Kemunafikan orang Kristen zaman ini

Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas d di hadapan mereka semua: “Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?” Galatia 2:14

Apa arti munafik? Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan bahwa munafik adalah berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; bermuka dua. Dengan demikian kemunafikan adalah ketidakjujuran. Biasanya ini berarti seseorang yang melakukan apa yang buruk tapi mengaku melakukan apa yang baik. Kebalikan dari hal ini bisa saja terjadi: adanya seseorang melakukan apa yang baik, tetapi kemudian berpura-pura melakukan hal lain agar bisa diterima oleh golongannya. Apakah ini munafik? Paulus menyebutnya demikian.

Ketika itu Petrus lagi makan bersama dengan orang-orang Kristen bukan Yahudi. Ini adalah hal yang baik. Tetapi Petrus kemudian mengubah sikap dan perilakunya terhadap orang Kristen non-Yahudi setelah kunjungan “kalangan Yakobus”. Alasan Petrus menarik diri dari persekutuan meja adalah ketakutan dari pihak yang bersunat, yaitu orang-orang Yahudi yang bersikeras untuk menyunat orang bukan Yahudi. Setidaknya ada kemungkinan (berdasarkan Galatia 6:12) bahwa beberapa orang Yahudi, seperti kaum Zelot, bersedia menggunakan kekerasan untuk memastikan tradisi Yahudi dipatuhi.

Jika ini masalahnya, maka mungkin ketakutan Petrus adalah ketakutan nyata akan penganiayaan yang dilakukan oleh kelompok gereja Yerusalem yang lebih bersemangat. Petrus dan Barnabas mungkin menarik diri dari persekutuan untuk menghindari potensi pembalasan kekerasan dari “orang-orang fanatik” dalam agama Kristen Yahudi.

Paulus berkata bahwa tindakan Petrus hanyalah sebuah kemunafikan. Petrus dan Barnabas pada mulanya berbuat baik dengan menerima orang non-Yahudi sebagai orang seiman, tetapi kemudian memisahkan diri dari orang-orang non-Yahudi agar bisa diterima oleh orang Yahudi yang ekstrim. Oleh karena itu, tindakan Petrus tidak sesuai dengan karakternya dan tidak sejalan dengan keyakinannya atau kesepakatan yang ia capai dengan Paulus dalam Galatia 2:1-10. Paulus berpendapat bahwa Petrus dan Barnabas telah “mundur” karena takut dan karena itu perlu dikoreksi. Jika Petrus dianggap seorang munafik, Paulus menggambarkan Barnabas sebagai orang yang “disesatkan”.

Barnabas berada dalam posisi yang buruk karena dia awalnya dikirim ke Antiokhia oleh Yerusalem, dia tidak bisa melawan “perintah” gereja yang mengirimnya ke Antiokhia (Galatia, 157). Kesetiaannya adalah kepada Yerusalem, kelompok yang dengannya dia bergabung sejak awal (Kisah Para Rasul 4), dan bukan kepada Paulus dan misi non-Yahudi. Misi orang non-Yahudi bukanlah tugas Barnabas, melainkan tugas Paulus. Semua orang Yahudi di gereja Antiokhia bergabung dengan Petrus dan Barnabas dalam menarik diri dari persekutuan dengan orang percaya non-Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa ada perpecahan di seluruh gereja yang disebabkan oleh “pengikut Yakobus.”

Paulus secara terbuka mengonfrontasi Petrus karena “perilakunya tidak sejalan dengan kebenaran”. Konfrontasi ini terjadi “di hadapan mereka semua,” yang mungkin berarti bahwa Paulus menunggu sampai gereja berkumpul. Sejalan dengan pertemuan pribadi di Yerusalem, Paulus memilih untuk membawa masalah ini ke seluruh jemaat. Tuduhan terhadap Petrus bahwa ia tidak hidup sesuai dengan apa yang diketahuinya adalah benar, sesuai dengan Galatia 2:1-10, misalnya.

