Arti hidup di bawah kasih karunia

“Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus. Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.” Roma 6:11-14

Konteks ayat-atat ini adalah kondisi rohani orang-orang yang diselamatkan. Pernyataan Paulus di sini adalah tentang mereka yang telah menyatakan iman yang menyelamatkan di dalam Kristus, bukan tentang seluruh umat manusia (Roma 5:1). Paulus menyimpulkan perintahnya untuk tidak membiarkan dosa memberi tahu kita apa yang harus kita lakukan. Ia sekali lagi mengingatkan pembaca bahwa dosa tidak lagi mempunyai otoritas dalam hidup kita. Mereka yang tidak memiliki Kristus, yang berdiri sendiri dan terpisah dari Allah, terpaksa berbuat dosa. Seperti kita dulu, mereka adalah budak dosa. Karena Kristus menyelamatkan kita, kita tidak lagi seperti itu. Dosa bukanlah bos kita.

Dalam ayat 11, Paulus menyuruh kita untuk menganggap diri kita mati terhadap dosa dan hidup bagi Allah sama seperti Kristus mati terhadap dosa dan hidup bagi Allah. Kemudian dia memberitahu kita untuk tidak membiarkan dosa berkuasa atau menguasai tubuh kita yang fana saat ini. Kita tidak boleh membiarkan dosa membuat kita menaatinya. Mengapa demikian? Karena kita hidup di bawah kasih karunia Allah. Hidup dalam kasih karunia Allah bukan berarti bahwa kita boleh bermalas-malasan dalam iman, tidak menngerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar (Filipi 2:12) karena kita merasa sudah pasti akan masuk ke surga.

Hal ini menurut sebagian pembaca mungkin membingungkan. Bukankah Paulus mengatakan bahwa kita mati terhadap dosa (Roma 6:1)? Bukankah Ia sudah memberitahu kita bahwa “tubuh dosa” sudah dilenyapkan (Roma 6:6) dan bahwa kita sudah dibebaskan dari dosa melalui kematian bersama Kristus ketika kita percaya kepada-Nya (Roma 6:7)? Jadi bagaimana mungkin dosa bisa menguasai kita atau membuat kita menuruti hawa nafsu kita? Mengapa kita tetap harus bertanggung jawab atas dosa kita? Jawaban sederhananya adalah: memang kita sudah terbebas dari kuasa dosa, namun kita belum kehilangan keinginan untuk berbuat dosa. Singkatnya, dosa masih terasa menarik dan nikmat bagi kita. Sangat mudah bagi kita untuk lupa, atau bahkan tidak percaya, bahwa kita tidak boleh melakukan perbuatan dosa (1 Korintus 10:13). Kita yang seharusnya bukan budak dosa, sekarang masih menjadi sukarelawan dosa. Kita tetap melakukannya karena kita suka dan memilih untuk berdosa.

Paulus memerintahkan kita untuk melakukan percakapan mengenai dosa dengan diri kita sendiri secara berkelanjutan. Dia memerintahkan kita untuk terlibat dalam pertempuran melawan keinginan kita. Jangan biarkan dosa memberi tahu Anda apa yang harus Anda lakukan, tulisnya. Bagi orang percaya Kristen yang sudah diselamatkan, keinginan duniawi bukanlah hal yang utama lagi. Kita mengakui adanya kelemahan kita, tetapi tahu bahwa Roh Kudus ada beserta kita untuk menolong kita melawan godaan dosa.

Roma 6:1–14 mengeksplorasi bagaimana orang Kristen seharusnya memikirkan dan menanggapi dosa sekarang setelah kita berada di dalam Kristus dan dosa-dosa kita telah diampuni. Dalam menjelaskan hal ini, Paulus mengungkapkan informasi baru tentang apa yang terjadi ketika kita beriman kepada Kristus. Secara rohani kita lahir baru, kita mati bersama Dia, dan terhadap dosa kita. Kita kemudian dibangkitkan ke kehidupan rohani yang baru. Kini Paulus memerintahkan kita untuk terus mengingat bahwa kita bukan lagi budak dosa. Kita tidak boleh menyerahkan tubuh kita untuk digunakan dalam dosa, namun kita harus menyerahkan diri kita sendiri sebagai alat kebenaran.

