Berserah kepada Tuhan menuntut kerendahan hati

“Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” 1 Petrus 5:6-7

Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian istilah “rendah hati” dan “rendah diri” sering tertukar. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, “rendah hati” dan “rendah diri” memiliki arti yang berbeda. Kata “rendah diri” memiliki arti merasa dirinya kurang; sedangkan “rendah hati” memiliki arti tidak sombong atau tidak angkuh. Istilah “rendah hati” mengarah pada konsep kerendahan hati (humility), sedangkan “rendah diri” merujuk pada konsep penghargaan diri yang rendah (low self-esteem). Berdasarkan makna kata tersebut, “rendah diri” memiliki nuansa negatif, sedangkan “rendah hati” memiliki rasa bahasa lebih positif. “Rendah hati” mengarah pada konsep kerendahan hati (humility), sedangkan “rendah diri” merujuk pada konsep penghargaan diri yang rendah (low self-esteem). Pengertian ini kurang cocok jika kita memelajari ayat-ayat di atas. Alkitab memakai kedua istilah itu dalam konteks humility yang positif, bukan negatif.

Petrus mengingatkan kita bahwa selama hidup kita harus dengan rela merendahkan diri di bawah tangan Tuhan dan kepada pemimpin kita (lihat 1 Petrus 5:5). Pada pihak yang laini, kita harus rendah hati kita kepada semua orang (Efesus 4: 2,Filipi 2: 3). Ketika waktu yang tepat tiba, Dia akan meninggikan kita di dunia, atau di kehidupan yang akan datang, atau keduanya, sampai batas tertentu. Kesediaan kita untuk melayani misalnya, bukanlah pernyataan bahwa kita sebenarnya tidak berarti. Kerendahan hati kita dalam pelayanan merupakan pernyataan bahwa Allah kita yang perkasa dapat dipercaya untuk memberikan kita semua kemuliaan dan pengakuan yang kita dambakan ketika waktunya tepat.

“Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Lukas 17:10

Dalam hidup, kita sering berusaha mengatasi penderitaan dan tantangan dengan berusaha keras untuk mengatasinya dengan memakai cara kita sendiri. Kita mencari kemenangan akan hal-hal itu dan sering tidak sabar menunggu Tuhan bekerja. Jika kita berhasil, mungkin kita merasa puas karena dengan usaha sendiri kita mendapatkan keberhasilan. Tetapi, kekuatiran akan gagalnya mendapat “kemuliaan” membuat hidup kita merana.

Kunci pandangan Kristen yang alkitabiah tentang kemuliaan manusia adalah memperhatikan dengan saksama apa yang Tuhan katakan tentang bagaimana cara mencarinya. Alkitab mengajarkan kita untuk berhenti berjuang keras dengan tenaga sendiri untuk mewujudkannya, tetapi percaya kepada Tuhan untuk meninggikan kita pada waktu dan tempat yang tepat sesuai dengan yang Dia inginkan. Kita tidak perlu memaksakan keinginan kita kepada orang lain, apalagi menuntut hal itu kepada Tuhan. Dia adalah Bapa yang baik yang mengasihi kita; jadi kita harus berserah kepada Dia yang bertanggung jawab untuk mendatangkan kemuliaan bagi kita menurut kemurahan-Nya pada waktu yang tepat.

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Filip1 2: 5-8

Yesus menunjukkan kepada kita cara melakukannya. Paulus dalam Filipi 2:5-8 mengingatkan kita bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi ketika Dia datang ke bumi, Dia tidak menjadikan diri-Nya apa pun. Sebaliknya, Dia menjadi hamba bagi semua orang. Kemudian, pada waktu yang tepat, Bapa mengangkat Yesus ke posisi tertinggi di alam semesta. Petrus menegaskan gagasan yang serupa dalam 1 Petrus 5:6-7. Mengapa kita begitu takut untuk merendahkan diri terhadap orang Kristen lain? Mengapa kita merasa terganggu untuk hidup dalam ketundukan kepada orang lain dalam hubungan keluarga, pekerjaan dan gereja? Mungkin sekali kita takut menjadi tidak berarti, tidak dikenali, dan tidak berarti apa-apa. Ini serupa dengan Adam dan Hawa yang ingin menjadi seperti Allah dan kemudian mendengarkan bujukan iblis (Kejadian 3: 4-6).

Mungkin kita pernah menjumpai orang-orang yang mempunyai “percaya diri” dan “iman” yang sangat besar. Tetapi, di luar kesadaran kita orang-orang itu sering kali punya perasaan takut untuk gagal atau tidak dihargai orang lain. Mereka terlihat yakin karena berusaha untuk meyakinkan orang lain akan kemampuan dan keuletan mereka. Mereka takut dipandang lemah. Mereka tidak sadar bahwa dalam Alkitab, “merendahkan diri” tidak berarti kelemahan atau kebencian terhadap diri sendiri. Itu berarti penghargaan yang tepat tentang diri kita, dalam hubungan dengan Tuhan. Itu berarti kekuatan yang terkendali dalam rasa hormat kepada Sang Pencipta. Seperti yang dikatakan C.S. Lewis, “Kerendahan hati bukanlah berpikir bahwa diri Anda adalah kurang mampu, tetapi kurang memikirkan kemampuan diri Anda sendiri.” Sebaliknya, kita harus lebih sering memikirkan kemampuan dan kemurahan Tuhan.

“Humility is not thinking less of yourself, but thinking of yourself less”

C.S. Lewis on humility in Mere Christianity

Dalam kerendahan hati, kita menyerahkan kekhawatiran kita kepada Bapa yang memelihara kita. Dalam kewaspadaan, kita harus tetap berpikiran jernih, waspada terhadap musuh kita, si iblis, yang berusaha menghancurkan kita. Kita melawannya dengan berfokus untuk tetap teguh dalam iman kita dan memercayai Allah untuk menepati janji-janji-Nya. Dengan rendah hati, kita menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-Nya.

Petrus menulis bahwa kita harus mengambil rasa takut dan kekhawatiran kita, dan kemudian menyerahkannya kepada Bapa kita. Ia sudah memberi tahu kita untuk menyerahkan segala sesuatu yang membuat kita gundah, dan menyerahkannya kepada Dia yang sangat peduli pada kita. Ini bukan janji bahwa Tuhan akan memperbaiki segala sesuatu yang membuat kita khawatir. Tuhan tidak berkewajiban untuk mengikuti naskah apa pun yang kita tulis untuk-Nya. Ini adalah janji bahwa Tuhan yang perkasa akan menerima kekhawatiran kita, dan peduli terhadapnya. Ia akan menanggungnya bagi kita. Ia dapat dipercaya untuk menanganinya dengan cara yang terbaik.

Perkataan Petrus pagi ini adalah sebuah perintah. Bukanlah kehendak Tuhan bagi anak-anak-Nya untuk terus hidup di bawah beban-beban kehidupan. Percaya bahwa Tuhan itu perkasa dan peduli pada kita seharusnya menghasilkan penyerahan kekhawatiran kita kepada-Nya. Dalam kerendahan hati, kita menunggu dan memercayai Tuhan untuk meninggikan kita pada waktu-Nya. Kita juga dipanggil untuk tetap waspada terhadap iblis, dan melawannya dengan berfokus kepada Tuhan. Sekalipun kita mungkin mengalami banyak penderitaan dan tantangan dalam hidup yang singkat ini, Tuhan kita akan mengakhiri penderitaan kita dan membuat kita bahagia pada waktunya.

Tinggalkan komentar