“Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.” Roma 7:15-20

Apakah ayat-ayat di atas menggambarkan Paulus sebelum atau sesudah menjadi seorang Kristen? Para ahli Alkitab tidak sependapat satu sama lain, dan perbedaan tersebut memiliki beberapa arti penting. Secara harfiah, bahasa Yunani Paulus dalam bagian ini berubah menjadi bentuk orang pertama, tunggal, dan bentuk sekarang. Hal ini berbeda dengan bagian lain dari Kitab Roma yang menggunakan istilah yang lebih umum. Setidaknya menurut pilihan bahasanya, Paulus tampaknya berbicara tentang dirinya sendiri secara langsung dan harfiah.
Roma 7:7–25 membahas hubungan antara hukum Musa dan dosa manusia. Paulus menegaskan bahwa hukum adalah cara ia mengetahui dan memahami dosa secara umum, dan dosanya sendiri secara khusus. Ia juga menjelaskan bagaimana mengetahui hukum tidak membuat seseorang lebih suci; hukum justru dapat menggoda kita untuk berbuat dosa lebih banyak lagi! Paulus mengubah perspektifnya dalam bagian ini, dia berbicara sebagai orang pertama, sebagai seorang Kristen yang ingin melakukan apa yang benar tetapi mendapati dirinya melakukan apa yang berdosa. Paulus menyadari ketidakmampuan alaminya untuk melakukan yang benar dan menyadari kebutuhannya untuk dibebaskan dari dosa oleh Allah melalui Yesus.
Mereka yang percaya bahwa Paulus menggambarkan hidupnya sebelum menjadi seorang Kristen memahami bahwa Paulus bermaksud bahwa mereka yang masih berada di bawah hukum bingung tentang mengapa mereka tidak dapat menaati hukum. Mengapa mereka terus-menerus tidak menaati perintah-perintah Allah bahkan ketika mereka tidak mau begitu? Sebagian orang Kristen percaya bahwa itu adalah “takdir”, sudah ditetapkan Allah agar dapat memenuhi rencana-Nya. Tetapi, pandangan seperti itu adalah fatalis.
Sebenarnya, Paulus menggambarkan dirinya sebagai seorang Kristen percaya bahwa ia sangat jujur tentang perjuangan yang sedang berlangsung melawan dosa. Meskipun orang Kristen telah terbebas dari kuasa dosa, kita terus hidup di bawah pengaruhnya yang kuat. Terkadang kita mungkin merasa persis seperti yang dijelaskan Paulus. Kita terus melakukan apa yang kita benci—kita berdosa—bahkan ketika kita bermaksud melakukan apa yang benar. Bukan berarti kita masih menjadi budak dosa, tetapi kita terbagi oleh keinginan-keinginan kita sendiri yang saling bersaing. Ini adalah bagian tak terpisahkan dari menjadi manusia yang dapat berbuat salah dan fana (2 Korintus 5:2).
Paulus menggambarkan dirinya sebagai orang yang terus-menerus melakukan hal yang berlawanan dengan apa yang ingin ia lakukan. Alih-alih melakukan hal-hal yang ingin ia lakukan, ia malah melakukan apa yang ia benci. Hal ini membuat frustrasi—mengapa hal ini terjadi? Beberapa orang Kristen mungkin mencoba mengartikan ayat ini sebagai perkataan Paulus bahwa ia tidak bisa bertanggung jawab atas perbuatan dosanya sendiri. Namun, konteks bagian ini memperjelas bahwa bukan itu yang dimaksudkan Paulus. Ia telah menulis bahwa meskipun ia ingin berbuat baik, ia malah melakukan apa yang ia benci: ia berdosa. Keinginan pribadinya adalah melakukan hal yang benar, menaati hukum Allah. Bahkan dalam kasus Paulus, tumbuh sebagai orang Yahudi yang taat (Filipi 3:4–7), tidak cukup untuk mencegahnya dari ketidaktaatan kepada Allah. Daya tarik dosa mengalahkan minat Paulus yang tulus untuk berbuat benar. Dengan cara ini, Paulus mengatakan bahwa masalahnya bukan pada niatnya. Sebaliknya, dosa dalam dirinyalah yang mengalahkan niatnya dan menuntunnya untuk tetap melakukan apa yang salah.
