“”Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” Lukas 6:46

Pemberontakan adalah perlawanan terhadap otoritas. Pemberontakan bisa menjadi kekerasan, seperti dalam “pemberontakan bersenjata yang terjadi di suatu negara”, namun bisa juga tidak terekspresikan. Tidak perlu secara aktif, tetapi bisa juga secara pasif. Pemberontakan apa pun selalu dimulai dari hati. Pemberontakan terhadap otoritas Allah adalah dosa pertama umat manusia (Kejadian 3) dan kemudian menjadi kejatuhan seluruh umat manusia. Natur kita yang berdosa tidak mau tunduk pada otoritas orang lain, bahkan Tuhan. Kehendak bebas yang dimiliki manusia selalu berakhir dengan dosa jika tidak diterangi Roh Kudus. Kita ingin menjadi tuan bagi diri kita sendiri, dan pemberontakan dalam hati manusia adalah akar segala dosa (Roma 3:23).
Demonstrasi yang paling jelas dalam Alkitab mengenai pemberontakan dan akibat-akibatnya terdapat dalam 1 Samuel 15. Raja Saul, yang dipilih oleh Allah untuk memimpin Israel, menjadi terlalu besar bagi para bawahannya. Dia pikir dia lebih tahu daripada Tuhan apa yang Tuhan inginkan darinya, jadi dia tidak menaati instruksi langsung Tuhan (1 Samuel 15:3) dan menggantikan idenya sendiri. Alih-alih mengikuti arahan Allah untuk memusnahkan semua jarahan dari perkemahan musuh, Saul malah mempertahankan ternak terbaiknya. Dan bukannya membunuh raja Agag yang jahat seperti yang diperintahkan Tuhan, Saul membawanya kembali sebagai tawanan. Kedua tindakan ini merupakan pemberontakan melawan perintah Tuhan, namun Saul senang dengan inisiatifnya dan mencoba membenarkan ketidaktaatannya (ayat 15). Itupun yang sering terjadi jika kita berbuat dosa dengan memberontak terhadap perintah Tuhan – kita selalu bisa mencari alasan untuk membenarkan perbuatan kita.
Pemberontakan terhadap yang wewenang adalah masalah yang serius di mata Allah. Nabi Samuel mengkonfrontasi Raja Saul dengan kata-kata ini: “Tetapi jawab Samuel: ”Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan. Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman TUHAN, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja” (1 Samuel 15:22–23). Pemberontakan dikaitkan dengan kesombongan dalam ayat ini, dan kedua dosa tersebut disamakan dengan sihir dan penyembahan berhala. Karena pemberontakan Saul yang terus-menerus terhadap Tuhan, ia kehilangan takhta dan dinasti kerajaannya pun terhenti. Tuhan memberikan kerajaan itu kepada seorang anak gembala bernama Daud (1 Samuel 13:14).
Sejarah Israel adalah siklus pemberontakan dan pemulihan. Ketika Tuhan memberikan Hukum kepada bangsa Israel, Dia sedang mengajarkan dunia bahwa alam semesta memiliki rantai komando. Tuhan yang turun ke Sinai adalah Tuhan yang mahakuasa yang dinyatakan dengan “guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras” (Keluaran 19:16) . Manusia mungkin adalah mahkota ciptaan-Nya (Ibrani 2:7), namun kita bukanlah dewa ciptaan-Nya. Meskipun sebagai orang Kristen kita mempunyai kebebasan untuk memilih untuk menaati Tuhan atau tidak, Hukum-Nya tetap berlaku. Ketika kita memberontak terhadap hak-Nya untuk menjadi Tuhan kita, konsekuensinya akan mengikuti, sama seperti yang terjadi pada Saulus (lihat Roma 6:23). Lagi-lagi, pemberontakan tidak harus berarti melawan Hukum Tuhan, tetapi mengabaikan pentingnya ketaatan kepada Hukum Tuhan juga termasuk pemberontakan secara pasif. Keduanya bisa dikatakan sebagai tindakan melawan hukum atau antinomianisme.
Di zaman modern ini, ketamakan manusia makin menjadi-jadi. Bukan saja orang mengejar harta, mereka juga mengejar kedudukan, pengaruh dan ketenaran dengan segala cara. Ini adalah pemberontakan yang juga bisa dikaitkan dengan kesombongan dan penyembahan berhala.
“Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” 1 Timotius 6: 9-10
Oleh sebab itu Yesus pernah berkata:
“Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.” Mtius 26:41
Dalam peradaban manusia di zaman ini, Tuhan telah menetapkan rantai komando, dan pemberontakan melawan perintah Tuhan adalah dosa. Roma 13:1-7 memerintahkan kita untuk tunduk kepada pemerintah yang berwenang dan hukum yang berlaku, selama pemerintah tersebut tidak menuntut kita untuk tidak menaati otoritas Allah (lih. Kisah Para Rasul 5:29). Pemberontakan terhadap otoritas yang benar menyebabkan anarki dan perpecahan masyarakat. Lebih lanjut, ini membawa akibat yang buruk untuk nama Tuhan yang tidak dimuliakan melalui cara hidup umat-Nya. Dalam rumah tangga, rantai otoritas Allah adalah suami menjadi kepala keluarga. Tanggung jawab suami adalah memimpin keluarganya untuk tunduk kepada Kristus (Efesus 5:23). Istri harus tunduk kepada suaminya, dan anak-anak harus menaati orang tuanya (Efesus 5:22; 6:1; Kolose 3:18, 20). Pemberontakan terhadap otoritas keluarga juga menyebabkan kekacauan dan disfungsi di dalam rumah.
Pagi ini, apakah kita sadar bahwa setiap hari kita selalu melakukan dosa, dan bahkan dosa-dosa yang sudah sering kita lalukan sebelumnya? Mungkin semua itu sudah terbiasa sehingga kita tidak merasa bersalah. Mungkin hal itu terjadi karena adanya situasi di negara kita yang memungkinkan. Mungkin hal itu terjadi karena di gereja kita jarang mendengar khotbah untuk meninggalkan dosa kita. Mungkin kita merasa yakin bahwa sebagai umat pilihan Tuhan, kita sudah menerima pengampunan atas segala dosa kita. Mungkin sebagai orang Kristen kita tidak percaya akan adanya dosa-dosa yang bisa mematikan kehidupan rohani kita. Mungkin juga kita tidak sadar akan adanya dosa yang membawa maut karena kita terus menerus melawan bimbingan Roh Kudus. Jika itu memang demikian, saat ini adalah saat kita untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.