“Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Lukas 17:10

Dalam Injilnya, Lukas sering menyusun peristiwa-peristiwa berdasarkan tema dan bukan berdasarkan urutan waktu. Hal ini tampaknya mungkin terjadi di sini bersamaan dengan serangkaian ajaran tentang hidup sebagai pengikut Kristus dan duta Allah di dunia. Perumpamaan tentang hamba-hamba yang tidak layak berakhir ketika Yesus melengkapi pengajaran tentang kepemimpinan. Para murid perlu berhati-hati untuk menghindari godaan seseorang untuk berbuat dosa, menghadapi orang yang berbuat dosa, dan mengampuni orang berdosa yang bertobat (Lukas 17:1-4). Mereka perlu percaya bahwa betapapun kecilnya iman yang mereka miliki, cukup bagi Tuhan untuk melakukan perbuatan baik melalui mereka (Lukas 17:5-6). Dan mereka perlu melayani Tuhan dengan rendah hati, tanpa mengharapkan imbalan atau ucapan terima kasih (Lukas 17:7-10). Mengapa demikian? Paulus berkata kepada jemaat di Korintus, “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Korintus 6:20). Memuliakan Allah sudah seharusnya kita lakukan karena kita sudah ditebus oleh darah Kristus sehingga kita bebas dari kematian abadi.
Sikap inilah yang harus kita miliki ketika melayani di gereja, namun itu bukanlah akhir dari pekerjaan Tuhan. Yesus tidak mengidentifikasi kita sebagai “hamba” dan berhenti di situ saja. Dia menyebut kita sahabat (Yohanes 15:15). Allah Bapa menyelamatkan kita dari semangat perbudakan dan mengangkat kita sebagai anak-anak-Nya (Roma 8:15). Karena kasih karunia-Nya, Allah akan membalas perbuatan baik kita pada saat penghakiman (1 Korintus 3:12-14). Ini mungkin jarang disebut di dalam khotbah untuk menghindari iktikad yang kurang baik dalam pelayanan, jika seseorang mempunyai motivasi yang tidak tulus. Mengapa bisa begitu?
Adalah sifat manusia untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Ketika para murid berdebat mengenai siapa yang terbesar, Yesus berkata, “Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan. ” (Lukas 22:25-26). Mengharapkan perlakuan khusus adalah hal yang tidak pantas bagi seorang hamba Tuhan. Apalagi, jika kita menuntut pahala dari Tuhan jika kita hidup menurut perintah-Nya.
Firman Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa perbuatan baik kita tidak berperan dalam pembenaran kita – pernyataan Tuhan bahwa kita benar di hadapan-Nya (Roma 3:21–26; 4; Galatia 2:15–16). Oleh karena itu, kehidupan kekal hanya bisa kita miliki ketika kita meninggalkan segala upaya sendiri untuk mendapatkan pengampunan Ilahi, tetapi sebaliknya harus berbalik dari dosa kita, dan menaruh iman kita hanya kepada Kristus Yesus. Meskipun demikian, sebagaimana diakui oleh Katekismus Heidelberg dalam tanya jawab 63, Allah menjanjikan pahala atas ketaatan kita. Bagaimana ini mungkin?
Tentu saja, Pencipta kita berjanji untuk memberkati umat-Nya atas ketaatan mereka terhadap seluruh Kitab Suci. Ulangan 28:1–14, misalnya, berisi janji Allah kepada bangsa Israel zaman dahulu bahwa Dia akan membuat mereka makmur jika mereka mengikuti hukum Musa. Mazmur 19:11 menjelaskan bahwa ada pahala yang besar bagi mereka yang menaati perintah Tuhan. Lebih jauh lagi, Ibrani 11:6 memberitahu kita bahwa iman yang sejati mencakup keyakinan bahwa Allah memberi pahala kepada mereka yang mencari Dia. Kita tidak perlu meminta tetapi harus yakin bahwa Tuhan adalah mahaadil dan mengasihi umat-Nya.
Ayat-ayat tentang pahala dan berkat tidak bertentangan dengan doktrin pembenaran hanya karena iman karena ayat-ayat ini berkaitan dengan pengudusan, bukan pembenaran. Pada dasarnya, pembenaran adalah tentang bagaimana kita diperbolehkan masuk ke dalam kerajaan. Pengudusan menggambarkan apa yang terjadi ketika kita menjadi warga kerajaan. Tidak ada orang berdosa yang menjadi warga surga melalui perbuatan baiknya, karena kewarganegaraan hanya diperuntukkan bagi mereka yang sempurna. Oleh karena itu, kita bersandar pada kesempurnaan Kristus saja, yang diterima melalui iman saja, untuk mendapatkan tempat kita di surga (2 Korintus 5:21).
Namun, seperti di kerajaan mana pun, warga surga sejati selalu hidup dan bertindak dengan cara tertentu sesuai dengan perintah penguasa kerajaan. Dalam pengudusan, yaitu pertumbuhan kita dalam kekudusan, kita mengamalkan hukum Allah, bukan untuk mendapatkan tempat kita di surga tetapi untuk berterima kasih kepada-Nya karena memberi kita kewarganegaraan hanya karena anugerah melalui iman di dalam Kristus saja. Kita harus bisa membedakan pembenaran dari pengudusan, namun kita tidak dapat memisahkan keduanya. Tidak mungkin orang yang dibenarkan tidak memiliki keinginan untuk menaati hukum Allah, dan tidak mungkin orang memiliki keinginan yang benar untuk mengikuti perintah Tuhan kecuali mereka telah dibenarkan (Yakobus 2:14-26).
Hari ini kita diingatkan akan janji Allah bahwa Ia akan memberi pahala kepada kita atas ketaatan kita, dan usaha kita untuk melakukan kehendak-Nya dalam pengudusan kita. Namun hal ini pada akhirnya terjadi juga karena anugerah. Dalam kebaikan-Nya, Tuhan memberi pahala atas ketaatan anak-anak-Nya yang dibenarkan karena iman saja. Jadi, bahkan dalam pengudusan kita, kita hanyalah hamba yang tidak mempunyai tuntutan terhadap Allah (Lukas 17:7-10). Hindarilah kebanggan karena kita melakukan apa yang diperintahkan Allah!