Setiap orang Kristen sedang berjuang dalam peperangan besar yang terjadi di dalam diri mereka. Mereka menghadapi musuh-musuh dari luar di dunia ini dan iblis yang berperang melawan mereka. Namun, ada lawan yang lebih kuat lagi yang telah bercokol di dalam diri setiap orang percaya. Ini melibatkan kita dalam pertempuran tanpa henti antara manusia baru kita di dalam Kristus dan daging lama kita yang berdosa. Kedua rival ini saling bertentangan. Mereka saling bermusuhan. Mereka menimbulkan pertikaian internal di medan perang dalam jiwa setiap orang percaya. Tidak pernah ada gencatan senjata yang disepakati antara kedua kekuatan ini. Tidak pernah ada bendera putih yang dikibarkan dalam pertikaian ini. Tidak pernah ada gencatan senjata. Pertempuran ini terus berlangsung sampai akhir hidup kita di dunia.
Jika Anda pada saat ini merasakan intensitas pertikaian internal ini, itu karena Anda telah lahir baru. Setelah Anda dibenarkan oleh iman, pertempuran internal pun terjadi di dalam diri Anda. Ada keinginan baru di dalam diri setiap orang percaya yang ingin melakukan yang benar. Itu datangnya dari Tuhan. Kita sekarang mengasihi Tuhan, gereja, kebenaran, dan kehendak Tuhan. Namun, ada keinginan lain di dalam diri kita yang mengasihi diri kita sendiri dan dunia. Hasilnya adalah tarik-menarik internal.
Bagian dalam Roma 7:15-20 ini memberi kita kisah langsung tentang pertempuran antara sifat baru dan daging yang berdosa di dalam diri rasul Paulus. Ia menulis ayat-ayat ini sebagai orang percaya yang dewasa di dalam Kristus. Kehidupan Paulus sendiri menunjukkan bahwa pergumulan dengan daging kita yang berdosa ini tidak pernah berakhir selama kita berada di bumi. Paulus sedang berjuang untuk kekudusan, sama seperti Anda dan saya, karena Tuhan menghendakinya.
“tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” 1 Petrus 1:15-16
Bukannya menyerah kepada keadaan, kita harus mengambil tindakan untuk menguji tubuh kita dan menjadikannya budak kita. Kita harus melawan godaan dan berjuang dalam pertarungan yang baik. Kita harus melawan godaan dan menjauhi amoralitas. Kehidupan Kristen adalah perjuangan untuk kekudusan. Pergumulan di dalam diri kita ini nyata, intens, berkelanjutan, internal, rohani, dan ditemukan dalam diri semua orang percaya sejati. Ayat-ayat ini seperti melihat ke dalam cermin dan melihat pergumulan dengan dosa yang ada di dalam diri kita masing-masing.
Alkitab berbicara dengan sangat akurat mengenai kondisi manusia kita. Alkitab menyingkapkan hal-hal terburuk tentang manusia. Manusia yang sering lupa bahwa ia bertanggung jawab kepada Penciptanya. Ini adalah bukti lain bahwa Alkitab adalah firman Allah yang diilhami dan tidak salah. Jika ini hanya sebuah buku manusia, Alkitab akan menampilkan manusia dalam cahaya yang terbaik, selalu menampilkan sisi terbaiknya. Namun, bukan itu yang kita baca dalam Kitab Suci. Sebaliknya, kita menemukan di halaman-halamannya pergumulan nyata dengan dosa yang dihadapi orang percaya. Alkitab memuat diagnosis Allah tentang dilema manusia.
