kehidupan dan pelayanan Timotius, Paulus memperingatkan Timotius untuk menjaga iman dan menjaga hati nurani yang baik, dan untuk diingatkan kepada mereka yang tidak melakukannya. Rasul Paulus mengacu pada orang-orang yang membuat “iman mereka kandas,” yaitu orang-orang yang “diserahkannya kepada Iblis agar mereka belajar berhenti menghujat.” Poin kedua ini mengacu pada pengucilan Paulus terhadap orang-orang ini, dan seluruh bagian ini menggabungkan peringatan serius dengan contoh nyata tentang mereka yang sangat murtad dari pengakuan Kristen mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa orang yang mengaku percaya bisa jatuh dan terjatuh secara radikal. Kita memikirkan orang-orang seperti Petrus, misalnya, yang menyangkal Kristus. Namun fakta bahwa ia dipulihkan menunjukkan bahwa tidak semua orang yang mengaku percaya dan kemudian jatuh, tidak dapat kembali lagi ke jalan yang benar. Pada titik ini, kita harus membedakan kejatuhan yang serius dan radikal dari kejatuhan yang total dan final. Para teolog Reformed secara umum mencatat bahwa Alkitab penuh dengan contoh orang percaya sejati yang jatuh ke dalam dosa besar dan bahkan tidak bertobat dalam waktu lama. Jadi, umat Kristiani memang bisa jatuh dan terjatuh secara radikal. Apa yang lebih serius daripada apa yang dilakukan Petrus, sebagai murid Kristus yang sudah mengikut Dia selama tiga tahun, sebagai penyangkalan iman di muka umum terhadap Yesus Kristus?
Penyangkalan akan iman tidak perlu berbentuk penolakan secara nyata. Banyak orang Kristen yang setia melayani, menginjil, dan rajin ke gereja, menolak Firman Tuhan dan eksistensi Tuhan dalam hidup sehari-hari. Mereka tidak mau melaksanakan fukum Tuhan dan tidak memandang perlu untuk hidup dalam terang-Nya. Dalam hidup sehari-hari mereka tidak ada bedanya dengan orang yang belum beriman. Mereka mungkin, seperti Petrus, menyamar sebagai orang-orang dunia. Merka secara efektif menolak pentingnya hukum Tuhan dan moralitas serta etika Alkitabiah. Apakah penolakan ini adalah lebih ringan dari penolakan Petrus? Apakah mereka bukannya sudah jatuh dari iman mereka?
Di sini pertanyaannya adalah, apakah orang-orang yang benar-benar bersalah atas kejatuhan ini sudah terjatuh dan hilang selamanya, atau apakah kejatuhan ini hanya sebuah kondisi sementara yang, pada analisa akhir, akan diperbaiki dengan pemulihan mereka? Dalam kasus orang seperti Petrus, kita melihat bahwa kejatuhannya dapat diatasi melalui pertobatannya. Namun, bagaimana dengan mereka yang sampai akhir hidupnya tetap murtad? Apakah mereka benar-benar beriman? Jawaban kita terhadap pertanyaan ini adalah tidak. Mereka bukan orang Kristen sejati. Ayat 1 Yohanes 2:19 berbicara tentang guru-guru palsu yang keluar dari gereja karena tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari gereja. Yohanes menggambarkan kemurtadan orang-orang yang telah membuat pengakuan iman namun tidak pernah sungguh-sungguh bertobat. Tidaklah mengherankan bahwa mereka adalah orang-orang yang dengan sengaja tetap hidup dalam dosa yang disadari mereka. Orang- orang yang mungkin tidak pernah merasakan peringatan atau hajaran Tuhan. Orang-orang yang berbeda dari Petrus, yang tidak pernah menyesali atau menangisi dosa mereka.
“karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” Ibrani 12:6
Sementara itu, kalau ada orang yang terjatuh masih hidup, bagaimana kita tahu kalau dia sudah murtad? Satu hal yang tidak bisa dilakukan oleh siapa pun di antara kita adalah membaca hati orang lain. Ketika saya melihat seseorang yang telah membuat pengakuan iman dan kemudian menolak untuk hidup baru, saya tidak tahu apakah dia benar-benar orang yang sudah dilahirkan kembali, yang berada di tengah-tengah kejatuhan yang serius dan radikal, namun pada suatu saat di masa depan akan mengalami perubahan. Kita tidak bisa menghakimi orang lain. Saya tidak akan tahu apakah dia akan pulih; atau apakah dia adalah orang yang belum pernah benar-benar bertobat, yang pengakuan imannya sudah salah sejak awal. Tetapi kita tahu bahwa Allah memuliakan semua orang yang dibenarkan-Nya (Roma 8:29-30). Jika seseorang mempunyai iman sejati yang menyelamatkan dan dibenarkan, maka Tuhan akan memelihara orang tersebut. Mereka yang benar-benar diselamatkan akan sadar bahwa lahir baru selalu disertai dengan hidup baru yang berjuang untuk menaati seluruh firman Tuhan, terutama kedua hukum yang utama:
”Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya: ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Matius 22:36-40
Pertanyaan apakah seseorang bisa kehilangan keselamatannya bukanlah pertanyaan abstrak. Ini bukan persoalan golongan Kristen tertentu. Hal ini menyentuh kita pada inti kehidupan Kristiani kita, tidak hanya berkaitan dengan kepedulian kita terhadap ketekunan kita sendiri, namun juga berkaitan dengan kepedulian kita terhadap keluarga dan teman-teman kita, khususnya mereka yang tampaknya, secara lahiriah, telah hidup baik dan memiliki pengakuan iman yang sejati. Kita mengira pengakuan mereka dapat dipercaya, kita menganggap mereka sebagai saudara, namun kita tidak tahu jika mereka menolak keyakinan tersebut dengan bersikap antinomian dengan menolak pentingnya pelaksabaan hukum Tuhan dalm hidup sehari-hari.
Secara praktis, apa yang Anda lakukan dalam situasi seperti itu? Pertama, Anda berdoa, Anda menasihati, dan kemudian, Anda menunggu. Tuhan bekerja sesuai dengan rencana-Nya dan kita tidak dapat memaksa Dia. Kita tidak tahu hasil akhir dari situasi ini, dan saya yakin akan ada kejutan ketika hal itu terjadi saat kita sampai ke surga. Kita akan terkejut melihat orang-orang di sana yang kita pikir tidak akan ada di sana, dan kita akan terkejut bahwa kita tidak melihat orang-orang yang kita yakini akan ada di sana. Saat ini kita tidak mengetahui status batin hati manusia atau jiwa manusia. Hanya Tuhan yang dapat melihat jiwa. mengubah jiwa, dan memelihara jiwa umat-Nya.
Saduran bebas dari “Can a Christian Lose Their Salvation?”, R.C. Sproul, Ligonier Ministries (2020)