“Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!” Yesaya 1:16-17

Apakah kitab Perjanjian Lama masih relevan untuk orang Kristen di zaman ini? Sebagian orang Kristen mungkin menganggap bahwa itu kurang relevan karena hubungan Tuhan dan umat pilihan-Nya, umat Israel, adalah berbeda dengan hubungan-Nya dengan umat pilihan-Nya sesudah Yesus datang ke dunia. Itu memang ada benarnya, karena sebelum Yesus datang ke dunia, Allah secara khusus membimbing kehidupan bani Israel melalui perintah-Nya yang disampaikan kepada para nabi guna mewujudkan rencana penyelamatan umat manusia. Sesudah Yesus datang, bimbingan Tuhan sekarang dinyatakan secara langsung kepada setiap umat-Nya melalui Alkitab dengan pencerahan dari Roh Kudus. Walaupun demikian satu perintah yang sama dari dulu sampai sekarang bagi semua orang yang dipanggil Allah untuk menjadi umat-Nya adalah agar kita hidup sebagai umat Tuhan yang berbeda dari orang lain, dengan menghindari dosa dengan sepenuh tenaga.
”Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.” Imamat 19:2
“Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” 1 Petrus 1: 14-16
Yesaya 1:2-20 memulai presentasi yang agak seperti gugatan terhadap orang-orang Yehuda di Israel. Tuhan akan menunjukkan banyak cara mereka melanggar perjanjian dengan-Nya. Umat itu dipenuhi dengan dosa. Mereka telah meninggalkan-Nya. Yesaya menggambarkan penyakit rohani yang tidak mau diobati oleh Israel. Penyakit itu akan menyebabkan kehancuran fisik bangsa Israel oleh para bangsa penjajah dan musuh. Persembahan mereka tidak ada artinya karena pemberontakan mereka yang hidup dalam dosa. Tuhan memanggil mereka untuk berhenti berbuat dosa dan berbuat baik. Dia menawarkan untuk membuat dosa-dosa mereka seputih salju jika mereka bertobat dan untuk menghancurkannya jika mereka memberontak.
‘Marilah, baiklah kita beperkara! – firman TUHAN – Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba. Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu. Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.”
Yesaya 1:18-20
Di zaman sekarang, kita mungkin sering mendengar Yesaya 1:18 tentang janji Tuhan tentang pengampunan dosa yang bisa membuat dosa semerah apa pun bisa menjadi putih seperti salju, tetapi kita jarang mendengar Yesaya 1:20 yang merupakan ancaman Tuhan kepada umat-Nya yang berani melawan dan memberontak. Mengapa demikian? Mungkin karena sebagian orang Kristen menganggap bahwa dalam penebusan Kristus keselamatan kita sudah terjamin dan tidak ada hukuman yang akan dijatuhkan kepada umat-Nya. Ini sudah tentu pandangan yang keliru, karena sekalipun kita akan bebas dari hukuman kebinasaan yang kekal, kita dan bahkan bangsa kita masih bisa mendapatkan hukuman selama hidup di dunia.
Setelah mengidentifikasi dirinya sebagai putra Amos, Yesaya memulai penglihatannya dari Tuhan dengan memperkenalkan gugatan Allah terhadap umat Israel. Anak-anaknya hidup dalam pemberontakan terhadap-Nya. Mereka dipenuhi dengan dosa dan telah meninggalkan Tuhan. Penyakit rohani mereka akan menyebabkan kehancuran mereka, meskipun beberapa akan diselamatkan. Persembahan mereka tidak ada artinya karena gaya hidup mereka yang berdosa. Jika mereka bertobat sekarang, mereka akan ditebus. Jika tidak, mereka akan dihancurkan. Tuhan akan menerapkan keadilan-Nya bagi Yerusalem yang dulunya taat: semua yang tidak bertobat akan dihancurkan.