Dalam Roma 7:15-20, kita melihat pergumulan Paulus yang terus-menerus dengan dosa. Ini adalah pengalamannya bahkan sebagai orang percaya yang dewasa dalam Yesus Kristus. Pergumulan dengan dosa inilah yang membingungkan Paulus. Sebagai orang percaya yang dewasa, ia tidak mengerti mengapa ia masih berbuat dosa, padahal ia memiliki hati yang baru yang mengasihi Tuhan. Mengapa ia masih berbuat dosa padahal ia memiliki sifat yang baru dengan kasih sayang yang baru, dan Roh Kudus sekarang tinggal di dalam dirinya? Ia tidak dapat mengerti mengapa ia masih berbuat dosa. Hal itu membingungkan Paulus. Ini adalah titik frustrasi yang besar, karena ia selalu menginginkan kesalehan dan kekudusan. Ia mengerti bahwa cara hidupnya adalah dalam tanggung jawabnya. Namun, ia terus jatuh ke dalam dosa. Paulus bingung dan dibuat bingung oleh misteri yang tidak dapat dijelaskan ini tentang dirinya sendiri. Apakah itu sudah ditetapkan Tuhan?
Bagi kita yang adalah orang percaya, ini seharusnya menjadi gema dari kebingungan yang seharusnya kita rasakan di dalam hati kita sendiri. Ketika kita mengakhiri hari dalam doa, ada dosa-dosa yang harus kita akui yang tidak masuk akal mengapa kita melakukannya. Egotisme, keserakahan, hawa nafsu, keduniawian, ketamakan, dan banyak dosa lainnya masih muncul dalam kehidupan kita. Kita bertanya-tanya mengapa dosa-dosa itu terus mengganggu kita. Dosa adalah misteri yang membingungkan. Mengapa kita masih melakukan dosa jika kita telah dilahirkan kembali? Apakah itu membuktikan bahwa kita tidak bisa bertangggung jawab atas hidup kita?
Paulus menggambarkan pergumulannya dengan dosa sebagai kontradiksi total dengan sifat barunya yang diciptakan dalam kekudusan. Ia menulis, “Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat” (ayat 15). Paulus berkata bahwa apa yang ingin ia perbuat, ia tahu bahwa ia tidak melakukannya. Dan apa yang ia lakukan adalah hal yang ia benci. Segala sesuatu dalam hidupnya terbalik. Apa yang tidak ingin ia lakukan, ia lakukan. Apa yang ingin ia lakukan, ia tidak lakukan. Ada aspek negatif dan positif dari dilema terbalik ini. Ia melakukan dosa kelalaian dan perbuatan. Dosa kelalaian adalah apa yang tidak ia lakukan, tetapi seharusnya ia lakukan. Dosa perbuatan adalah apa yang ia lakukan, tetapi seharusnya tidak ia lakukan. Itu bukan takdir.
Ketika Paulus berkata, “bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat,” ia berbicara tentang melakukan hal-hal yang berkaitan dengan kekudusan pribadi. Ini adalah alasan lain mengapa Paulus menyebut dirinya sebagai orang percaya. Orang yang tidak percaya tidak ingin mengejar kekudusan. Orang-orang yang tidak percaya tidak mau menyangkal diri dan memikul salib mereka – tidak mau bertanggung jawab atas hidupnya – untuk mengikuti Kristus. Orang-orang yang tidak percaya biasanya lebih suka menjadi antinomian dan hidup tanpa mempedulikan ketaatan pada firman Tuhan. Sebaliknya, orang-orang percaya tidak mau menjadi antinomian, karena Tuhan telah memberi mereka rasa lapar dan haus yang baru untuk menaati firman-Nya. Sebagai hasil dari kelahiran baru, mereka telah diberi keinginan baru untuk hidup sesuai dengan panggilan mereka. Mereka memiliki hati yang baru dengan kasih sayang yang baru. Mereka ingin melakukan hal-hal yang memuliakan Tuhan, karena itu adalah perintah Tuhan.
“Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” 1 Korintus 6:20
Namun, kontradiksi dalam diri Paulus adalah bahwa ia tidak selalu mempraktikkan hal-hal ini. Keinginannya adalah untuk kesalehan, tetapi praktiknya tidak selalu sejalan dengan itu. Paulus bersikap sangat jujur. Ia tidak mencoba menampilkan dirinya dengan cara yang sangat rohani. Paulus, sebagai orang percaya, justru melakukan hal-hal yang dibencinya. Ia membenci dosa yang tidak menyenangkan dan tidak menghormati Tuhan. Ia benci menyerah pada godaan. Ia benci mengorbankan kesaksiannya. Namun, ia melakukannya dan begitu juga kita. Karena itu, ketika kita berlutut dalam doa di hadapan Tuhan, kita perlu jujur kepada-Nya bahwa kita tidak melakukan apa yang kita inginkan.
John Calvin menulis dalam bab satu, bagian pertama dari Institutes of the Christian Religion bahwa dengan pengetahuan tentang Tuhan datanglah pengetahuan tentang diri sendiri. Segala sesuatu dalam kehidupan Kristen Anda dimulai dengan mengetahui siapa Tuhan itu dan, pada gilirannya, mengetahui siapa Anda. Sebelum Anda mengetahui siapa Tuhan itu, Anda tidak akan pernah mengetahui siapa diri Anda. Dan sebelum Anda mengetahui siapa diri Anda, Anda tidak akan pernah maju dalam kerohanian. Paulus benar-benar jujur kepada kita. Ini adalah pemikiran pribadi yang sekarang diungkapkan kepada publik untuk membantu kita belajar tentang diri kita sendiri. Jika ketika Anda berbuat dosa dan berpikir, “Apa yang salah dengan saya?”, kenyataannya adalah bahwa pikiran inilah yang salah dengan kita semua. Kita harus menerima bahwa bahkan sebagai orang percaya, kita masih berjuang melawan dosa.
Kita masih memiliki kapasitas untuk melakukan apa yang tidak ingin dilakukan oleh manusia baru kita. Begitu kita bangun, pertempuran terus berlanjut. Tidak ada waktu istirahat dari konflik internal ini. Tidak ada waktu istirahat di tengah-tengah pergumulan. Kadang-kadang, bahkan semakin tinggi kedudukan rohani kita, semakin rentan kita terhadap dosa. Bagi setiap orang percaya, dosa adalah kenyataan yang terus berlanjut dalam hidup kita bahkan setelah kita diselamatkan. Sebagai orang percaya, kita akan selalu memerangi dosa. Medan perang ada di dalam diri kita, dan konflik rohani tidak akan hilang. Dosa dan maut tidak lagi berkuasa atas kita, meskipun dosa masih ada di dalam diri kita. Dosa pernah berkuasa atas hidup kita, tetapi Kristus telah menyingkirkan dosa dari takhta kehidupan kita. Yesus sekarang bertahta sebagai Tuhan atas hidup kita. Karena itu, dalam peperangan melawan dosa kita harus bersandar kepada Dia dalam setiap saat.
“Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya.” Yakobus 1:14
Salam kenal pak Andreas. Nama saya Bintang dari Jogya. Umur 63 thn.
Saya sdh membaca artikel bpk ttg bgm orang dipilih Allah utk diselamatkan.
Ada pertanyaan yg masih mengganjal dlm pikiran saya. Apa dasarnya seseorang dipilih Allah & yg lain tdk ??. Bpk pernah menulis bhw Allah maha tau Dia memilih krn sdh tau apa yg akan dilakukan orang tsb selama hidupnya. Berarti Allah memilih berdasarkan perbuatan seseorang sekalipun itu dimasa yg akan datang ?? Apakah itu maksudnya ??
Mohon pencerahan pak Andreas.
Tuhan memberkati.
SukaSuka
Hallo Pak Bintang,
Tuhan tidak memilih berdasarkan perbuatan orang itu, tetapi Ia yang mahaadil memilih orang sedemikian rupa sehingga orang itu tidak dapat membantah bahwa ia pantas masuk ke neraka karena menolak uluran tangan Tuhan. Tanpa uluran tangan Tuhan semua orang tidak akan selamat.
Andreas
SukaSuka