Menghadapi penderitaan sebagai orang Kristen

“Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu.” 1 Petrus 4:16

Pernahkah Anda menderita? Saya yakin Anda akan menjawab “ya”. Orang manakah yang tidak pernah menderita akibat sakit, kegagalan, masalah pekerjaan dan sebagainya? Itu semua adalah konsekuensi Adam dan Hawa yang telah jatuh dalam dosa (Kejadian 3:18-19). Walaupun demikian, jawaban kita mungkin berbeda atas pertanyaan ini: “Pernahkah Anda menderita demi Kristus?”. Menderita demi Kristus? Apa maksudnya? Bukankah kita ingin berbahagia dan bukannya menderita dalam Kristus? Bukankah Kristus sudah menang atas kematian?

Ayat-ayat dari 1 Petrus 4:12–19 mengingatkan orang Kristen untuk tidak terkejut bahkan oleh penderitaan dalam mengikuti Yesus, tetapi sebaliknya melihat keikutsertaan dalam penderitaan Kristus sebagai sesuatu yang layak untuk disyukuri. Kita akan bersukacita ketika kemuliaan Kristus akhirnya dinyatakan, dan kita saat ini diberkati sekalipun mempunyai masalah karena Roh Allah menyertai kita. Pada saat yang sama, kita tidak akan mendapatkan pujian atas hukuman karena kejahatan kita sendiri, atau karena ingin membalas dendam terhadap mereka yang menyakiti kita. Ketika kita sebagai orang beriman dianiaya karena berbuat baik, Allah mampu menegakkan keadilan intuk umat-Nya, untuk memperkuat iman kita kepada-Nya. Sebaliknya, Dia akan menghakimi dengan keras semua orang yang menolak Kristus.

Kata “Kristen” sebenarnya hanya muncul enam kali dalam Alkitab. Sangat mungkin kata itu digunakan sebagai penghinaan oleh orang-orang yang tidak percaya pada zaman Petrus. Namun, Petrus menolak gagasan bahwa berhubungan dengan Kristus seharusnya dianggap sebagai penghinaan. Orang-orang percaya harus menolak rasa malu karena benar-benar menderita demi Yesus. Sebaliknya, kita harus dengan berani memuliakan Tuhan, dalam nama Kristus, tepat di tengah-tengah penderitaan kita bagi-Nya. Kita tidak boleh menjadi malu karena orang lain mengejek kita karena sebagai orang Kristen kita masih mengalami kekurangan, penderitaan dan pergumulan dan bukannya selalu mengalami kelimpahan, kesuksesan dan kemakmuran seperti yang diajarkan beberapa orang.

Petrus terus menjelaskan bagaimana orang Kristen harus menanggapi ketika menghadapi penganiayaan, pencemoohan, ejekan, dari dunia dan bahkan dari sesama orang Kristen. Ambillah sikap Kristus, dan harapkan tujuan Allah bagi hidup Anda mencakup penderitaan. Jauhkan jalan hidup Anda dari pencarian kenikmatan dan kemakmuran duniawi. Waspadalah sehingga Anda dapat berdoa secara efektif di akhir zaman ini. Bahkan, bersukacitalah jika Anda ambil bagian dalam penderitaan Kristus yang pernah ditolak bangsa-Nya dan bahkan dua murid-Nya. Tuhan menggunakan penderitaan untuk memurnikan iman umat-Nya, dan penderitaan kita saat ini berkontribusi pada kemuliaan di masa depan. Jika Anda menderita dalam bentuk apa pun, teruslah berbuat baik dan hidup saleh sambil mempercayakan jiwa Anda kepada Sang Pencipta dengan iman yang teguh. Lalu apa pentingnya iman dalam penderitaan kita?

Iman didefinisikan sebagai “dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1). Iman adalah percaya dengan sungguh-sungguh. Bagi umat Kristen, iman adalah karunia Allah yang dikerjakan di dalam hati oleh Roh Kudus, yang menghidupkan dan memandu semua kemampuan kita menuju satu tujuan. Kita harus berdoa untuk memiliki iman, dan supaya iman kita bertumbuh. Iman kita juga akan diperkuat dengan selalu mengingat janji-janji Kristus yang berulangkali diucapkan bahwa doa-doa kita kepada Bapa, dalam nama-Nya, pasti akan dijawab kalau kita memintanya dengan iman, dan percaya sewaktu kita memintanya. Lihat Matius 7:7; Lukas 11:9; Yohanes 14:13, 15, 16; Yakobus 4:2; I Yohanes 3:22, 5:14; Lukas 11:10.

Iman adalah pekerjaan jiwa yang dengannya kita merasa pasti akan keberadaan dan kebenaran dari sesuatu yang tidak ada di depan kita, atau tidak tampak bagi indera manusia. Setiap orang menilai iman secara berbeda, yang akan dirasanya sukar bahkan tidak mungkin untuk menunjukkannya dengan cara-cara yang tampak. Ini merupakan hal mempraktikan iman – latihan sukarela – yang memampukan kita untuk bertambah dalam mempercayai kebenaran-kebenaran besar yang Allah berkenan nyatakan. Paulus menyatakan “– sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat” (2 Korintus 5:7). Yesus sendiri berfirman: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yohanes 20:29)

Dengan demikian, sementara mempercayai apa yang kita lihat dan pahami akan mendatangkan manfaat sekalipun terasa pahit, percaya pada apa yang tidak terlihat dan hanya dipahami secara samar-samar mendatangkan manfaat yang lebih besar. Ada banyak hal di alam semesta ini yang kita percayai, tanpa harus kita pahami sepenuhnya; kita percaya karena kita mendapatkan buktinya dari orang lain, meskipun bukan dari panca indera kita sendiri. Iman yang begitu saja percaya pada apa yang bisa ia lihat, pahami, jelaskan dan tunjukkan sama sekali bukan iman. “Tidak seorang pun melihat Allah”, akan tetapi semua orang percaya kepada Allah. Hal-hal dalam dunia rohani tidak dapat ditunjukkan melalui perantara-perantara materiil, melainkan hanya bisa melalui perantara-perantara rohani. Dengan demikian, menggunakan iman akan meningkatkan kerohanian kita, memampukan kita memahami berbagai hal yang saat ini terasa pahit, tetapi yang sebenarnya adalah bentuk latihan dan ujian dari Tuhan yang pada akhirnya akan membuat kita lebih dekat dan bergantung kepada-Mya.

“karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?” Ibrani 12:6-7

Tinggalkan komentar