Apakah moralitas penting bagi orang Kristen?

Benarlah perkataan ini: “Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah.” Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah? Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis. Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis. 1 Timotius 3:1-7

Ayat di atas mungkin jarang dikhotbahkan, kecuali jika ada pemilihan majelis gereja. Memang, tidak semua anggota gereja dapat dipilih menjadi penilik atau pemimpin jemaat. Karena itu, ayat ini menjadi pedoman moral dan etika gereja dalam memilih orang-orang tertetu untuk menjabat posisi dalam pelayanan maupun pembertaan injil. Walaupun demikian, tidak semua orang Kristen mengakui pentingnya tingkat moralitas dan etika dalam kehidupan mereka. Berbagai alasan mungkin dikemukakan:

  1. Semua orang sudah berdosa.
  2. Tidak ada orang yang sempurna.
  3. Manusia tidak diselamatkan berdasarkan perbuatannya.
  4. Tuhan sudah membasuh dosa setiap umat-Nya.
  5. Orang Kristen yang baik akan makin lama makin menyadari bahwa ia adalah manusia berdosa dan tidak layak.
  6. Orang Kristen yang merasa hidupnya makin lama makin selaras dengan firman Tuhan adalah orang munafik.
  7. Orang Kristen sejati tidak akan membanggakan tingkat etika dan moralnya dan merasa mempunyai andil dalam keselamatannya.

Semua alasan di atas adalah kekeliruan mereka yang menekankan kedaulatan Tuhan secara berlebihan sehingga melupakan bahwa setiap manusia harus mempertanggungjawabkan cara hidupnya kepada Tuhan. Dalam hal ini, adanya pedoman etika dan moralitas Kristen yang dipandu oleh wahyu Tuhan dalam Alkitab, berada di atas sistem etika dan moralitas dunia yang tidak mempunyai pedoman bagaimana hidup harus dipakai untuk memuliakan Tuhan. Ayat di atas sebenarnya harus menjadi salah satu pedoman bagi semua orang Kristen.

Kewajiban etis tertinggi seorang Kristen sama dengan perintah terbesar: Kasihilah Tuhan dan kasihilah sesamamu manusia. Kitab Suci adalah otoritas Kristen dalam hal etika dan moral, sama halnya dengan teologi. Hal ini karena Tuhan adalah otoritas dan standar utama kita, karena Dia sendiri adalah kebaikan. Jika orang-orang Kristen mengetahui karakter Allah melalui membaca Alkitab, orang-orang yang tidak beriman mampu memahami secara parsial dan tidak sempurna apa yang baik melalui tatanan ciptaan dan hati nurani mereka.

Sistem filosofis yang berupaya memberikan norma-norma etika dapat membantu pemikiran Kristen tentang etika, namun Alkitab harus tetap menjadi otoritas bagi upaya etika dan moralitas Kristen apa pun. Dalam hal ini, meskipun ada banyak permasalahan saat ini yang tidak dibahas secara langsung dalam Alkitab, terdapat prinsip-prinsip alkitabiah yang dapat diandalkan untuk membuat penilaian moral yang tepat.

Kewajiban etis tertinggi orang beriman adalah mengasihi Tuhan dengan segenap hati, pikiran, jiwa, dan kekuatannya. Kewajiban etis tertinggi kedua mereka adalah mengasihi sesama seperti diri sendiri. Bagi seorang Kristen, pemenuhan kewajiban moral ini terjadi dalam ketaatan pada Hukum Kristus dan ketundukan pada ajaran Firman Tuhan. Tujuan utamanya adalah memuliakan Tuhan dalam segala hal yang diucapkan, dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan. Ini adalah bagian proses pendewasaan dan pengudusan hidup orang beriman yang dilakukan Tuhan.

Tujuan etika luas lainnya mencakup menjadi berkat bagi orang lain dan bertumbuh sebagai orang yang berbudi luhur. Tidak ada orang Kristen sejati yang tidak mengerti bahwa menjadi orang percaya adalah penuh dengan perjuangan seumur hidup untuk menaati Firman Tuhan. Sekalipun mereka menyadari bahwa mereka adalah orang yang lemah dan berdosa, mereka tetap bersedia untuk berusaha mati-matian untuk hidup saleh dengan bimbingan Roh Kudus.

Di dunia yang sedang memberontak melawan Tuhan, mereka yang menjunjung standar etis dan moral Tuhan harus menerangi kegelapan dan harus menentang praktik dosa yang mungkin diterima secara luas di masyarakat setempat. Mengingat visi positif ini, cukup menyedihkan bahwa banyak orang—baik Kristen maupun non-Kristen—cenderung memandang orang-orang percaya sebagai orang yang legalistik dan suka menghakimi. Namun Alkitab tidak sekadar menyajikan kode etik yang berisi batasan dan “jangan melakukan apa pun”. Memang benar, ada hal-hal yang harus dihindari, namun ada juga banyak kewajiban moral positif yang dituntut oleh Alkitab melalui perintah “hendaklah kamu”.

