Apa guna berdisiplin dalam hal seksual?

Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus. 1 Tesalonika 4:7

Topik apakah yang jarang disampaikan dalam khotbah gereja di zaman ini? Selain masalah kolekte, mungkin masalah kehidupan seksual jemaat. Ini agaknya mengherankan karena cara hidup orang di zaman ini yang sering melibatkan uang dan seks.

Bab 4 dari kitab Tesalonika dimulai dengan dorongan bagi orang-orang percaya di Tesalonika untuk melanjutkan pertumbuhan rohani mereka. Perilaku mereka patut dicontoh, tetapi mereka perlu berusaha untuk berbuat lebih banyak lagi. Paulus secara khusus menekankan pentingnya kemurnian seksual, serta perlunya orang percaya untuk menjalani kehidupan yang damai, sopan, dan produktif. Paulus kemudian mulai membahas pokok bahasan tentang kedatangan Kristus kembali. Ini dimulai dengan suatu kepastian bahwa orang percaya yang telah meninggal sebelum kedatangan Kristus kembali akan menjadi orang-orang pertama yang dibangkitkan ketika Ia datang kembali untuk umat-Nya. Berikutnya adalah mereka yang masih hidup, yang semuanya akan bertemu Yesus ”di udara.” Pengetahuan tentang takdir kekal kita seharusnya memberi semangat, dan bukannya ketidakpedulian karena adanya “jaminan keselamatan”.

Secara khusus, 1 Tesalonika 4:1–8 mendesak orang-orang percaya di Tesalonika untuk mengingat apa yang Paulus katakan ketika ia bersama mereka. Ia telah mengajarkan mereka bagaimana berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka akan menyenangkan Allah. Mereka pada umumnya sudah mengikuti petunjuk-petunjuk ini dengan baik, tetapi Paulus menantang mereka untuk semakin menjadi lebih kudus, karena ini adalah kehendak Allah bagi mereka. Setiap orang percaya berkewajiban untuk menghindari hal-hal yang bersifat cabul (baik dalam perbuatan, perkataan maupun pikiran) dengan mengendalikan diri sendiri, karena mengetahui bahwa Tuhan membalas mereka yang melakukan dosa. Paulus menegaskan bahwa mengabaikan ajaran tentang percabulan ini sama saja dengan menolak Allah.

Memang adalah hal yang normal jika seseorang memiliki libido atau dorongan seks. Ini tidak hanya ada di antara kaum muda, tetapi pada manusia dari segala umur, baik pria maupun wanita. Namun ini bisa mengarah pada sesuatu yang tidak sehat saat dorongan seks jadi tak terkendali hingga mengalami kecanduan. Jika demikian, ini bisa membuat seseorang sulit mengontrol pikiran seks, kebutuhan serta dorongan seks, apalagi jika sudah terjadi sejak muda. Perilaku seksual kompulsif seperti ini bisa membawa konsekuensi mulai dari masalah kesehatan mental, relasi personal hingga berpengaruh pada kualitas hidup. Sudah tentu, hal sedemikian juga sangat mempengaruhi hubungan antar umat Kristen dan membuat nama Tuhan menjadi bahan ejekan.

Pad suratnya kepada jemaat di Tesalonika, Paulus menegaskan bahwa kehendak Allah adalah agar mereka dalam hidup sehari-hari menjauhi percabulan, supaya setiap pasangan hidup dalam kesetiaan dan pengudusan dan penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah. Mengapa demikian?

Sebagai alasan pertama, Paulus memperingatkan bahwa kenajisan mendatangkan penghakiman ilahi:

“dan supaya dalam hal-hal ini orang jangan memperlakukan saudaranya dengan tidak baik atau memperdayakannya. Karena Tuhan adalah pembalas dari semuanya ini, seperti yang telah kami katakan dan tegaskan dahulu kepadamu.” 1 Tesalonika 4:6

Dan sebagai alasan kedua adalah bahwa Allah telah memanggil orang Kristen untuk menjalani hidup yang kudus. Allah menyelamatkan kita bukan hanya untuk menyelamatkan kita dari penghakiman kekal. Ia bermaksud menjadikan kita kudus sebagaimana Ia kudus. Proses yang Ia gunakan untuk menjadikan kita kudus disebut pengudusan, dan itu melibatkan sebuah kemitraan. Ia menghendaki kita untuk menjadi mitra kerja-Nya melalui perjuangan.

“tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” 1 Petrus 1:15–16

Allah bekerja di dalam kita untuk menjadikan kita kudus (2 Korintus 3:18; Filipi 2:13); kita memiliki tanggung jawab untuk bekerja sama dengan-Nya dalam pekerjaan itu. Filipi 2:12 memerintahkan kita untuk mengerjakan—bukan bekerja “untuk”—keselamatan kita sendiri dengan takut dan gentar.

“Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir” Filipi 2:12

Pagi ini, Efesus 6:10 memerintahkan kita untuk menjadi kuat di dalam Tuhan, dan ayat berikutnya memerintahkan kita untuk mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah. Galatia 5 berbicara tentang hidup oleh Roh. Jelas, kehidupan Kristen bukanlah kehidupan yang pasif-fatalis, tetapi kehidupan yang aktif di mana Allah dan umat-Nya menjadi mitra kerja.

Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus” Efesus 6:10-18

Tinggalkan komentar