Dalam Roma 6, Paulus menjawab pertanyaan apakah orang Kristen “lumrah” untuk terus berbuat dosa. Jawabannya tegas: kita sama sekali tidak seharusnya melakukannya. Pertama, ketika kita datang kepada Allah melalui iman kepada Yesus, kita mati terhadap dosa. Kita bukan lagi budaknya. Kedua, apa manfaat hidup demi dosa bagi kita? Kita sudah diberi karunia untuk menyadari bahwa hal ini hanya menyebabkan rasa malu dan kematian rohani. Kebenaran yang diberikan Allah kepada kita secara cuma-cuma di dalam Kristus Yesus membawa kita menjadi seperti Yesus dan hidup kekal. Kita harus mengabdi pada kebenaran, bukannya dosa.

Kini Paulus menambahkan sebuah pemikiran yang mengejutkan. Kita tidak berada di bawah kuasa dosa karena kita tidak berada di bawah hukum. Dalam arti tertentu, berada di bawah hukum Taurat menunjukkan betapa tidak berdayanya kita melawan keinginan kita untuk berbuat dosa. Sebaliknya, Paulus menulis, kita berada di bawah kasih karunia. Ini bukan meniadakan hukum Taurat, karena semua hukum Taurat dirangkum dalam dua hukum yang utama: mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Karena kasih karunia Allah, kita tidak lagi dipaksa oleh hati kita untuk berbuat dosa. Kasih karunia justru bisa memberi kita kemauan dan kemampuan untuk melawan dosa jika kita mau menerima karunia itu. Sebaliknya, Roh Kudus tidak memaksa kita untuk menghindari dosa, tetapi Ia mau memberi kita karunia kekuatan untuk menghadapi godaan iblis.

Paulus menggambarkan kematian Yesus di kayu salib demi dosa umat manusia sebagai peristiwa yang terjadi satu kali saja dan untuk selama-lamanya. Dia menyerah pada kematian pada saat itu, namun begitu Dia bangkit, kematian dikalahkan. Hal itu tidak lagi menguasai Dia. Yesus bebas dari kematian selamanya. Karena, secara rohani, mereka yang percaya kepada Kristus untuk keselamatan mereka juga mati, dikuburkan, dan kemudian dibangkitkan ke kehidupan rohani yang baru, kita berada di jalan yang sama dengan Yesus. Kita sekarang begitu dekat dengan Kristus sehingga Allah memberi kita penghargaan atas kebenaran Kristus dan menanggung pembayaran kematian-Nya atas dosa kita. Kristus secara harfiah adalah “hidup kita” (Kolose 3:4).

Paulus telah menjelaskan dengan sangat jelas bahwa kita yang berada di dalam Kristus harus terlibat dalam peperangan melawan diri kita sendiri. Kita telah dibebaskan, melalui kematian rohani dan kebangkitan bersama Kristus, dari kekuatan dosa. Manusia lama kita telah disalibkan secara rohani sama seperti Kristus disalibkan secara rohani. Hasilnya adalah dosa tidak lagi berkuasa atas kita. Kita telah dimerdekakan.

Namun, selama hidup di dunia, kita belum kehilangan keinginan untuk berbuat dosa. Kadang-kadang kita masih ingin berbuat dosa, meskipun kita tahu betapa merusaknya dosa kita. Paulus telah memerintahkan kita untuk tidak melakukan dosa secara sukarela, dan tidak membiarkan dosa menguasai tubuh kita. Sekarang dia memberikan poin yang lebih tegas lagi pada perintahnya. Kita tidak boleh menyerahkan anggota-anggota tubuh kita, bagian mana pun dari tubuh kita, untuk digunakan oleh dosa dalam melakukan hal-hal yang tidak benar.

Perhatikan sesuatu tentang perintah itu: Perintah ini menegaskan bahwa kita memiliki kendali atas apa yang kita lakukan dengan tubuh kita sendiri. KIta tidak boleh membohongi diri kita dengan mengaku bahwa kita todak bisa mengendalikan hidup kita. Kematian Kristus dan kuasa roh Allah sudah memberi kita kendali itu. Mereka yang diselamatkan hanya dapat berbuat dosa jika memilih untuk melakukan hal tersebut.

Sebaliknya, Paulus menulis, kita harus menyerahkan tubuh kita kepada Tuhan untuk dipakai dalam kebenaran. Memang seharusnya kita melakukannya dengan sengaja seperti orang yang dihidupkan dari kematian. Bagaimana kita melakukan itu? Kita mulai dengan terus-menerus mengingatkan diri kita sendiri bahwa kita sebenarnya dan sungguh-sungguh telah dihidupkan dari kematian. Itulah diri kita sekarang, dan itulah takdir hidup yang harus kita jalani.

Tinggalkan komentar