Jika kita dengan tepat membentuk pandangan etis dan moral kita berdasarkan Alkitab, kita akan mendapati bahwa kita harus menjauhi kejahatan dan melakukan perbuatan baik. Ada perbedaan kategoris antara yang baik dan yang jahat, dan benar dan salah, dan kehidupan Kristen dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan dalam melakukan kebaikan. Etika dan Moralitas Kristen seharusnya menyenangkan, karena kita tahu bahwa jika kita sebagai hamba-Nya mau dengan senang hati menaatinya, Tuhan sebagai “majikan” kita akan senang juga.

Umat Kristiani Evangelis tidak boleh menganggap kontroversial jika kita mengatakan bahwa Kitab Suci—Firman Allah—adalah otoritas dan standar etika kita, sama halnya dengan teologi. Kita tidak boleh merasa bahwa kita sudah menjadi orang Farisi modern. Ini karena Tuhan adalah otoritas dan standar utama hidup kita.

Tidak ada standar etika dan moral yang lebih tinggi daripada Tuhan, bukan karena Dia mahakuasa, tapi karena Dialah sumber kebaikan itu sendiri. Kebaikan moral ditentukan oleh sifat Tuhan, dan segala sesuatu yang diperintahkannya sesuai dengan kebaikan-Nya yang sempurna dan benar. Kita harus menaati setiap firman Tuhan karena setiap firman yang diberikannya kepada kita mengalir dari karakter-Nya, dan karakter-Nya adalah kesempurnaan moral yang tidak terbatas dan mutlak.

Orang Kristen yang kurang mengerti akan kasih Tuhan yang mengingini umat-Nya untuk hidup dalam terang-Nya sering merasa bahwa Tuhan yang mahasuci tidak mungkin menuntut manusia untuk melakukan apa yang tidak dapat dilakukannya. Mereka mungkin merasa bahwa semua kelemahan mereka ada adalah normal karena segala sesuatu sudah terjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Terlebih lagi, manusia tidak dapat melakukan apa yang baik di hadapan Tuhan, yang bisa disombongkan. Tetapi, semua usaha penolakan adanya kewajiban moral umat Kristen semacam itu adalah keliru.

Tuhan tidak mengukur diri-Nya berdasarkan standar kebaikan yang abstrak. Dia tidak berkonsultasi dengan apa pun selain kodrat-Nya sendiri ketika Dia mengeluarkan perintah dan aturan moral. Perintah moral-Nya adalah kepastian yang tidak dapat ditawar, tetapi tidak sewenang-wenang. Banyak umat Tuhan seperti Abraham, Musa dan Daud adalah orang-orang yang tidak sempurna, tetapi mereka tetap menerima kasih Tuhan yang luar biasa. Ini tidak bisa lain karena mereka tetap berusaha keras untuk menjalani hidup yang didasarkan pada kebaikan moral Tuhan yang tidak berubah.

Perlu dicatat, pengetahuan tentang tuntutan moral Allah tidak hanya datang dari membaca Kitab Suci. Meskipun wahyu khusus bersifat definitif, setiap orang di bumi mempunyai pengetahuan mengenai standar moral Allah melalui wahyu umum. Kita perlu berhati-hati dalam menyamakan apa yang “alami” dengan apa yang baik, namun Tuhan telah menciptakan dunia sedemikian rupa sehingga ada kesesuaian umum antara kebenaran moral dan apa yang secara alami terbaik bagi manusia. Manusia sering kali dapat melihat apa yang perlu dilakukan (atau tidak dilakukan) ketika mereka menerapkan akal budi mereka pada fakta-fakta yang ada dalam situasi yang mereka hadapi.

Tuhan yang sudah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, memungkinkan mereka untuk bertindak berdasarkan kesadaran dasar hukum moral-Nya melalui hati nurani mereka. Memang, akal budi dan hati nurani tidak dapat diandalkan atau berotoritas seperti ajaran-ajaran yang terdapat dalam Kitab Suci; namun keduanya merupakan sumber pengetahuan moral yang berguna. Etika Kristen menafsirkan wahyu umum melalui wahyu khusus tetapi menggunakan kedua sumber tersebut untuk memperoleh wawasan yang luas tentang etika dan moral.

Hari ini, kita harus sadar bahwa sebagai orang Kristen kita mempunyai standar etika dan moral selama hidup di dunia. Ada ruang dalam etika Kristen untuk semua pertimbangan dari wahyu umum yang disebutkan dalam paragraf di atas. Karena itu kita juga harus mau taat kepada etika dan moralitas yang ada dalam masyaraka sekalipun kita harus selektif. Tidak ada satu pun dari sistem tersebut dapat berdiri sendiri; mereka perlu dibangun di atas landasan kebenaran Tuhan. Alkitab menjelaskan dengan jelas bahwa segala sesuatu itu benar atau salah dalam kaitannya dengan karakter Allah. Jadi, agar moralitas bersifat objektif, kita harus mematuhi perintah Tuhan. Dalam kedidupan iman, bertindak dan bertumbuh dalam kebajikan merupakan komponen penting dari etika Kristen.

Tinggalkan komentar