”Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” Lukas 6:46

Lukas 6:17–49 mencatat pengajaran Yesus di ”tempat yang datar,” atau ”Khotbah di Dataran,” dan panggilan kepada orang banyak untuk menjadi murid secara umum. Sebagian besar materi ini memiliki kesamaan Khotbah di Bukit dalam Matius 5 hingga 7, tetapi tidak jelas apakah kedua kisah tersebut berasal dari peristiwa yang sama. Sebagai seorang guru yang berkeliling, memang mungkin bahwa Kristus menyampaikan pesan umum yang sama beberapa kali.
Yesus menyampaikan Khotbah di Bukit setelah pergi ke atas gunung dan duduk (Matius 5:1). Dia menyampaikan Khotbah di Dataran setelah datang turun dari gunung dan berdiri di tempat yang datar (Lukas 6:17). Catatan Lukas tentang Khotbah di Dataran tidak memuat pengajaran Yesus yang diperluas tentang hukum, dan itu mencakup berbagai kesengsaraan selain ucapan bahagia. Juga, tampaknya penonton dalam Matius datang dari tempat yang berbeda dari penonton dalam Lukas (bandingkan Matius 4:25 dengan Lukas 6:17). Ada kemungkinan bahwa Khotbah di Dataran Lukas hanyalah versi ringkas dari Khotbah di Bukit Matius, tetapi tampaknya lebih mungkin bahwa Yesus mengkhotbahkan khotbah serupa pada dua kesempatan berbeda, membuat beberapa perubahan agar lebih sesuai dengan audiens yang ada.
Lukas 6:46–49 mencatat panggilan Yesus untuk menjadi murid secara umum. Ia telah memilih kedua belas murid dari antara sejumlah besar pengikut-Nya (Lukas 6:12–16). Ia menyingkapkan beberapa hal sulit yang Ia harapkan dari umat-Nya, termasuk mengampuni musuh-musuh mereka (Lukas 6:17–42). Untuk melakukannya dibutuhkan hati yang baik (Lukas 6:43–45). Sekarang Ia menyampaikan undangan kepada orang banyak untuk membangun hidup mereka di atas dasar yang pasti dari firman-Nya. Ini mengakhiri Khotbah di Dataran.
Apa arti Lukas 6:46? Yesus telah berbicara kepada banyak orang. Orang banyak ini termasuk dua belas rasul-Nya, banyak murid, dan orang Yahudi serta orang bukan Yahudi yang datang untuk meminta kesembuhan (Lukas 6:17–19). Ia telah selesai menjelaskan bahwa para pengikut-Nya akan dianiaya oleh dunia tetapi mereka perlu mengampuni dan memberkati musuh-musuh mereka (Lukas 6:20–36). Ia kemudian menjelaskan dua sifat umum yang seharusnya menggambarkan para pengikut-Nya. Pertama, mereka harus tekun mempertimbangkan dosa-dosa mereka sendiri sebelum menghakimi orang lain (Lukas 6:37–42). Kedua, jika hati mereka baik haruslah itu menghasilkan perbuatan baik (Lukas 6:43–45). Dan sifat ketiga dalam Lukas 6:46 adalah apa yang harus dipegang oleh para pengikut Yesus: mereka mendasarkan hidup mereka pada perintah-perintah-Nya.
Sebagian besar Khotbah di Dataran berkaitan dengan hal berbicara, termasuk mengutuk, memberkati, berdoa, dan mengajar. Yesus telah menjelaskan bahwa apa yang kita katakan mengungkapkan apa yang ada di dalam hati kita. Di sini, Ia berbicara tentang ucapan yang ceroboh yang belum tentu datang dari hati. “Tuhan” berasal dari akar kata Yunani kurios. Secara umum, kata ini berarti penguasa—yang sering kali seseorang yang didewakan. Lukas tidak menyebut Yesus sebagai Juruselamat meskipun paralelnya dalam Matius menyebutkannya (Matius 7:21). Menyebut Yesus “Tuhan, Tuhan” tetapi menolak apa yang Dia katakan adalah menciptakan dinding pemisah antara ucapan dan isi hati. Ini bisa berakibat sebuah kepalsuan yang tragis.
