“Sebab jika seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya.” Roma 13:3

Hal “berbuat baik” adalah salah satu pokok pembicaraan yang sering menyebabkan perdebatan di antara golongan Kristen. Apa arti perbuatan baik? Perbuatan baik dalam hidup sehari-hari mungkin saja didefinisikan sebagai segala sesuatu yang kita lakukan, pikirkan, dan katakan dalam hidup sehari-hari yang sesuai dengan kaidah moral yang berlaku setempat. Tetapi masalahnya, kaidah moral yang berlaku di satu negara mungkin adaah sesuatu yang tidak bermoral di negara lain. Contohnya: hidup bersama di luar nikah, hubungan antar sejenis, aborsi dll. yang dipandang normal di banyak negara barat.
Perbuatan baik dalam pandangan Kristen berbeda dengan moralitas manusia, sekalipun tidak menolak semua pedoman moralitas dan hukum yang ditetapkan dan dijalankan oleh pemerintah setempat. Roma 13 membahas tiga bidang besar yang harus ditangani oleh umat Kristen yang berkorban hidup. Pertama, karena Allah menempatkan setiap otoritas manusia untuk melaksanakan tujuan-tujuan-Nya, umat Kristiani harus tunduk kepada otoritas tersebut; ide ini hadir dengan konteks tertentu. Kedua, kita harus mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Ketiga, kita dipanggil untuk hidup sebagai terang Kristus dan membuang perbuatan kegelapan seperti mabuk-mabukan, percabulan, dan iri hati. Kita harus mengenakan perlengkapan senjata terang melawan kegelapan dan, pada kenyataannya, mengenakan Kristus sendiri daripada menuruti keinginan kita sendiri. Semua ini adalah sebagian dari perbuatan baik yang dikehendaki Tuhan.
Roma 13:1–7 menjelaskan tanggung jawab umat Kristen untuk hidup dalam ketundukan kepada otoritas manusia dalam pemerintahan, tidak peduli apakah itu pemerintah yang dipimpin orang Kristen atau bukan. Alasan yang diberikan adalah bahwa setiap pemimpin pemerintahan pada akhirnya ditetapkan oleh Tuhan untuk tujuan-Nya sendiri. Secara umum, pemerintahan manusia berfungsi untuk mengekang dan menghukum orang yang melakukan kejahatan. Pemerintah melakukan hal ini atas nama Tuhan. Umat Kristen harus membayar pajak untuk mendukung pekerjaan yang dilakukan Tuhan ini. Selain itu, mereka yang berada di dalam Kristus wajib menghormati dan menghormati otoritas yang telah Allah tempatkan. Tulisan lainnya, seperti Kisah Para Rasul 5:27–29, membedakan antara ”tunduk” dan ”ketaatan.”
Paulus telah menjelaskan doktrin Kristen tentang ketundukan kepada otoritas manusia. Karena setiap pemimpin manusia ditetapkan oleh Tuhan, umat Kristiani tidak boleh menolak pekerjaan Tuhan dengan melawan otoritas tersebut. Lalu bagaimana jika pemerintah setempat memerintahkan rakyat setempat untuk melakukan apa yang bertentangan dengan firman Tuhan? Dalam hal ini, perbuatan baik adalah apa yang menempatkan Allah sebagai pedoman utama. Perbuatan baik yang benar-benar baik di mata Tuhan adalah perbuatan baik yang memuliakan-Nya.
Paulus menjelaskan mengapa Allah menetapkan otoritas manusia. Peran otoritas pemerintah yang diberikan Tuhan adalah menjaga ketertiban. Hal ini berlaku terlepas dari apakah otoritas tersebut adalah datang dari orang Kristen atau tidak. Secara umum, pemerintahan manusia adalah salah satu cara Allah mengekang pengaruh kejahatan di dunia (2 Tesalonika 2:7). Umat Kristen tidak boleh menganut anarki – penolakan terhadap segala bentuk pemerintahan – atau tidak menaati otoritas hanya karena mereka tidak setuju. Orang Kristen tidak boleh melawan hukum (antinomian), tapi harus menjadi contoh yang baik untuk orang lain.