Tuhan mengubah haluan dari memberi tahu orang-orang Yehuda tentang kegagalan mereka menjadi memberi tahu mereka cara untuk mulai berubah. Keadaan hati, pikiran, dan tindakan mereka yang berdosa begitu ekstrem sehingga semua persembahan dan ketaatan agama mereka menjadi tidak berarti (Yesaya 1:11-15). Bahkan, persembahan dan ketaatan agama mereka lebih buruk daripada tidak berarti karena Allah menerimanya sebagai beban. (Yesaya 1:14)
Untuk membuat hubungan mereka dengan Allah bisa bermakna lagi, bani Israel harus membuat perubahan yang nyata. Ini adalah tugas mereka, bukan tugas Tuhan. Tuhan memberi tahu mereka untuk membasuh diri dan membersihkan diri. Dia tidak berbicara tentang pembasuhan seremonial atau lebih banyak persembahan dan korban. Allah ingin agar umat-Nya menjadi bersih dengan berhenti melakukan kejahatan. Dia melihat perbuatan jahat mereka. Satu-satunya cara agar Dia tidak melihat mereka adalah dengan berhenti melakukannya. Ini adalah langkah pertama untuk mengubah cara Allah memandang mereka dan memungkinkan hubungan yang dekat dengan-Nya.
Tuhan memberi tahu orang-orang Yehuda bagaimana cara berubah, bagaimana memulihkan hubungan mereka dengan-Nya. Dia telah menggambarkan mereka sebagai bangsa yang berdosa dan penuh dengan kejahatan (Yesaya 1:4). Dia telah menyebut pengorbanan dan persembahan mereka serta pertemuan keagamaan tidak berarti (Yesaya 1:13) karena gaya hidup mereka menyenangi dosa.
Tuhan memberi tahu mereka bagaimana cara belajar berbuat baik. Mereka harus membersihkan diri dengan menghentikan praktik-praktik jahat mereka. Bentuk kebaikan diungkapkan dalam ayat ini sebagai kebaikan yang selalu diinginkan Tuhan dari setiap orang dalam komunitas dari segala zaman: Berilah keadilan bagi mereka yang dizalimi, terutama mereka yang tidak dapat berjuang sendiri, serta campur tangan untuk menghentikan penindasan yang tidak berdaya oleh yang berkuasa.
Keadaan alami setiap kelompok masyarakat sampai saat ini adalah orang yang kaya menjadi lebih kaya dan mengambil keuntungan dari orang miskin dan yang tidak berdaya untuk keuntungan mereka sendiri. Sifat manusia yang rusak dari dulu seperti itu, dan makin parah di zaman ini. Keadilan sosial mengharuskan masyarakat untuk bertindak bersama-sama untuk menghentikan siklus ini dan meminta pertanggungjawaban dari yang berkuasa atas kesalahan sambil membela mereka yang tidak memiliki sumber daya untuk membela diri mereka sendiri. Umat pilihan Allah, Israel, dan semua umat Kristen, harus mempraktikkan kebaikan ini. Di sinilah perlunya kita belajar humanisme Kristen yang didasarkan pada – dan membela – martabat dan nilai setiap orang karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Yesaya telah membandingkan orang-orang Yehuda dengan orang-orang di Sodom dan Gomora (Yesaya 1:9-10). Ia ingin mereka menjauh dari jalan yang mengarah pada kehancuran serupa. Percabulan dan kekerasan seksual Sodom bukanlah satu-satunya dosa mereka. Suatu budaya dapat rusak dalam banyak hal; semua kejahatan berarti penolakan terhadap hukum dan firman Allah. Bagian Alkitab lainnya mencatat bahwa kota-kota yang dihancurkan dalam Kejadian pasal 19 bersalah atas banyak kejahatan lainnya. Penolakan mereka untuk melakukan kebaikan yang disebutkan di sini berkontribusi pada kehancuran mereka oleh Tuhan: “Lihat, inilah kesalahan Sodom, kakakmu yang termuda itu: kecongkakan, makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan hidup ada padanya dan pada anak-anaknya perempuan, tetapi ia tidak menolong orang-orang sengsara dan miskin.” (Yehezkiel 16:49).
Hari ini kita belajar bahwa orang Kristen bukanlah satu individu saja, mereka adalah bani Kristen yang seperti bani Israel diberi kewajiban untuk hidup baik dan memberi kontribusi yang bermanfaat bagi masyarakat di mana mereka hidup. Terlalu sering kita mendengar ajaran bahwa keselamatan dari Kristus adalah bersifat individu; sebaliknya, terlalu jarang kita mendengar bahwa kita harus berbuat baik karena rasa syukur kita atas kasih Allah – agar banyak orang bisa ikut merasakan berkat Tuhan selama mereka hidup di dunia.