Ayat ini memang sering memunculkan sebuah tanda tanya yang sering diperdebatkan antara keselamatan dan perbuatan baik. Beberapa orang menyajikan ini sebagai pilihan antara keselamatan yang diajarkan Paulus melalui kasih karunia melalui iman (Efesus 2:8–9) dan catatan Yakobus bahwa iman tanpa perbuatan adalah “mati” (Yakobus 2:17). Pertanyaan ini sering disalahartikan sebagai, “Seberapa besar kita perlu menaati Yesus agar diselamatkan?”
Sebenarnya, ketaatan bukanlah yang menyelamatkan—sebaliknya, adanya keselamatan pasti menghasilkan ketaatan. Menilai “seberapa besar” ketaatan secara akurat mencerminkan keselamatan adalah bagian yang sulit. Di satu sisi ada “aliran mudah percaya” yang mengajarkan bahwa seseorang hanya perlu mengucapkan doa untuk diselamatkan. Selain itu, ada aliran yang bersikeras bahwa orang pilihan Allah tidak perlu memikirkan adanya dosa dalam hidup mereka. Di sisi lain, ada denominasi-denominasi yang sangat legalistik yang bersikeras bahwa orang Kristen sejati pasti jarang berbuat dosa. Selain itu, ada yang mengajarkan bahwa orang pilihan Tuhan masih dapat kehilangan keselamatan jika mereka tetap hidup dalam dosa.
Yang biasanya terlewatkan dalam perdebatan di atas adalah Efesus 2:10: “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Urutan hidup Kristen sejati adalah kasih karunia Allah, iman kita, pertobatan kita, perbuatan kita, yang semuanya diberdayakan dan dipimpin oleh Roh Kudus. Dalam istilah yang paling sederhana, “pertobatan” berarti seseorang yang setuju bahwa Yesus benar dan mereka salah—dan bahwa mereka tidak ingin hidup seperti itu lagi.
Perbuatan adalah ketaatan kita kepada Kristus. Baik pertobatan maupun ketaatan adalah tanggapan yang mulanya samar tetapi terus berkembang sebagai reaksi terhadap keselamatan, tetapi keduanya selalu ada selama orang hidup di dunia. Jika tidak ada pertobatan dan tidak ada perbuatan—tidak ada ketaatan—maka tidak ada iman dan tidak ada kasih karunia dalam diri orang itu.
Hubungan keselamatan dan ketaatan sangat mudah disalahpahami karena penekanan ajaran Alkitab pada perbuatan baik. Meskipun demikian, Yesus membuat perbedaan bagi orang banyak: apakah mereka memanggil-Nya “Tuhan” karena Ia menyembuhkan mereka atau karena mereka ingin mendasarkan hidup mereka pada firman-Nya (Lukas 6:40)? Kemudian, Ia akan memarahi orang banyak yang tidak peduli bahwa Ia menggenapi tanda-tanda Mesias—mereka hanya kagum bahwa Ia dapat membuat makanan secara ajaib yang muncul entah dari mana (Yohanes 6:26).
Pada saat Yesus mengucapkan ayat di atas, keselamatan kekal melalui Kristus belum sepenuhnya dijelaskan atau dipahami, bahkan oleh kedua belas rasul. Sekarang, dengan membaca dan menyelami isi Alkitab, kita bisa mengerti hubungan antara keselamatan dan perbuatan. Saat ini, Yesus menantang kita untuk berkomitmen pada apa yang Ia katakan: bahwa mengikut Dia bukan berarti asal percaya diri (PD). Diselamatkan “oleh karunia saja” bukan berarti “oleh karunia tanpa komitmen”. “By Grace alone” bukan berari “by Grace that is alone“.
Orang Kristen sejati selalu berusaha keras untuk menaati Yesus, berjuang keras seperti Paulus yang menggambarkannya sebagai seorang pelari atau petinju. Ini tidak mudah dilakukan. Walaupun demikian, Tuhan Yesus berjanji bahwa jika kita melakukan firman-Nya, hidup kita akan kokoh tidak peduli kesulitan apa yang kita hadapi. Lebih dari itu, kita tidak akan hidup dalam kepalsuan dan kepercayaan sepihak tetapi memang yakin bahwa Tuhan sudah memilih dan mempersiapkan kita dari awalnya karena kita selalu berusaha melakukan firman-Nya.
“Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya – Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan –, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun.” Lukas 6:47-48