Maksud Paulus adalah jika Petrus dan orang-orang Kristen Yahudi menarik diri dari orang-orang Kristen non-Yahudi, maka tidak ada kesatuan dalam tubuh Kristus. Seperti yang akan Paulus tunjukkan nanti, tidak ada orang Yahudi atau Yunani di dalam Tubuh Kristus, kita semua adalah anggota bersama “di dalam Kristus.” Memisahkan menjadi dua tubuh, yang Yahudi dan yang bukan Yahudi, sama sekali tidak memahami inti dari “satu tubuh” seperti yang dijelaskan Paulus dalam Efesus 2. Yang dipertaruhkan di sini adalah sifat Injil. Jika Paulus kalah dalam argumentasi ini, maka orang non-Yahudi akan terus menjadi “orang percaya kelas dua” di mata sebagian orang percaya Yahudi yang konservatif.

Meskipun permasalahannya berbeda, bagaimana gereja-gereja masa kini menciptakan batasan-batasan yang mendorong sebagian orang Kristen keluar dari persekutuan, atau menganggap mereka sebagai orang Kristen kelas dua? Bagaimana kita bisa berbeda pendapat mengenai batasan-batasan tanpa mengkompromikan kesatuan Tubuh Kristus?

Mungkin apa yang mirip dengan masalah sunat adalah masalah perbuatan baik. Di zaman ini ada golongan Kristen yang segan menekankan pentingnya perbuatan baik karena kuatir bahwa jemaat akan memandang bahwa keselamatan datang melalui perbuatan baik manusia. Pada pikak yang lain, ada golongan yang menekankan perbuatan baik karena pandangan bahwa itu adalah syarat untuk bisa menjadi orang yang beriman. Kemunafikan bisa saja terjadi dalam dua golongan ini karena masing-masing berusaha mempertahankan pendapat mereka sendiri. Dengan usaha itu tiap golongan membuat teologi mereka tidak konsisten.

Orang Kristen yang menentang penekanan hal berbuat baik sebenarnya berusaha menghindari kejahatan. Bahkan, mereka juga berusaha untuk hidup baik. Pada pihak yang lain, mereka yang menekankan perbuatan baik sebagai bukti keselamatan, sebenarnya juga percaya bahwa keselamatan datang dari Tuhan sebagai karunia dan bukan karena perbuatan baik manusia. Dengan demikian, boleh dikatakan kedua golongan Kristen ini adalah sama-sama munafik – mengaku apa yang tidak benar-benar terjadi, hanya demi mempertahankan penekanan teologi masing-masing. Mirip dengan golongan Yahudi dan golongan non-Yahudi pada zaman Paulus, kedua golongan masa kini ini sering bertentangan sekalipun mereka adalah sama-sama orang beriman.

Pada waktu yang silam Paulus menegur Petrus: “Jika engkau, seorang Yahudi, hidup bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang bukan Yahudi untuk hidup secara Yahudi?” Mungkin Paulus akan berkata pada orang Kristen di zaman ini: “Jika engkau, seorang Kristen, tidak hidup secara Kristen yang menekankan kasih, bagaimanakah engkau dapat mengajak saudara-saudara seiman untuk hidup secara Kristen?”

Alkitab jelas menulis bahwa hidup secara Kristen berarti hidup berlandaskan karunia keselamatan yang membuahkan berbagai hal yang baik. Setiap orang Kristen sejati, dari denominasi apa pun, selalu percaya akan kedua hal ini. Kita tidak boleh menjadi orang munafik dengan mengamini keduanya dalam hidup pribadi, tetapi hanya menekankan salah satu saja dalam pengajaran agar kita tidak dianggap menyimpang dari ajaran golongan kita. Kita harus yakin bahwa kasih Kristus sudah dicurahkan untuk keselamatan seluruh orang percaya dan bukan hanya untuk golongan tertentu. Inilah sebuah teologi yang benar seperti yang pernah diajarkan oleh Paulus.

Tinggalkan komentar