Sekalipun tidak ada perbuatan baik dan pelaksanaan hukum apapun yang membawa keselamatan atau iman, Paulus menjelaskan cara hidup tanpa rasa takut terhadap penguasa: Berbuat baiklah. Pihak berwenang bukanlah ancaman bagi mereka yang melakukan hal yang benar. Ajaran ini tentu saja masuk akal jika mereka yang berkuasa berpikiran adil dan bertindak berdasarkan rasa integritas. Tentu saja, kita bisa mengingat momen-momen dalam sejarah di mana mereka yang berkuasa jelas merupakan teror bagi orang-orang yang berbuat baik, atau setidaknya tidak berbuat salah, termasuk terhadap Paulus sendiri! Dalam hal ini, Daniel dan teman-temannya adalah contoh orang-orang yang melawan perintah Raja Nebukadnezar untuk menyembah patung emas (Daniel 3:16-18). Tetapi mereka tidak melawan raja dengan kekerasan atau anarki.
Nasihat Paulus di sini hanyalah kasus umum. Dia tidak tertarik – pada bagian ini – untuk membahas pengecualian. Keprihatinan Paulus yang pertama adalah agar orang-orang Kristen dikenal dalam komunitasnya sebagai orang-orang yang tunduk pada otoritas; mereka yang melakukan apa yang baik dalam masyarakat. Orang-orang beriman tidak boleh memiliki reputasi sebagai pelanggar hukum yang hidup dalam konflik yang melawan otoritas. Orang Kristen tidak boleh mengabaikan cara hidup yang baik sebagai warga dunia dan warga surga. Sekalipun kita sudah dijamin untuk menjadi warga surga, selama hidup kita harus melakukan apa yang baik bagi sesama dan bangsa dan mendukung para pemimpin negara yang bersusaha berbuat baik untuk bangsa dan negara tanpa menghakimi motivasinya. Setiap orang bertanggung jawab kepada Tuhan atas apa yang diperbuatnya selama hidup, apakah itu memuliakan Dia atau untuk keuntungan diri sendiri.
Tentu saja, Yesus dan hampir semua rasul, termasuk Paulus, dibunuh oleh penguasa, sering kali karena penolakan mereka untuk menaati hukum yang bertentangan dengan perintah Allah kepada mereka (Kisah 5:27-29). Inilah inti ajaran Paulus yang halus: “tunduk” tidak selalu berarti “taat”. Tak satu pun dari para rasul dibunuh karena melanggar hukum hanya demi menentang otoritas; mereka “tunduk” kepada pemerintah ketika mereka menolak untuk mengikuti hukum yang tidak saleh. Mereka menderita karena taat kepada Tuhan. Daniel dan teman-temannya adalah contoh orang-orang yang melawan perintah Raja Nebukadnezar untuk menyembah patung emas (Daniel 3:16-18). Tetapi mereka tidak melawan raja dengan kekerasan atau anarki.
Apa yang membedakan perbuatan baik orang duniawi jika dibandingkan dengan orang Kristen? Dilihat dari sudut pandangan manusia, bedanya hampir tidak ada. Malahan, mereka yang menjadi penyumbang besar dana kemanusiaan biasanya bukan Kristen. Mereka mungkin merasa terbeban untuk berbuat baik untuk sesama, tetapi bukan untuk Tuhan jika mereka tidak mengenal Tuhan. Apakah itu suatu yang buruk? Dari sudut pandangan Tuhan, tidak ada perbuatan manusia yang cukup baik untuk menebus dosa mereka. Walaupun demikian, Tuhan yang menghendaki ketertiban di dunia memberkati mereka yang hidup menurut kaidah moral dan hukum yang baik. Banyak negara yang lemah dalam bidang hukum tidak bisa berkembang karena banyaknya korupsi dalam kegiatan pemerintah dan bisnis.
Apa panggilan umat Kristen dalam hal ini? Apakah kita berhenti untuk menekankan pentingnya moralitas dan hukum? Apakah kita merasa tenteram karena merasa sudah menjadi orang pilihan? Sama sekali tidak! Gereja dan umat Kristen tetap harus menjadi contoh yang baik dalam masyarakat dalam menekankan hidup baik, hidup tertib, hidup jujur, hidup yang bermurah hati kepada sesama. Kita tidak boleh jemu untuk berbuat baik (2 Tesalonika 3:13).
“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” Kolose 3:23-24