Semua harus mau bertanggung jawab, sekalipun tidak mampu bertanggung jawab sepenuhnya

“Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya. Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.” 2 Korintus 5:9-10

Haruskah orang Kristen mempertanggungjawabkan hidupnya? Dapatkah mereka mempertanggung-jawabkan hidupnya? Hampir semua orang Kristen menjawab “ya” untuk pertanyaan pertama, tetapi ragu dalam menjawab pertanyaan kedua. Mengapa demikian? Dari ayat di atas sudah jelas bahwa kita harus berusaha untuk menyenangkan Tuhan, agar kita mendapatkan apa yang baik ketika kita menghadap takhta-Nya. Walaupun demikian, barangkali kita merasa bahwa apa pun yang kita perbuat tidak akan cukup untuk bisa dibandingkan dengan standar Tuhan. Itulah sebabnya, ada orang Kristen yang kemudian merasa bahwa usaha mereka untuk hidup bertanggung jawab akan sia-sia. Apalagi, jika Tuhan memang mahakuasa, tentunya ketidakmampuan kita untuk menjadi umat yang berkenan kepada-Nya adalah apa yang dikehendaki-Nya. Karena itu, sebagai ciptaan, kita hanya bisa berserah kepada Sang Pencipta yang tentu pada akhirnya akan mengampuni kita melalui darah Yesus. Pandangan ini adalah pandangan yang salah!

Pengakuan Westminster Bab XVI menyatakan bahwa umat Kristen diharuskan untuk bertanggung jawab atas hidupnya dengan berbuat baik, dalam arti menaati apa yang diperintahkan Tuhan. Yang merupakan perbuatan baik hanya perbuatan yang diperintahkan dalam Firman-Nya yang kudus, bukan yang merupakan rekaan manusia, karena fanatisme buta atau dengan dalih mengupayakan sesuatu yang dipandang manusia sebagai apa yang baik.

Perbuatan baik, yang dilakukan dalam ketaatan pada perintah-perintah Allah, adalah buah dan bukti iman yang sejati dan hidup kudus. Olehnya orang percaya menunjukkan rasa terima kasih,menguatkan keyakinan mereka, membangun saudara-saudaranya, menjadikan lebih indah pengakuan mereka tentang Injil, menyumbat mulut lawan, dan memuliakan Allah. Memang, mereka itu buatan Dia, diciptakan dalam Yesus Kristus dengan maksud supaya beroleh buah yang membawa pada kekudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal.

Jika umat Tuhan mau bertanggung jawab atas hidup mereka, kemampuan mereka untuk melakukan perbuatan baik sama sekali tidak datang dari mereka sendiri, tetapi seluruhnya dari Roh Kristus. Supaya mereka dibuat mampu, selain karunia-karunia yang telah mereka terim diperlukan juga pengaruh nyata Roh Kudus untuk mengerjakan dalam diri mereka baik kemauan maupun kemampuan menurut kerelaan Tuhan yang mahakuasa. Mereka tidak dapat menuntut Tuhan untuk memberi kemampuan yang besar, sebaliknya mereka harus mau mempertanggungjawabkan apa yang sudah diberikan Tuhan.

JIka kemampuan untuk hidup secara bertanggung jawab adalah berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lain, seharusnya hal ini tidak menyebabkan mereka menjadi lalai, seakan-akan mereka tidak terikat untuk menunaikan tugas kewajiban apa pun kecuali atas dorongan khusus dari Roh. Sebaliknya, mereka harus mau berupaya memmakai karunia Allah yang sudah ada dalam diri mereka. Perlu dicatat bahwa sekalipun ada orang-orang tertentu yang dalam hal ketaatan nampaknya sudah mencapai tingkat ketaatan tertinggi yang dapat dijangkau dalam kehidupan di dunia, mereka sama sekali tidak mampu menghasilkan amal perbuatan yang melebihi tuntutan Allah. Sekalipun mereka terlihat sangat bertanggung jawab atas cara hidup mereka, mereka malah ketinggalan dalam banyak hal yang sesungguhnya wajib mereka laksanakan. Mengapa demikian? Mereka yang diberi banyak pengertian dan kemampuan, dituntut Tuhan agar mempunyai ketaatan dan tanggung jawab yang lebih besar, dan karena itu tidak boleh tinggi hati.

Kita tidak layak memperoleh pengampunan dosa atau hidup kekal dari Allah karena perbuatan kita yang sebaik apa pun, karena perbuatan itu sama sekali tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan kita terima dari Tuhan di surga, dan karena perbedaan standar yang ada antara kita dengan Allah. Tidak mungkin melalui hidup bertanggung jawab dan perbuatan baik kita bisa membawa manfaat bagi Dia yang mahasuci dan mahakaya, atau melunasi hutang dosa kita yang sudah- sudah. Sebaliknya, apabila kita telah berbuat baik sedapat mungkin, itu masih merupakan sampah jika dibandingkan dengan kemuliaan dan kesucian Tuhan. Lagi pula, apa yang baik bagi Tuhan hanya bisa datang dari Roh-Nya, dan apa yang merupakan hasil upaya kita selalu tercemar dan tercampur dengan kelemahan dan ketidaksempurnaan begitu rupa, sehingga tidak mungkin perbuatan kita bertahan di hadapan Allah yang mahasempurna. Lalu apa gunanya kita berusaha hidup bertanggung jawab jika kita tidak memenuhi standar kebenaran Tuhan? Bukankah mereka yang percaya bahwa manusia tidak mampu bertanggung jawab kepada Tuhan adalah benar?

Meskipun kita tidak dapat memenuhi standar kebaikan dan kecucian Tuhan, karena orang-orang percaya telah diterima sebagai anak-anak Allah oleh karena pengurbanan Kristus maka juga perbuatan anak-anak Tuhan juga diterima Bapa di dalam Dia. Bukan seolah-olah perbuatan itu dalam hidup ini sama sekali tidak tercela dan tidak pantas ditegur dalam pandangan Allah, tetapi Dia memandangnya dalam diri Anak- Nya dan karena itu berkenan menerima dan mengganjar perbuatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, meskipun disertai banyak kelemahan dan ketidaksempurnaan. Tuhan melihat isi hati orang percaya yang berusaha untuk bertanggung jawab, bukan melihat seberapa besar hasil tanggung jawab mereka.

Jika Tuhan menghargai tanggung jawab umat-Nya, bagaimana pula dengan hidup orang lain yang tidak mengenal Tuhan tetapi terlihat tertib dan bertanggung jawab? Adapun perbuatan baik yang dilakukan manusia yang tidak dilahirkan kembali, dapat saja sesuai dengan kehendak Allah dan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Kita sadar bahwa ada banyak orang bukan Kristen yang melakukan tugasnya dengan baik dalam masyarakat. Akan tetapi, perbuatan mereka sudah tentu tidak keluar dari hati yang disucikan oleh Roh Kudus dan tidak dilakukan dengan cara yang benar karena tidak tertuju untuk kemuliaan Allah. Karena itu, perbuatan itu dalam pandangan Tuhan adalah penuh dosa dan tidak mungkin berkenan kepada Dia atau membuat mereka layak menerima anugerah Allah.

Jika demikian, apa guna orang-orang yang bukan Kristen untuk bertanggung jawab atas cara hidup mereka? Dalam hal ini kita tahu dari ayat di atas bahwa Tuhan tetap menuntut mereka untuk betanggung jawab, apalagi jika Tuhan menetapkan mereka untuk menjadi pimpinan. Jika mereka tidak mau, mereka akan menambah dosa mereka dan karena itu akan mendapat hukuman yang lebih besar atas hidup mereka!

Tinggalkan komentar